PLURALISME HUKUM ISLAM: STUDI ATAS KITAB AL-MĪZĀN AL-KUBRĀ KARYA AL-SHA'RANI (1492-1565).

MIFTAHUL HUDA, NIM. 963051/S3 (2005) PLURALISME HUKUM ISLAM: STUDI ATAS KITAB AL-MĪZĀN AL-KUBRĀ KARYA AL-SHA'RANI (1492-1565). Doctoral thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (PLURALISME HUKUM ISLAM: STUDI ATAS KITAB AL-MĪZĀN AL-KUBRĀ KARYA AL-SHA'RANI (1492-1565).)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview
[img] Text (PLURALISME HUKUM ISLAM: STUDI ATAS KITAB AL-MĪZĀN AL-KUBRĀ KARYA AL-SHA'RANI (1492-1565).)
BAB II, III, IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (13MB)

Abstract

Disertasi ini disusun untuk mengkaji pokok-pokok pandangan al-Sha'rani atas fakta keragaman mazhab hukumnyang dituangkan dalam karyanya al-Mizam al-Kubra beserta konteks historisny6a dan prespektifnya hukum sebagai alat transformasi sosial. Penelitian ini penting untuk menelaah kaitan antara Hukum Islam dengan aspek estimologi dan etika yanng mendasarinya, karena menyangkut kedua hal itu, konsep Hukum Islam pada umumnya bersifat skripturalistik dalam tafsiran yang amat literal dan dogmatis, sehingga diskursus hukum sering mengawang-awang dalam "imajinasi ilmiah" para ulama, tidak bisa merespons secara memadai atas kritik-kritik ilmiah serta tidak bisa menanggapi maslah kehidupan yang berkembang. Penelitian ini juga memiliki nilai praksis karena sumbanganya dalam masalah ikhtilaf yang di berbagai tempat masih menjadi faktor disharmoni sosial di antara kaum muslimin. Untuk itu, dilakukan telaah isi (content analysis) atas karya tersebut serta karya al-sha'rani lainya, agar ditemukan ide-ide kuncinya lalu disusun menjadi bangunan pemikiran yang utuh. Telaah historis juga dilakukan untuk melihat relevansi ide-idenya itu dengan semangat jaman. Penelitiaan ini menggunakan metode historis, deskriptif dan analisis-sintesis. Dengan metode historis diketahui bahwa pemikiran al-Sha'rani memiliki korelasi dengan dinamika perjalanan hidup al-Sha'rani sendiri yang berliku-liku dan situasi masyarakat saat ini. Dengan metode deskriptif pemikiran al-Sha'rani dapat "diringkas" ke dalam empat kata kunci, yakni: keadilan dan kasih sayang Tuhan (sebagai pijakan teologis), harmoni sosial (sebagai visi sosial), realisme-pragmatis (sebagai model pendekatan aplikatif) dan personalisme (sebagai orientasi pengembangan moral-relegius). Dan melalui metode analisis-sintesis, pemikiran al-Sha'rani dikritik dengan ide-ide tandingan dan dinamika kehidupan umat, guna melakukan pendalaman dan penajaman konsep. Melalui karyanya tersebut, al-Sha'rani berupaya menawarkan solusi alternatif atas maslah keragamaan mazhab, yang secara garis besar terumuskan dalam butir-butir pemikiran sebagai berikut: Pertama, secara telogis, fakta keragaman mazhab justru harus dipandang positif sebagai takdir terbaik bagi umat ini. Kedua, secara religio-epistemologis, semua pendapat (mazhab) hukum yang disimpulkan via semua sistem episteme (yakni nalar bayani, burhani, dan irfani) harus diterima, karena semuanya bersumber dari mata air syariat yang pertama ('ain al-shari'a al-ula). Ketiga, dalam aplikasinya, semua aturan syariat selalu terbagi dalam penjejangan dari tashdid sehingga takhfif, yang mengikat secara kontekstual berdsarkan relevansinya dengan realitas kehidupan. Keempat, pada prinsipnya aturan syariat berlaku secara personal . Dalam hal ini, kategorisasi perbuatan manusia ke dalam al-ahkam al-khamsa sesungguhnya lenih berhubungan dengan "sensitivitas moral" dalam situasi konkrit dari pada pemahamaan genral melalui analisis deduktif (istinbat) atas teks-teks keagamaan. Lewat ide-ide tersebut , al-Sha'rani ingin mereorintasi pemikiran hukum dari pola yang lebih menekankan formalitas ke spririt religio-maralnya, dari keberagamaan komunal menuju kesadaran individual, dari pandangan hukkum yang statis kepada yang dinamis; dari ide kebenaran yang eksklusif dan elitis menjadi inklusif dan populis, dari katatnya ikatan terhadap mazzhab kepada fajar kebebasan serta dari rumitnya pernik-pernik formalitas yang argumennya masih detable ke hal yang lebih subtansial, dimana status hukumanya telah jelas. Dalam situasi umat dewasa ini, pemikiran al-Sha'rani memiliki relvansi sendir karena: Pertama, al-Sha'rani telah membangun "payung teologis" bagi seluruh umat Islam, sehingga mereka bisa mengikuti mazhab yang mana pun dengan ketenangan hati diseratai keyakinan bahwa mereka semua berada di atas kebenaran. Kedua, prinsip realisme-pragmatis yang digunakan akan membawa implikasi ganda yang penting; yaitu dorongan pengembangan teori hukum yang berlaku adalah yang paling sesuai dengan realitas kehidupan. Ketiga, idenya yang lebih berorientasi pada pengembangan karakter individu sangat relevan di tengah trend melemahnya kontrol sosial serta menguatnya tuntutan otonomi moral individu (termasuk dalam aspek keagamaan). Namun terhadp pemikiran al-Sha'rani tersebut juga dapat diajukan sejumlah kritik: pertama, aplikasi hukum yang sepenuhnya mengandalkan kesadaran moral individu hanya cocok jika setiap orang memiliki kesadaran untuk mematuhinya. Tanpa kesadaran itu, adannya konsep hukum yang beragama justru bisa menimbulkan "anarki" dan kebingungan, terutama bagi masyarakat awam. Kedua, pemikirannya itu belum menampilkanvisi transformatif pembentukan tatanan sosial yang dicita-citakan. Tanpa visi dan pesan untuk mewujudkannya, pemikiran al-Sha'rani yang sangat akomodatif terhadap berbagai pendapat muda diperalat untuk membela kemapanan (status quo) atau dijadikan legitimasi atas pilihan hukum yang tidak didasarkan pada keluhuran moral melainkan pada selera dan hawa nafsu. Ketiga, dalam realita, kategorisasi hukum berdasarkan prinsip martaba mizam ternyata tidak terlalu mudah, karena dalam banyak kasus, hal ini tergantung pada situasi dan sudut pandang yang digunakan. Dari refleksi terhadap pemikiran al-Sha'rani dapat dikemukakan sebuah perspektif mengenai urgensi sebuah Fikih Transformasi, yang memiliki elemen dasar sabagai berikut: Pertama, pengembangan konsep hukum (fikih) harus selalu bertolak dari visi sosio-moralnya yang utama agar setiap konsep hukum senantiasa memiliki landasan Etika yang kokoh sejalan dengan tujuan umum (al-maqosid al-"amma) hukum syariat Kedua, dalam pengembangan pemikiran hukum harus selalu dibuka kemungkinan terjadinya keragaman pandangan, baik dalamsubstansi maupun metodologinya dan keragaman pendapat itu harus dikelola dalam semangat menemukan solusi terbaik atas masalah yang dihadapi umat serta mendorong proses transformasi ke arah visi sosial yang dicita-citakan. Ketiga, startifikasi ketentuan hukum dan penerapannya seharusnya tidak hanya dilihat dari tingkat kesulitan dalam menjalankanya, tapi lebih pada kedekatanya dengan visi idealnya. Keempat, implementasi hukum seharusnya tidak bertolak dari pembinaan moral keagamaan personal dangan pendekatan kasus per kasus melainkan lewat pendekatan komprehensif multi aspek termasuk dengan penciptaan suasana yang kondusif bagi terlaksananya aturan hukum pada tingkat individu. Kelima, implementasi hukum syariat, perlu memperhatikan pentingnya institusi publik yang baik dan dapat bekerja efektif. Hal itu karena jika berpegang secara ekstrem pada prinsip otonomi individu dalam segala aspek, maka di samping banyak kepentingan publik yang tidak terlindungi, hukum akan cenderung berubah setatusnya hanya sebagai imbauan moral yang tidak memiliki "daya paksa" (law enforcement). Akibatnya, hukum tidak bisa memainkan secara efektif peranya yang strategis sebagai instrumen sosial untuk mengawal kebebasan individu, menjaga ketertiban (dalam interaksi) sosial dan sebagai alat rekayasa sosial.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Additional Information: Promotor : Prof. Dr. H. M. Atho Mudzar
Uncontrolled Keywords: Pluralisme hukum, al-mīzān al-kubrā
Subjects: Ilmu Agama Islam
Divisions: Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Agama Islam
Depositing User: H. Zaenal Arifin, S.Sos.I., S.IPI.
Date Deposited: 11 Nov 2014 08:45
Last Modified: 08 Apr 2015 09:51
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14474

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum