LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA 1926-1999 (TELAAH KRITIS TERHADAP KEPUTUSAN HUKUM FIQIH)

AHMAD ZAHRO , NIM. 943024/S3 (2001) LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA 1926-1999 (TELAAH KRITIS TERHADAP KEPUTUSAN HUKUM FIQIH). ["eprint_fieldopt_thesis_type_phd" not defined] thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text ( LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA 1926-1999 (TELAAH KRITIS TERHADAP KEPUTUSAN HUKUM FIQIH))
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (9MB) | Preview
[img] Text ( LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA 1926-1999 (TELAAH KRITIS TERHADAP KEPUTUSAN HUKUM FIQIH))
BAB II, III, IV, V, VI.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (14MB)

Abstract

Disertasi ini berjudul: “Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, 1926-1999 (Telaah Kritis Terhadap Keputusan Hukum Fiqih)” yang terfokus pada upaya menjawab tiga permasalahan pokok, yaitu: Apa yang dimaksud al-kutub al-mu’tabarah,rujukan andalan bagi Lajnah Bahtsul Masail dalam beristinbat hukum fiqih. . Apa metode yang dipergunankan oleh Lajnah Bahtsul Masail dalam beristinbat hukum fikih. . Bagaimana validitas keputusan hukum fiqih yang dihasilkan oleh Lajnah Bahtsul Masail. Dalam tataran teoritis penelitian ini berguna bagi khazanah pemikiran hukum Islam sebagai kajian obyektif terhadap hukum fiqih. Sedang dalam tataran praktis bermanfaat bagi Lajnah Bahtsul Masail sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk mengadakan evaluasi. Penelitian ini dibatasi hanya mengenai keputusan hukum fiqih yang dihasilkan Lajnah Bahtsul Masail tingkat nasional mulai 1926 (Muktamar ke I) hingga 1999 (Muktamar ke XXX) dan terfokuspada Masail Diniayah Waqi’iyah, selain bahs al-masail dalam Muktamar ke XVII, XVIII, XIX, XXI, XXII yang sampai saat ini dokumennya tidak/belum di temukan. Memandang agama sebagai gejala budaya, penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan usul fiqih, dengan sumber data yang tak tertulis. Data tersebut di himpun dengan telaah, dokumenter, obsertasi dan wawancara, yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kuantitafif dan kualitatif dengan cara berfikir reflektif, komparatif dan kritis. Lajnah Bahtsul Masail (Lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan) adalah salah satu lembaga dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang menghimpun, membahas dan memutuskan permasalahan yang menuntut kepastian hukum yang dalam bidang fiqih mengacu kepada mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Lajnah (lembaga) ini dibagi menjadi dua sub-komisi, yaitu: Bahtsul Masail ad-Dinihyyah al-Wai’iyyah (pengkajian masalah-masalah keagamaan konseptual). Kegiatan bahs al-masail telah ada sejak Kongres/Muktamar ke I (1926) yang sebutannya melekat pada event tersebut, tanpa memiliki nama tersendiri. Berdasarkan rekomendasi Muktamar ke XXVIII (Yogyakarta, 25-28 Nopember 1989) dan halaqah Denanyar, Jombang (26-28 Januari 1990), PBNU dengan Surat Keputusan Nomor 30/A.I.05/5/1990 membentuk “Lajnah Bahtsul Masail Diniyah” sebagai lembaga permanen yang menghimpun para ulama dan intelektual NU untuk menangani persoalan keagamaan dengan melakukan “Istinbat jama iy” Mengenai proses terjadinya bahs al-masail dapat digambarkan sebagai berikut: jika ada permasalahan yang dihadapi oleh anggota masyarkat, maka mereka mengajukannya kepada Majelis Syuriah NU tingkat Cabang ( Kabupaten, Kota ataau Pesantren Besar) guna menyelenggarakan sidang bahs al-masail yang hasilnya diserahkan kepada Majelis Syuriah NU tingkat Wilayah (Propinsi) untuk kemudian dadakan sidang bahs al-masail guna membahas permasalahan tertentu yang dianggap urgent bagi kehidupan umat. Permasalahan yang belum tuntas atau masih diperselisihkan , diserahkan kepada Majelis Syuriah PBNU (Pusat) untuk di inventarisasi dan diseleksi berdasarkan skala prioritas pembahasannya, dan terkadang ditambah permasalahan yang diajukan oleh PBNU sendiri, lalu diedarkan kepada para ulama dan cendikiawan NU yang ditunjuk sebagai anggota Lajnah Bahtsul Masail agar dipelajari dan dipersiapkan jawabannya, untuk selanjutnya dibahas, dikaji danditetapkan keputusannya oleh Lajnah Bahtsul Masail dalam sidang bahs al-masail yang diselenggarakan bersamaan dengan Muktamar atau Musyawarah Nasional Alim Ulama NU. Sejak 1926 hingga 1999 telah diselenggarakan sidang bahs al-masail tingkat nasional sebanyak 39 kali. Namun berdasarkan dokumen yang terhimpun, hanya ditemukan sidang bahs al-masail sebanyak 39 kali. Namun berdarkan dokumen yang terhimpun , hanya ditemukan sidang bahs al-masail sebanyak 33 kali dan menghasilkan 505 keputusan yang terdiri atas 428 keputusan di bidang fiqih dan 77 keputusan non-fiqih. Dari penelitian terhadap Lajnah Bahtsul Masail NU berkait dengan keputusan hukum fiqih, sesuai perumusan masalahnya, ditemukan jawaban sebagai berikut : Dimulai dari tanpa mempersoalkan definisi, kemudian al-kutub al-mu’tabarah didefinisikan sebagai kitab-kitab yang berorientasi pada mazhab empat. Lalu diperjelas/diperluas lagi sebagai kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah ahlussunnah waljama’ah (Aswaja). Namun akhirnya definisi ini “mentah” lagi lantaran munculnya gugatan terhadap definisi Aswaja itu sendiri. Dalam merujuk al-kutub al mu’tabarah, Lajnah Bahtsul Masail terlalu banyak menggunakan kitab-kitab Syafi’iyah dan kurang memperhatikan kitab-kitab dari tiga mazhab lainnya. Metode istinbat hukum yang dipergunakan oleh Lajnah Bahtsul Masail adalah metode qauliy (langsung merujuk pada teks suatu kitab rujukan), bila tidak mungkin maka digunakan metode ilhaqiy (mengqiyaskan masalah baru yang belum ada ketetapan hukumnya dengan masalah lama yang sudah ada kejelasannya dalam teks suatu kitab rujukan), dan apabila inipun tidak memungkinkan baru digunakan metode manhajiy (istnbat hokum dengang menelusuri dan mengikuti metode yang dipergunakan oleh imam mazhab empat). Metode tersebut diterapkan dengan pendekatan mazhabiy ( berorientasi pada mazhab), serta dilaksanakan dengan tehnik tanya-jawab dan diskusi. Dalam hal ini Lajnah Bahtsul Masail juga banyak berpihak kepada mazhab Syafi’I, dan ada yang langsung merujuk al-Qur’an ataupun as-Sunnah, serta ada jawaban yang tidak merujuk suatu kitab. Dari 428 keputusan hukum fiqih sebagian bersar adalah valid, seperti haramnya memecah kendi dan telur dalam walimah al-hammi, hokum operasi ganti kelamin, bolehnya melontar jumroh sebelum zawal, hukum pencarian dana dari pertunjukan, keharusan patuh pada induk organisasi dan cara penetapan awal bulan qamariyah. Namun setidaknya ada enam keputusan yang dianggap tidak valid, antara lain tentang bolehnya jual-beli petasan; kufur, haram atau makruhnya memakai celana, dasi, sepatu, topi; haramnya menyuntik mayat untuk keperluan medis; tidak bolehnya harta kena zakat dikembangkan macamnya; bolehnya fidyah terhadap salat yang tertinggal; dan tidak sahnya Jiddah dijadikan miqat makany. Ada juga keputusan yang “dinaskh”oleh keputusan Lajnah Bahtsul Masail yang datang kemudian, antara lain tentang bunga bank, diperbolehkannya keluarga berencana, asuransi jiwa dan transplantasi organ tubuh. Terkait dengan hal ini, keputusan Lajnah Bahtsul Masail juga terkonsentrasi pada mazhab Syafi,i, dan ada beberapa hasil keputusan yang tidak dipatuhi, antara lain mengenai hukum merujuk langsung pada al-Qur’an dan as-Sunnah, persyaratan pengajaran antara lawan jenis, hukum menjual padi di tangkainya, masalah bagi hasil pemeliharaan kambing, keharusan melepas binatang piaraan tatkala haji/umroh dan hukum program TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi). Mengakhiri disertasi ini penulis kemukakan rekomendasi teoritis berkaitan dengan perlunya penelitian terhadap “lembaga fatwa” yang dimiliki organisasi kemasyarakatan Islam lain yang belum diteliti, penelitian komparatif terhadap “lembaga-lembaga fatwa” yang sudah diteliti, dan penelitan lanjutan terhadap Lajnah Bahtsul Masail mengenai pelakunya, keputusan non fiqih dan bahs al-masail dalam beberapa Muktamar yang tidak/belum ditemukan dokumennya. Dikemukakan juga rekomendasi praktis berkaitan dengan perlunya ketegasan maksud al-kutub al-mu’tabarah, kejelasan aplikasi metode manhajiy, perlunya keputusan yang berwawasan empat mazhab, disebarluaskan hasil-hasil keputusan kepada warga NU dan peninjauian ulang terhadap beberapa keputan-keputusan yang disinyalir tidak valid dengan mengaplikasikan secara nyata ‘kaidah” yang popular dengan: Al muhafazah a’la al qadim al salih wa al akhadho bi aj jaded al aslah. (memelihara nilai-nilai terdahulu yang sudah baik , dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik).

Item Type: Thesis (["eprint_fieldopt_thesis_type_phd" not defined])
Additional Information: Promotor : Prof. DR. HM. Atho Mudzhar
Uncontrolled Keywords: Hukum Fiqih
Subjects: Ilmu Agama Islam
Divisions: Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Agama Islam
Depositing User: H. Zaenal Arifin, S.Sos.I., S.IPI.
Date Deposited: 07 Nov 2014 08:01
Last Modified: 07 Apr 2015 13:57
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14428

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum