TIBYAN FI MA’RIFAT AL ADYAN (SUNTINGAN TEKS, KARYA INTELEKTUAL MUSLIM, DAN KARYA SEJARAH AGAMA AGAMA ABAD KE-17.

ALEF THERIA WASIM, NIM. 83013/S-3 (1996) TIBYAN FI MA’RIFAT AL ADYAN (SUNTINGAN TEKS, KARYA INTELEKTUAL MUSLIM, DAN KARYA SEJARAH AGAMA AGAMA ABAD KE-17. Skripsi thesis, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA.

[img]
Preview
Text (TIBYAN FI MA’RIFAT AL ADYAN (SUNTINGAN TEKS, KARYA INTELEKTUAL MUSLIM, DAN KARYA SEJARAH AGAMA AGAMA ABAD KE-17)
BAB I, VI, DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (4MB) | Preview
[img] Text (TIBYAN FI MA’RIFAT AL ADYAN (SUNTINGAN TEKS, KARYA INTELEKTUAL MUSLIM, DAN KARYA SEJARAH AGAMA AGAMA ABAD KE-17.)
BAB II, III, IV, V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (23MB)

Abstract

Disertasi ini mengambil objek salah satu karya sastra abad ke-17 yang berjudul Tibyan fi Ma’rifat al Adyan. Karya ini ditulis oleh Nuruddin selaku penasihat dan atas perintah Sultanah Safiatuddin Syah. Nuruddin adalah ulama besar pada masanya dengan latar belakang lingkungan yang sangat luas: India tempat ia dilahirkan, Mekkah tempat ia tumbuh, dewasa, memperoleh pendidikan, dan memperdalam ilmu pengetahuan, dan, Melayu serta Aceh tempat ia menjadi matang, melakukan darma bakti dan mengajarkan ilmunya. Sebagai akibat berkembangnya dan tersebarnya agama Islam, dunia Islam dari segi geo-politis dan pemahaman serta penghayatan keagamaan dapat dikatakan terpilah-pilah. Nuruddin hidup dalam suatu masyarakat yang pluralis, baik dalam agama, etnis, budaya, pemikiran, maupun dalam pengalaman serta penghayatan keagamaan. Beberapa karya pemikiran dan penghayatan keagamaan dari intelektual muslim telah muncul di India sebelum abad ke-17. Pemikiran, pengalaman, dan penghayatan keagamaan dimaksud diduga ada kaitannya dengan pandangan dan pemikiran keagamaan dalam Tibyan fi Ma’rifat al Adyan. Nuruddin belajar dari berbagai ulama Mekah. Dengan sendirinya ia hidup dalam jaringan ulama-ulama besar yang berasal dari berbagai negara, termasuk India, Melayu dan Indonesia (Jawi). Sebelum datang di Aceh ia telah mengenal masyarakat Melayu atau Jawi di koloni-koloni yang ada di Mekah. Di India, ia hidup dalam lingkungan masyarakat yang pluralis. India merupakan wilayahtumbuh dan semaraknya sekte-sekte keagamaan yang bervarian; diantaranya agama yang tergolong primitif (animisme, dinamisme, magis), agama dualis(majusi, zoroaster), agama-agama etnis, dan agama yang dianut pada masanya (Buddha, Hindu, Yahudi, Kristen dan Islam). Ketika ia belajar di Mekah, banyak ulama dari berbagai negara yang mengajar berbagai ilmu menurut keahlian masing-masing. Karena itu, pluralitas pemahaman, pengalaman, dan penghayatan keagamaan, didapatinya di Mekah. Pada waktu ia berada di Aceh, terjadi ketegangan antara beberapa pemahaman dan penghayatan agama Islam.Ini menunjukkan adanya pluralitas dalam pemahaman dan penghayatan keagamaan Islam di Aceh. Tibyan yang dijadikan objek penelitian disertasi, lahir dalam situasi yang sedemikian. Penelitian disertasi ini bersifat deskriptif-analisis, mendeskripsikan dan mengungkapkan pemikiran dan pandangan Nuruddin tentang agama-agama yang terekspresikan dalam karyanya. Adapun sifat data penelitian berupa naskah dan teks karena Tibyan merupakan dokumen tulisan tangan. Dengan mempertimbangkan sifat data dalam penelitian, akan dilakukan pendekatan filologis dan historis-kritis. Pertama-tama yang dilakukan adalah mencari koleksi naskah yang ada di berbagai tempat penyimpanan naskah, diantaranya: di negeri Belanda, Perancis, Inggris, Kuala Lumpur dan Aceh. Sebagai hasil perbandingan terseleksi tiga naskah yang dipandang lengkap dan utuh, dilihat dari jumlah halaman yang lengkap, teks yang terbaca, dan tidak tetlalu banyak cacat dan korup, dengan mengambil standard naskah Leiden, Cod. Or. 3291. Naskah-naskah Amsterdam, Breda, dan Kuala Lumpur, hanya memuat sebagian kecil saja dari teks. Naskah Aceh tidak lengkap karena beberapa halaman hilang dan rusak. Naskah London selain terdapat dua bentuk dan gaya tulisan, babian pokok pikiran penulisannya hilang. Naskah Leiden Cod. Or. 3291 dipandang lebih lengkap dan utuh; karena itu dipilih sebagai naskah yang dijadikan objek penelitian. Mengingat teks naskah Tibyan memuat pernyataan pandangan dan pemikiran penulisnya, dalam penelitian ini selain digunakan pendekatan filologis juga digunakan pendekatan historis-kritis. Peristiwa yang terjadi dalam lingkungan hidup penulis naskah dipandang sebagai latar bagi pemikiran dan pandangannya tentang agama-agama, dan pernyataan dimaksud dipandang sebagai kritik sejarah dalam lingkungan Mekah-India-Melayu (Aceh). Disadari, bahwa dalam Tibyan, ada pengungkapan kata dan kalimat yang ambigu. Untuk itu, walaupun memanfaatkan bantuan kamus, leksikografi, dan kamus istilah teknis, tetap disadari bahwa ketiganya ini membantu hanya salah satunya saja dari kemungkinan artian yang dimaksud penulisnya. Tibyan merekam sekalian arti. Perlu diraih, bahwa kata-kata yang yang termuat dalam Tibyan memperlihatkan tata makna yang sebenarnya, sehingga dari situ dapat dimengerti agama-agama dalam sejarah. Dimaksud dengan kritik dalam penelitian ini adalah mengikuti pemikiran Nuruddin; dengan demikian dapat ditemukan perkembangan intelektualnya yang berlatar religi dan sosial-budaya. Pemahaman ide dan pemikirannya dalam penelitian inidiupayakan dengan seobjektif mungkin dan pemerkosaan pemahaman akan dijauhi sehingga penilaian subjektif dapat dihindari. Mengingat struktur ruang dan waktu, maka dalam pendeskripsian Tibyan, koloni-koloni Mekah-India-Melayu abad ke-17 diberi perhatian. Dalam koloni dimaksud, sampai dengan waktu itu, lahir beberapa sastra kitab yang memuat fikih, usul fikih, hadis, tafsir, kalam, dan tasawuf. Namun, Tibyan memiliki kekhasan, beda dari kelaziman, karena memuat informasi yang sangat kaya, bahkan tentang agama-agama dengan sekte-sektenya yang pernah ada. Cara penjelasannya, bukan hanya berangkat dari sumber ajaran yang tercantum dalam kitab suci saja, akan tetapi juga berangkat dari kenyataan yang benar-benar ada dalam masyarakat beragama yang merupakan realitas fenomenal. Nuruddin dibesarkan, tumbuh, berkembang menjadi dewasa dan matang dalam lingkungan utama pertemuan ulama-ulama Asia. Tibyan merupakan karya puncak waktu ia mengalami aktualisasi-diri, rasa harga diri, dan afeksi, yang tidak terpisahkan dari situasi politis. Dalam peaknya ini, sistem keagamaan dipandangnya sama dan keragaman dalam satu agama dengan yang lain dijelaskan dengan berdasarkan struktur ruang, struktur waktu, dan dengan mempertimbangkan sisi budaya. Penghayatan keagamaan dijelaskan dengan fenomena budaya dan psikologis serta dengan penjelasan pluralitas agama yang cukup objektif. Sebagai suatu lingkungan maritim, Aceh bersifat terbuka baik dalam bidang ekonomi, politis, sosial maupun budaya, termasuk ide dan pemikiran keagamaan. Sangat mungkin bahwa Aceh dengan kondisi pluralis sering terganggu dan membawa kepada ketidakstabilan. Apalagi dalam lingkungan masyarakat beragama sendiri terdapat perbedaan pemahaman ajaran Islam yang sempat membawa konflik keagamaan. Maka wajar bilamana Sultanah Safiatuddin Syah selaku penguasa tertinggi memerlukan informasi tentang agama-agama dengan berbagai sektenya, dan memerintahkan penasihatnya menulis kitab Tibyan fi Ma’rifat al Adyan. Tibyan merupakan karya puncak Nuruddin, namun bukannya berarti yang terakhir ditulis di Aceh; sebab ia masih menyebut-nyebut Tibyan dalam karyanya yang lain, yaitu Ma’ al Hayat li Ahl al Mamat dan Jawahir al ‘Ulum fi Kashf al Ma’lum. Disertasi ini menemukan pandangan Nuruddin yang cukup unik tentang agama-agama dan ada visi teologis sebagai sintesis baru yang cukup modest terhadap sekratian yang ada waktu itu. Dalam melakukan pembahasan, ia menggunakan metode eksposisif demonstratif; bukannya metode elenktis dan juga bukan apologis. Artinya, dalam menjelaskan agama-agama ia berupaya memaparkannya secara gamblang sehingga dapat dimengerti mengapa ada perbedaan dan mengapa ada persamaan di dalamnya. Ini dilakukan selain dengan berangkat dari ajaran keagamaan juga dengan memperhatikan realitas fenomenal. Tidak apologis karena tidak karena diserang. Tidak elenktis karena tidak hanya menunjukkan kesalahan-kesalahan saja. Tibyan bukan suatu karya karya apologis dan bukan karya elenktis. Dibanding dengan keduanya, cara eksposisif lebih lunak dan akomodatif. Is berupaya mendeskripsikan yang ada, melakukan analisis perbandingan teologis, kritik filosofis, dan analisis psikologis sufis. Ia juga menawarkan pilihan yang bersifat modest. Pembahasan tentang agama-agama dilakukannya dengan pendekatan historis evolutif-spiralis dan metode teologis komparatif. Dengan menerapkan metode perbandingan, bukannya mempersempit bahkan sebaliknya memperluas cakupan dan wawasan; sebab dilakukannya dalam intraagama dan antaragama. Dengan demikian, pendengar dan pembacanya akan memiliki penjelasan yang kaya. Tibyan mempunyai makna sebagai karya sejarah agama-agama. Ini mendukung pemahaman bahwa kalau dalam studi agama-agama di Barat, ilmu perbandingan agama berkembang. Di dunia Timur, dasar perbandingan agama diletakkan oleh Ibn Hazm, al Shahrastani, al Baghdadi dan al Biruni, sedangkan di Melayu, dasar-dasar perbandingan agama diletakkan oleh Nuruddin al Raniri abad ke-17, tepatnya di Aceh. Karya ini merupakan karya informatif mengenai agama-agama yang disusun dalam bahasa Melayu dan ditulis dengan huruf Jawi, pada waktu terjemahan karya sejarah agama-agama atau perbandingan agama dalam bahasa Melayu belum ada. Di dunia Melayu, Tibyan dengan pendekatan dan metode pembahasan agama-agama primitif, agama kuna, dan agama-agama abad pertengahan, belum memanfaatkan disiplin-disiplin lain sebagai ilmu bantu, namun mampu memuat penjelasan yang kaya dan cukup objektif; walaupun melihat agama-agama yang ada sampai dengan abad ke-17 lebih cenderung secara skriptual. Tibyan disusun sebelum ilmu-ilmu sosial digunakan untuk melakukan analisis di dunia Islam. Dengan sendirinya, bersifat normatif sebagaimana lazimnya pembahasan teologis dan filosofis. Tibyan juga memperhatikan sisi sufis sehingga tetap berada dalam agama; tanpa sisi mistis dan sufis, agama hanya merupakan suatu ideologi. Pendekatan yang bersifat normatif yang dilakukan di abad ke-17 memberi pengertian bahwa ilmu agama tidak hanya bersifat rasional sebab memperhatikan aspek kewahyuan yang dipandang sebagai “kebenaran mutlak”. Walaupun ada kesan sikap kurang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru namun memberi kesan bahwa doktrin keagamaan perlu dimasukkan dalam kajian dan studi keagamaan. Adalah suatu hal yang wajar apabila ia berkeyakinan bahwa agamanyalah yang paling benar. Oleh karena itu, ia ingin mengkomunikasikannya kepada para pendengar dan pembaca karyanya. Bahwa “pembahasan studi agama-agama yang menerangkan agama Islam” sudah terdapat di Indonesia abad ke-17, memberi pemahaman pengkajian sastra kitab abad-abad awal akan dapat merekonstruksi sejarah baru tentang Islam di Indonesia, yang selama ini sejarah Islam banyak bersumber dari sejarah kolonial. Sejarah Islam Indonesia dari sumber kolonial sering dikaitkan dengan benteng, serangan, dan perlawanan. Dipahaminya makna sastra kitab pada masa awal Islam di Indonesia akan membuka wawasan pemahaman baru tentang Islam Indonesia sebagaimana terekspresikan dalam berbagai karya awal yang masih merupakan dokumen-dokumen berupa manuskrip-manuskrip. Karya dalam bidang keagamaan dimaksud, diantaranya menyangkut ide, pemikiran, pendidikan, sosial, politik, hukum, budaya, dan bukan mustahil dalam ekonomi. Tibyan fi Ma’rifat al Adyan memiliki arti dan makna tersendiri. Maka bagi teks bagi naskah itu sendiri, bagi pendengar dan pembacanya, bagi Nuruddin sendiri, makna teologis, dan makna bagi ilmu agama. Juga makna bagi dakwah. Makna bagi teks dan naskahnya, bahwa teks yang dijadikan acuan penelitian cukup utuh dan lengkap; artinya, jumlah halaman utuh dan terbaca dari awal sampai akhir. Dari sisi muatan informasi keagamaan mencakup historisnya agama-agama, pemikiran keagamaan teologis dan filosofis, dan pengalaman dan penghayatan eksperiensiel sufis. Kalau teks Cod.Or. 3291 mengekspresikan kritik yang keras, maka naskah Aceh lebih lembut dan lunak. Teks Aceh cenderung ada penghalusan sikap oleh penyalinnya. Dari struktur ruang dan waktu, masing-masing teks memiliki pemaknaan tersendiri. Situasi penyalinan naskah Aceh sudah tidak dipenuhi konflik tajam. Beda dari situasi dan kondisi penulisan dan penyalinan naskah Cod. Or. 3291 yang cenderung menggambarkan adanya pertentangan tajam yang dianggap membahayakan penghayatan agama dan mengganggu stabilitas pemerintahan. Teks London disalin oleh lebih dari satu orang. Diduga kuat, penyalin-penyalinnya ingin melakukan sinkretisasi, sehingga walaupun dalam situasi ada pertentangan namun ada upaya mempertemukan. Adapun facsimile Cod. Or. 3291 terbitan P. Voorhoeve yang selama ini dipandang sama persis dengan Cod. Or. 3291, telah mengalami pengubahan; baik pengurangan, penambahan, maupun penghapusan. Makna teks dan naskah bagi pendengarnya dan pembacanya, bahwa Tibyan disusun atas perintah penguasa tertinggi Aceh dan diduga merupakan penjelasan yang mewakili penguasa untuk menjelaskan adanya sekte-sekte yang hidup di Aceh waktu itu; dengan demikian pembacanya dengan jelas mengetahui perbedaan dan persamaan, dan mampu mengetahui kebenaran yang dipandang “haqq” oleh pemerintah, di samping mampu mempertahankan kebenaran keyakinan yang telah mereka anut. Hal ini telah memperlancar arus komunikasi penyebaran agama Islam. Dengan teks yang disusun dalam bahasa Melayu dan huruf Jawi, diharapkan dapat dimengerti oleh kalangan luas. Bukan hanya masyarakat Aceh saja, akan tetapi masyarakat yang berbahasa Melayu baik dalam dunia Melayu sendiri maupun lingkungan Mekah dan India, sekaligus dapat menciptakan ketenangan dan meniadakan kebingungan masyarakat awam. Dengan demikian, teks memiliki arti dan makna bagi pendengar dan pembacanya; mereka akan mendapatkan informasi tentang kebenaran dengan pandangan dan wawasan yang luas. Makna teks bagi Nuruddin sendiri, Tibyan menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan luas tentang agama-agama yang ada sehingga dengan pengetahuan luas tersebut ia mampu memberikan penjelasan dan beberapa kritik. Di samping itu, Tibyan menunjukkan bahwa ia bertanggungjawab dan cukup modern. Ia juga mampu mendudukkan rentetan sejarah agama-agama sebagai evolusi perspektif (evolusi istikmal) yang disesuaikan dengan ruang dan waktu. Kemampuan tersebut karena lingkungan pergaulannya yang luas, yaitu dunia Islam dan dunia Melayu, dan lingkungan pergaulan dalam jaringan ulama dunia yang ada dalam lingkungan koloni-koloni di Mekah. Pendekatan dan metode yang dilakukan menunjukkan keorisinilan pemikirannya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat beragama untuk memberikan penjelasan tentang agama-agama. Arti dan makna teologis Tibyan, bahwa karya ini membahas teologi Islam dengan menggunakan pendekatan perbandingan teologis dari berbagai sekte dalam Islam. Tibyan memberikan penilaian dan penjelasan tentang teologi masing-masing sekte dan melakukan kritik, walaupun kadang-kadang mengemukakan visi teologi sendiri. Yang dilakukan oleh Nuruddin tersebut merupakan hal baru di Indonesia pada abad itu dan mungkin merupakan baru satu-satunya karya pendekatan perbandingan teologis/agama waktu itu. Timbulnya sekte dalam agama merupakan pertumbuhan dan perkembangan pemahaman agama. Kemampuan akal manusia dalam memahami fenomena keagamaan menimbulkan keragaman pemahaman dan penghayatan, kemudian melembaga dan menjadi sekte-sekte. Pertumbuhan dan perkembangan budaya mendorong timbulnya sekte-sekte dalam agama. Arti dan makna bagi ilmu agama, bahwa dengan Tibyan ia menjelaskan sejarah agama-agama dengan berbagai sektenya sejak Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad SAW. Penjelasan dimaksud termasuk agama dan berbagai sekte Yahudi, Kristiani, dan Islam. Penjelasan tentang kedudukan agama Islam dalam sikuen sejarah agama-agama, merupakan karya studi agama-agama yang lengkap pada waktu itu. Pendekatan yang dilakukan walaupun bersumber dari al-Qur’an, tanpa meninggalkan realitas sejarah agama-agama yang bersifat lokal, regional, dan yang populer. Pendekatan yang ditempuhnya juga masih lazim dilakukan oleh ahli sejarah agama-agama dewasa ini. Dapat dikatakan bahwa ia adalah perintis atau peletak dasar bagi studi agama-agama atau perbandingan agama di Indonesia.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Kata kunci: Studi Perbandingan Agama di Indonesia, Nuruddin ar Raniri, Tibyan fi Ma’rifat al Adyan, Kajian Kitab Islam Klasik.
Subjects: Ilmu Agama Islam
Divisions: Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Agama Islam
Depositing User: Miftahul Ulum [IT Staff]
Date Deposited: 17 Nov 2014 14:56
Last Modified: 07 Apr 2015 10:40
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/14557

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum