@phdthesis{digilib9856, month = {April}, title = {HADIS-HADIS TENTANG MIQAT MAKANIYAH UNTUK HAJI DAN UMRAH}, school = {Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga}, author = {NIM . 07530040 ABDUL ROZAK }, year = {2012}, keywords = {umroh, hukum, aturan}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9856/}, abstract = {Haji dan Umrah merupakan ibadah Mahd\}ah yang mekanisme-nya sudah di atur sedemikian rupa dengan rukun-rukun yang tidak boleh diabaikan. Karena hal ini terkait dengan kesempurnaan ibadah tersebut. Miqat Maka{\ensuremath{>}}ni adalah salah satu syarat sahnya ibadah haji dan umrah sebagai awal perjalanan religius dengan ber- ihram. Namun demikian, di kalangan ulama? ada perselisihan dalam memahami hadis miqat makani dikarenakan adanya h\}adis yang tampaknya kontradiktif yaitu hadis yang menjelaskan mi{\ensuremath{>}}qat-nya Makki (penduduk Mekkah) ataupun non Makki yang telah berada di dalam Mekkah ketika hendak umrah harus keluar ke Tanah Halal dengan hadis yang menjelaskan tidak perlunya keluar dari Tanah Haram. Belum lagi batas miqat makani Indonesia yang juga menimbulkan perselisihan pemahaman yang berangkat dari hadis Nabi. Berdasarkan hal ini, maka penelitian ini bermaksud membahas apa yang terkandung di balik ketentuan tersebut. Penelitian skripsi ini, penulis mendekati dengan studi ma?ani al-h\}adis yang diharapkan dapat memperoleh pemahanan yang komprehensif dan s\}ah\}ih likulli zaman wa makan dengan teori yang coba dikembangkan oleh Musahadi Ham dengan metodologinya yang terperinci ke dalam tiga tahap kerangka kerja, yaitu: kritik historis, kritik eidetis, dan kritik praksis dengan melewati tahap dokumentasi, klasifikasi dan restrukturasi data. Selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi sesuai dengan masing-masing sub-bab pembahasan. Hasil penelitian ini, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut; Pertama, makna yang terkandung dalam hadis miqat maka{\ensuremath{>}}ni {$\backslash$}adalah batasan memulainya ihram untuk perjalanan religius haji dan umrah sebagai rukun haji dan umrah. Dalam h\}\}adi{\ensuremath{>}}s yang tampak konradiktif , untuk menuju s\}ah\}ih likulli zaman wa maka{\ensuremath{>}}n maka dapat diselesaikan dengan T\}ariqah al-Jam?i wa al-taufiq (dikumpulkan dan kompromikan), artinya miqat Makki atau non Makki yang telah berada di Mekkah keluar ke Tanah Halal atau tidak, sama sahnya hanya saja pahala kepayahan yang membedakannya. Kemudian bagi penduduk suatu Negara yang tidak disebutkan dalam h\}adis miqat makani maka ihramnya di tempat yang ditentukan dalam h\}adi{\ensuremath{>}}s miqat makani sesuai arah yang dilewatinya seperti Indonesia, jika lansung ke Madinah maka di Bir ?Ali (Muzdalifah) dan jika ke Jeddah maka di atas Yalamlam. Kedua, tujuan adanya mi{\ensuremath{>}}qa{\ensuremath{>}}t maka{\ensuremath{>}}ni adalah untuk menghormati Baitulla{\ensuremath{>}}h, sebagai tamu kehormatan Alla{\ensuremath{>}}h yang Maha Suci di rumahNya yang suci, maka mengahadapinya dengan suci pula, tawad\}u? dan khusyu? yaitu diawali sejak dari miqat makani kemudian menjaga kesucian itu dengan tidak melanggar larangan ihram. Selanjutnya kesucian ini dikristalkan hingga pulang dari Tanah Suci untuk menjaga ke-mabru{\ensuremath{>}}ran-nya hingga ajal menjemput padanya, dengan terindikasi oleh semangat dalam urusan akhirat dan zuhud serta hati-hati dalam urusan dunia. Inilah yang disebut dengan istilah haji mabrur dan umrah mabrurah. } }