@phdthesis{digilib9891, month = {January}, title = {BAGI HASIL PENANGKAPAN NELAYAN DI DESA TIKU KEC. TANJUNG MUTIARA KAB. AGAM SUMATERA BARAT (STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM ADAT DAN HUKUM ISLAM)}, school = {UIN SUNAN KALIJAGA}, author = {NIM. 09360002 RESVI YOLANDA}, year = {2014}, note = {PEMBIMBING: Drs. H. Dahwan, M.Si}, url = {https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9891/}, abstract = {Mata pencaharian utama masyarakat di Desa Tiku Selatan yang terletak di kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Sumatera Barat adalah nelayan. pada prakteknya para nelayan melakukan hubungan kerja sama antara induk semang dengan anak buah disini peran induk semang adalah sebagai pemilik modal, sedangkan anak buah merupakan orang yang membantu induk semang untuk menangkap ikan di laut. Dalam hukum Adat yang sudah diterapkan sejak dahulunya, baik induk semang maupun anak buah mendapatkan bagian yang sama. Sedangkan dalam hukum Islam kerja sama yang dilakukan induk semang dengan anak buah disebut dengan mudharabah yang artinya dua orang atau lebih melakukan hubungan kerja sama dengan sistim pembagian hasil keuntungan. Pokok permasalahan di sini ada tiga, yang pertama, bagaimanakah sistem bagi hasil penangkapan ikan yang diatur oleh Niniak Mamak ? lalu yang kedua, dimanakah letak persamaan dan perbedaannya dengan mudharabah dalam hukum Islam? dan yang ketiga, apakah persamaan-persamaan yang diatur oleh Niniak Mamak itu merupakan implikasi dari ?Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah?? Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan mengolah buku dan data, baik data sekunder maupun data primer yang menjelaskan tentang konsep hukum Adat dan konsep hukum Islam. Sedangkan penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan normatif dan filosofi. Metode analisis yang dipakai adalah analisis komparatif untuk membandingkan kedua konsep dan mencari titik temu dari kedua konsep. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Nelayan merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat Desa Tiku. Untuk masalah bagi hasil, sudah diatur oleh Niniak Mamak dengan aturan yang sudah ditentukan sebelumnya, yakni hasil dibagi dua. Dalam hukum Adat yang sudah ditetapkan perjanjian bagi hasil dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara induk semang dengan anak buah yaitu hasil yang didapat dibagi dua yakni 50:50, sedangkan untuk masalah kerugian, hal ini ditanggung oleh induk semang (pemilik modal). Sedangkan dalam hukum Islam atau mudharabah perjanjian bagi hasil memang dilakukan berdasarkan dengan kesepakatan bersama, namun berbeda dengan hukum Adat untuk masalah kerugian yang dialami oleh pihak yang bekerja sama ditanggung secara bersama artinya kedua belah pihak menanggung kerugian yang sama.} }