Konseling Islami di Pondok Pesantren (Studi tentang Peranan Kyai)

Drs. Saiful Akhyar Lubis, M.A., NIM. 88100 / S3 (2004) Konseling Islami di Pondok Pesantren (Studi tentang Peranan Kyai). Doctoral thesis, Pasca Sarjana.

[img]
Preview
Text (Konseling Islami di Pondok Pesantren (Studi tentang Peranan Kyai))
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (4MB) | Preview
[img] Text (Konseling Islami di Pondok Pesantren (Studi tentang Peranan Kyai))
BAB II, III, IV.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only

Download (20MB)

Abstract

Penelitian ini bermaksud mengungkapkan secara teoritis dan empiris tentang konseling Islami serta mengkaji peran kyai di Pondok Pesantren dalam melakukan kegiatan guadance and counseling bagi santri dan warga masyarakat. Dalam hal ini, lebih dahulu dikemukakanrumusan konseling berkarakteristik Islam (disebut konseling Islami), meliputi: dimensi, tujuan, asas-asas, pendekatan, metode, teknik, dasar-dasar Qur’ani yang melandasinya. Selanjutnya, digambarkan bagaimana peran kyai dalam tugasnya melaksanakan konseling bagi santri dan warga masyarakat, serta bagaimana pula santri dan warga masyarakat memandang kyai bagi tugas-tugas konseling yang dilakukannya. Selain itu, dijelaskan pula apa pendekatan/metode konseling kyai, serta apa sebenarnya makna konseling tersebut. Penjelasan-penjelasan dimaksud didasarkan atas hasil studi kepustakaan dan penelitian lapangan terhadap pondok pesantren yang ditetapkan sebagai obyek penelitian, yakni : Pondok Pesantren Sunan Pandan Aran, Pondok Pesantren Raudatul Muttaqin, dan Pondok Pesantren al-Islami. Dalam literatur bahasa Arab kata konseling disebut al-irsyad. Secara etimologi berarti al-huda, ad-dalalah (dalam bahasa Indonesia berarti : petunjuk, bimbingan). Pemaknaan seperti ini didasarkan pada penjelasan al-Qur’an surah al-Kahfi (18) ayat 17 dan surah al-Jin (72) ayat 2. Konseling Islami dapat dinyatakan sebagai layanan bantuan konselor kepada klien/konseli untuk menumbuhkembangkan kemampuannya dalam memahami, menghadapi, dan menyelesaikan masalah serta mengantisipasi masa depan dengan memilih alternatif tindakan terbaik demi mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat di bawah naungan rida serta kasih sayang Allah. Dalam konseling Islami, klien/konseli dibantu membangun kesadarannya untuk tegaknya iman dan menempatkan Allah sebagai Konselor Yang Maha Agung, yang menjadi sumber kekuatan untuk memecahkan masalah kehidupan, serta selanjutnya menggiring untuk mampu melakukan self counseling. Self counseling menjadi bagian terpenting dalam konseling Islami dan memiliki tingkatan tinggi. Hal ini menuntut upaya kreatif klien/konseli secara mandiri, yang dipahami dari makna surah ar-Ra’d (13) ayat 11 dan surah an-Najm (53) ayat 39-40. Konseling Islami merupakan upaya merekonstruksi dan aktualisasi kembali self concept (konsep diri) agar dapat mencapai an-nafs al-mutma’innah (jiwa tenteram), dan kawasan garapannya terutama adalah hati manusia (qalb). Dalam hal ini , ketidaktenangan hati atau disharmoni, disintegrasi, disorganisasi, disekuilibrium diri (self) dipandang sebagai sumber penyakit mental. Justru itu, mewujudkan kesehatan mental adalah menemukan ketenangan hati pada sumber pokoknya dengan mendekatkan diri kepada Allah, dan penyembuhan penyakit mental ternyata bersifat spiritual. Untuk itu, Islam mengajarkan agar mengembalikan setiap permasalahan hidup kepada Allah yang memberi kehidupan, kekuatan, kemudahan, kesembuhan, dan diyakini sebagai sumber kekuatan tanpa tanding, sebagaimana disyaratkan Allah dalam al-Qur’an surah al-Baqarah (2) ayat 112, 156, 255, 284, surah Ali’Imran (3) ayat 159-160, surah al-Talaq (63) ayat 3-4. Dalam hal ini, Allah ditempatkan sebagai Konselor Yang Maha Agung, dan menjadi sumber ketenangan hati. Konseling Islami juga merupakan wujud aktualisasi kelengkapan dan kesempurnaan ajaran Islam. Jika merujuk pada pendapat asy-Syarqawi, maka perbedaannya dengan konsep pengetahuan empirik Barat terletak pada sikap penyerahan total kepada Allah dengan keimanan demi terwujudnya kesehatan mental/jiwa. Prosesnya senantiasa mempedomani petunjuk-petunjuk Allah agar hati manusia menjadi tenteram karena disinari oleh cahaya, nur Ilahi. Tujuannya terutama adalah mengembangkan kehidupan sakinah (tenang) pada klien/konseli, yang tidak hanya mencapai kemakmuran, tetapi juga ketentraman hidup spiritual. Dengan demikian, inti tujuannya ingin menjadikan mereka bebas dari masalah kebutuhan kehidupan material (kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan), sekaligus sebagai insan kamil atau insan rabbani yang tinggi kualitas iman, ketakwaan dan kesalehannya, serta memiliki istiqamah (keteguhan pendirian/hati) untuk senantiasa menjadikan Allah sebagai Konselor Yang Maha Agung. Dari hasil penelitian terhadap tiga pondok pesantren (Sunan Pandan Aran, Raudatul Muttaqin, al-Islami) kelihatan dengan jelas adanya harapan santri dan masyarakat yang begitu besar untuk memperolah bimbingan dari kyai, sehingga mereka benar-benar memanfaatkan kyai sebagai konselor terpercaya. Kepercayaan demikian semakin memperkokoh kedudukan serta peranan kyai di tengah-tengah kehidupan pondok pesantren dan kehidupan masyarakatnya. Peran utama kyai yang sangat dirasakan santri dalam tugas konselingnya adalah sebagai pembangkit motivasi dalam upaya menumbuhkan rasa percaya diri dan ketenangan batin melalui pendekatan diri kepada Allah. Sebagai konselor, kyai menanggapi masalah dan kegelisahan jiwa atau ketidaktenangan hati para santrinya dengan memberikan motivasi untuk menumbuhkan/membina rasa percaya diri melalui penegakan nilai-nilai iman dan takwa. Hal ini dimaksudkan agar mereka menyadari jati dirinya, sekaligus mampu menyelesaikan masalah secara tepat dan baik. Petunjuk, bimbingan dan nasehat kyai dirasakan santri bagaikan air penyejuk perasaan, bagaikan cahaya penerang pikiran dan hati nurani (qalb), sehingga timbul semangat serta kemauan menyelesaikan masalah dan melakukan self counseling. Peran kyai sebagai pembimbing perilaku/nilai-nilai spiritual detempatkan dalam posisi sentral. Walaupun dalam pondok pesantren terdapat ustadz/guru dalam kelas (madrasah) yang dapat juga melakukan fungsi konseling, tetapi para santri tetap merasa lebih senang dan bangga apabila memperolah kesempatan untuk berkonsultasi pada kyai. Dengan demikian, peran kyai dalam konseling terhadap para santri di pondok pesantren menduduki peran sentral disamping adanya konselor lain, yakni para ustadz/guru. Para santri memandang kyai sebagai figur sentral yang menjadi sumber pengetahuan keagamaan dan sumber nilai-nilai untuk dianut serta tempat utama berkonsultasi bagi setiap masalah kehidupan. Peran kyai dalam konseling bagi masyarakat merupakan realisasi tugasnya menjadi “pewaris Nabi” yang bertanggung jawab memimpin kehidupan mereka ke arah jalan kebenaran. Dalam hal ini, ia bukan hanya mencerdaskan akal/pikiran masyarakat dengan memberi ilmu pengetahuan, tetapi juga mencerdaskan nurani/qalb mereka dengan upaya meningkatkan iman dan ketakwaannya. Ketulusan hati serta tanggung jawab kyai yang diperlihatkan dalam proses konseling menyebabkan masyarakat memandangnya sebagai pemimpin spiritual dan pengayom batin serta teladan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pemimpin spiritual, kyai diyakini kesuciannya dan dekat dengan Allah, sehingga ia dipandang memiliki kekuatan supranatural (kegaiban) yang mendukung posisinya sebagai pengayom batin masyarakat, dan dengan itu ia dijadikan sebagai tempat memperoleh kekuatan spiritual, terutama dalam menghadapi permasalahan hidup. Kegiatan konseling kyai ini secara tidak langsung juga memperkuat peran kultural/keagamaannya di masyarakat. Pendekatan/metode konseling yang digunakan kyai adalah penegakan potensi tauhid pada diri klien/konseli dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi masalah. Sebagai konselor, kyai memandang persoalan-persoalan material seperti kekacauan ekonomi, perpecahan keluarga dan lain-lain yang dialami klien/konseli dalam kehidupannya berpengaruh terhadap perpecahan mental yang akan mengakibatkan timbul perasaan khawatir, resah/gelisah, ketidaktenangan hati, serta dapat menggoyahkan konsep diri (self concept) dan rasa percaya diri. Goyahnya konsep diri dan rasa percaya diri menjadi pertanda tidak tegaknya potensi tauhid pada diri klien/konseli. Potensi tauhid yang tidak tegak pada proporsi sebenarnya menyebabkan self concept ( konsep diri ) mengalami kehancuran dan padagilirannya menghilangkan kemampuan dalam menghadapi atau menyelesaikan masalah, sehingga klien/konseli memerlukan bantuan dari seorang konselor. Sebagai seorang konselor, kyai memberi bantuan atas dasar tanggung jawab sebagai “pewaris Nabi”, dan tindakan operasionalnya dilandaskan pada perintah Allah dalam al-Qur’an surah al-Ma’idah (5) ayat 2 dan surah al’Asr (103) ayat 1-3. Konseling yang dilakukan kyai dapat dinyatakan sebagai penjabaran konseling Islami. Dalam pandangan Islam, masalah spiritual dan material manusia memiliki kaitan yang erat. Namun, dimensi spiritual tetap menjadi bagian sentral dan terpenting. Jika menghadapi kritis kehidupan, tetapi tidak sampai menghancurkan nilai spiritualnya, maka seseorang akan lebih berpotensi untuk keluar dari kritis. Dari hasil penelitian diantara tiga pondok pesantren dimaksud, diperoleh temuan adanya persamaan dan perbedaan pendekatan/metode konseling yang digunakan. Persamaannya adalah: sama-sama menggunakan upaya penegakan potensi tauhid dan menumbuhkan rasa percaya diri dengan latihan/aktivitas spiritual. Perbedaannya adalah: 1). Pondok Pesantren Sunan Pandan Aran, hanya menggunakan upaya seperti tersebut di atas, 2). Pondok Pesantren Raudatul Muttaqin, kadangkala melakukan terapi dengan memberi minum air putih yang diberi do’a untuk menenangkan batin, 3). Pondok Pesantren al-Islami, melakukan terapi spiritual dan terapi fisik secara medis (bekerja sama dengan team kesehatan) kepada santri korban narkoba sebelum memberikan layanan konseling.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Uncontrolled Keywords: Kata Kunci: Konseling Islami
Subjects: Ilmu Agama Islam
Divisions: Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Agama Islam
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 03 Nov 2014 09:06
Last Modified: 07 Apr 2015 15:23
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14343

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum