PERGUMULAN ISLAM NORMATIF DENGAN BUDAYA LOKAL TELAAH TERHADAP NASKAH ASMARAKANDI

M. JANDRA , NIM. 993149 (2007) PERGUMULAN ISLAM NORMATIF DENGAN BUDAYA LOKAL TELAAH TERHADAP NASKAH ASMARAKANDI. Doctoral thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (PERGUMULAN ISLAM NORMATIF DENGAN BUDAYA LOKAL TELAAH TERHADAP NASKAH ASMARAKANDI)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (5MB) | Preview
[img] Text (PERGUMULAN ISLAM NORMATIF DENGAN BUDAYA LOKAL TELAAH TERHADAP NASKAH ASMARAKANDI)
BAB II, III, IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (13MB)

Abstract

Karya tulis ini dimaksudkan untuk memaparkan proses Islamisasi di Jawa melalui naskah Asmarakandi sebagai sarana sekaligus sebagai substansi. Alasan dipilihnya kitab ini kitab ini sebagai objek kajian adalah 1. Setelah Islam masuk ke Jawa pandangan hidup mereka dipengaruhi oleh Islam. Ini berarti Islam mereka terima dengan tangan terbuka tanpa gejolak walaupun dalam realitasnya Islam belum diterima sepenuhnya. 2. Bersamaan dengan proses islamisasi di Jawa terjadi perubahan struktur kekuasaan sehingga Islam menjadi tiang pendukungnya dan lembaga-lembaga lokal, yaitu Kraton dan pesantren terlibat. Selanjutnya berkembang tulis baca dan sastra budaya-agama terutama bahasa Arab sehingga melahirkan naskah Jawa tertua yaitu Naskah Bonang dan Asmarakandi. 3. Naskah Asmarakandi merupakan kumpulan beberapa naskah dan yang pertama adalah Al Aqidah atau masail karya Abu Laits As-Samarkand pengembang mazhab Hanafi, naskah ini adalah salah satu teks agama yang paling populer di Jawa sejak masa kerajaan Demak. 4. Naskah Asmarakandi digunakan pada masa peralihan Majapahit ke Demak dan berkaitan dengan penyiaran Islam, kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa semi kuno yang kalimatnya didekatkan pada sensivitas bahasa Arab, kalimat yang berfungsi sebagai subjek, ditandai “kang” kata sifat ditandai dengan “kang bongso” dan lain-lain penanda khusus yang kalau ditinjau dari segi artinya di dalam bahasa Jawa tidak sesuai dan terasa janggal. Hal ini menimbulkan pertanyaan 1. Bagaimana bentuk Islam yang terkandung dalam naskah Asmarakandi 2. Bagaimana kondisi objektif naskah Asmarakandi dan bagaimana sejarah penulisannya, siapa sesungguhnya Abu Laits? 3. Mengapa Asmarakandi dengan bagian pertamanya karya Abu Laits cocok di kalangan masyarakat Jawa dan pesantren yang bermazhab Syafi’i? 4. Bagaimana bentuk pertautan Islam dengan budaya Jawa dalam naskah? Penelitian ini berada dalam lingkup Kajian Budaya dengan pendekatan multidisiplin. Penelitian naskah dilakukan dengan metode filologi. Hasilnya diarahkan menjadi sebuah kajian antropologis untuk mengetahui bagaimana sebuah pokok ajaran Islam diterapkan dalam masyarakat Jawa dan bagaimana sebuah ajaran baru dapat bertaut dengan budaya lokal.Untuk hal ini, kemudian dibutuhkan data-data historis yang bersifat diskursif terhadap realitas sejarah sebuah masyarakat. Peran historis naskah Asmarakandi dalam masyarakat Jawa ini kemudian membutuhkan suatu telaah kebudayaan yang didalamnya terdapat kajian kebahasaan. Kajian kebahasaan secara diskursif bertujuan untuk melihat pola-pola penafsiran atau penyikapan masyarakat atau subyek kebudayaan berelasi dengan teks yang ada di luar lingkungan budayanya atau sesuatu yang baru dan asing. Telaah kebudayaan malalui kajian kebahasaan secara diskursif inilah yang kemudian menghasilkan temuan-temuan ilmiah atas penelitian terhadap naskah Asmarakandi. Dalam hal ini fokus penulisan terhadap perubahan atas penafsiran tersebut mencakup tinjauan mengenai, bagaiman karya Abu Laits ditransformasikan ke dalam bahasa Jawa dan kemudian berubah menjadi Kitab Asmarakandi, bagaimana pokok-pokok ajaran Islam menjadi sebuah produk budaya sehingga norma Islam berterima secara kontekstual dalam realitas budaya Jawa. Dalam karya tulis ini diperoleh temuan bahwa Islamisasi di Jawa berkenaan dengan beberapa unsur pokok budaya Jawa, yakni bahasa dan religi yang kemudian menghasilkan corak Islam Jawa, konsep-konsep penyebaran agama Islam yang dijalankan dalam cara damai sehingga terbuka pertautan budaya dengan melibatkan pendukung kebudayaan Jawa sebagai subjek perubahan, secara rinci dapat disebutkan sebagai berikut. 1. Islamisasi di Jawa dilakukan dengan memanfaatkan budaya lokal sebagai media dan tempat berkembangnya sebuah agama baru dalam kebudayaan tersebut, yakni Islam. Pemanfaatan ini memperlihatkan wajah Islam yang damai karena dikembangkan di Jawa untuk dapat bertaut sepenuhnya dengan budaya lokal. Pertautan inipun kemudian menghasilkan sifat-sifat Islam di Jawa yang terbuka terhadap pengaruh budaya lokal dan terbuka pula untuk mengislamkan budaya lokal tersebut melalui praktik-praktik budaya oleh penganut Islam di Jawa. 2. Pemberian nama dengan judul Asmarakandi diambil dari bagian pertama naskah. Naskah Asmarakandi disalin-salin sejak Kerajaan Demak dan tersebar di pesantren-pesantren. Naskah ini berperan sebagai katalisator atau pemicu berlangsungnya pertautan budaya antara Islam dan Jawa telah menghasilkan produk-produk budaya yang bersifat transformatif antara Islam dan Jawa, yakni lahirnya pesantren sebagai lembaga kaderisasi dan pendidikan. Penggunaan bahasa dalam naskah Asmarakandi yang meramu bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar dan mengadopsi beberapa unsur bahasa Arab menandai bahasa Jawa cukup akomodatif dalam menampung gagasan keislaman yang tidak mampu ditampung dalam bahasa Jawa. 3. Dalam Islamisasi di Jawa, terjadi pula pergeseran mazhab dari Hanafi yang dianut oleh Abu Laits dan beberapa komunitas kecil Islam di Jawa menjadi mazhab Syafi’i setelah Islam memperolah legitimasi kultural dan politis. Karya Abu Laits cocok untuk masyarakat Jawa karena sederhana dan mudah dipahami serta dalam hal akidah tidak menjadikan konflik karena masih dalam lingkup akidah ahlussunnah waljamaah. Pergeseran ini bukan saja karena legitimasi-legitimasi tersebut, akan tetapi dalam struktur budaya Jawa ketika Islam pertama kali diperkenalkan, secara fikih dan sosiologis, tidak tersedia perangkat hukum yang disyaratkan untuk menerapkan mazhab Hanafi. 4. Islamisasi di Jawa memperlihatkan suatu pertautan antara agama dan budaya yang tidak satupun dari keduanya saling mengalahkan, akan tetapi saling mengisi sehingga terciptalah suatu masyarakat baru, yakni masyarakat yang secara kultural adalah Jawa sedangkan secara teologis Islam , yakni sebuah masyarakat yang berhasil menyatukan Islam dengan konteks lokalnya. 5. Atas terjadinya pertautan dan terciptanya berbagai karakteristik Islam di Jawa, terjadi pula penyebaran naskah Asmarakandi ke dalam teks kesusastraan Jawa, yakni Serat Sittin dan Serat Bustam. Hal yang kemudian menjadi semangat spiritual dalam kajian ini adalah kehadiran agama ditentukan oleh bagaimana ia berhasil dipertautkan dengan realitas budaya sebuah masyarakat. Ajaran keagamaan mesti dilihat sebagai upaya manusia memahami norma-norma yang bermula dari realitas ilahiah menjadi realitas manusiawi.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Additional Information: Promotor: Prof. Dr. H. Musa Asy’arie
Uncontrolled Keywords: Islam Normatif,Budaya Lokal
Subjects: Ilmu Agama Islam
Divisions: Pascasarjana > Disertasi > Ilmu Agama Islam
Depositing User: H. Zaenal Arifin, S.Sos.I., S.IPI.
Date Deposited: 09 Dec 2014 10:45
Last Modified: 09 Apr 2015 09:36
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15077

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum