EPISTEMOLOGI MUHAMMAD TAQI MISHBAH YAZDI

M. ALFAN SIDIK , NIM.1220510028 (2014) EPISTEMOLOGI MUHAMMAD TAQI MISHBAH YAZDI. Masters thesis, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA.

[img]
Preview
Text (EPISTEMOLOGI MUHAMMAD TAQI MISHBAH YAZDI)
1220510028_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf

Download (1MB) | Preview
[img] Text (EPISTEMOLOGI MUHAMMAD TAQI MISHBAH YAZDI)
1220510028_bab-ii_sampai_sebelum-bab-terakhir.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB)

Abstract

Penelitian ini membahas epistemologi Muhammad Taqi Mishbah Yazdi dan bagaimana kontribusinya bagi pemikiran modern, Epistemologi dinilai penting karena dalam sejarahnya, epistemologi tidak pernah terlepas dari respon atas berkembangnya skeptisisme, Kompleksitas modernisme melahirkan berbagai masalah-maslah tentang skeptisisme, termasuk fundamentalisme dan ateisme, manusia cenderung memasuki antara dua ektrem antara menyingkirkan nalar, atau mengakui hanya nalar. Salah satu untuk mengatasi masalah ini adalah dengan epistemologi. Mishbah Yazdi merupakan filosof Iran Kontemporer Mishbah Yazdi hidup pada saat tiga mazhab besar filsafat Islam, Peripatetik (masysya῾i) dari Ibn Sina, illuminasi (Isyrāqῑ)) dari Suhrawardi, dan Hikmah al-Muta’āliyyah dari Mulla Sadra, telah mencapai titik kulminasinya. Karya-karya referensial dan interpretatrif tiga aliran yang memenuhi rak-rak semua perpustakaan hawzāh ‘ilmiyyah Qom. Hal ini memeberikan kesempatan pada Mishbah Yazdi untuk melakukan komparasi, kompilasi dan elaborasi, yang pada akhirnya membuatnya mampu menghadirkan gagasan-gagasan filsafat yang kreatif dan kritis.Oleh karena itu, pandangan-pandangan filsafat Mishbah Yazdi mencerminkan sosok rasionalis yang sangat berani mendobrak tradisi pemikiran filsafat para filosof sebelumnya yang menurutntya telah menjadi semacam postulat dan disakralkan. Penelitian ini, menggunakan teori epistemologi dari Murtadha Muthahhari dan Immanuel Kant. Menurut Murtadha Muthahhari ada hubungan antara epistemologi, pandangan dunia, ideologi, dan pengamalan. Sedangkan Immanuel Kant digunakan sebagai kerangka teori, karena Kant dikenal sebagai filosof yang melakukan sintesis antara rasionalisme dan empirisisme, ada beberapa periode dalam perjalanan pemikiran filsafat Kant, periode rasionalis kemudian periode empiris sebelum akhirnya pada periode kritis. Pada periode kritis inilah letak sintesisnya. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa; Pertama,manusia memperoleh pengetahuan memalui hudlūrῑ (tanpa perantara) dan huṣūlῑ (melalui perantara), dengan hudlūrῑ manusia memperoleh pengetahuan yang pasti, melalui huṣūlῑ manusia mempunyai intrumen berupa indera dan akal. Dalam epistemologi Mishbah Yazdi akal bukan hanya sebagai instrumen, namun juga sebagai sumber pengetahuan. pengetahuan yang bersumber dari alam disebut sebagai konsep primer (al-ma’qulāh al-‘ulā), terdiri dari konsep māhiyah, sedangan pengetahuan yang bersumber dari akal, disebut konsep sekunder (alma’qulāh al-tṡāniyah), terdiri dari konsep logika dan konsep filsafat. Pengetahuan menurut Mishbah Yazdi, terbagi juga menjadi dua yaitu: taṣawwūr (konsepsi) dan taṣdῑq (afirmasi), setiap taṣdῑq pasti sebelumnya merupakan taṣawwūr, mustahil ada taṣdῑq tanpa sebelumnya taṣawwūr. Pertama: melalui pengetahuan taṣawwūr diperoleh melalui konsep partikular dan konsep universal. Konsep universal ini digunakan untuk mendefiniskan suatu objek. Sekaligus konsep ini juga sebagai kritik terhadap empirisisme, bahwa konsep ini tidak berasal dari persepsi indera. Melalui pengetahuan taṣawwūr juga diperoleh konsep primer terdiri dari konsep māhiyah dan konsep sekunder yang terdiri dari konsep sekunder filsafat dan konsep sekunder logika. Dengan konsep sekunder ini manusia bisa sampai pada pengetahuan yang mandiri, karena dalam konsep ini bukan berasal dari alam melainkan dari analisis akal dan melalui tindakan perbandingan. Misalnya adalah konsep kausalitas. Kedua, Pengetahuan taṣdῑq (afirmasi) adalah menilai konsep, berarti taṣdῑq berkaitan dengan proposisi, menurut Mishbah Yazdi, dalam taṣdῑq yang berperan dan menjadi prioritas adalah akal, bahkan tidak membutuhkan pengalaman inderawi, misal: pertama dalam proposisi analitis yang konsep predikatnya sudah terkandung pada subjek. Kedua, dalam proposisi yang badῑhῑ tidak membutuhkan pada pengalaman inderawi, meskipun dalam taṣawwūr atau konsepsinya membutuhkan pancaindera. Misalnya: badῑhῑ sekunder “tembok itu putih”. Ketiga, proposisi-proposisi yang diperoleh melalui ilmu hudlūrῑ di alam mental, karena proposisi ini bersifat intuitif. Kesimpulan, kedua; Dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam era kontemporer, yang merupakan warisan dari paradoks-paradoks modern dan posmodern, berujung munculnya sikap skeptis terhadap kemodernan, termasuk skeptis terhadap kemampuan akal untuk mencari kebenaran (defaitisme postmodern). Sebagai kontribusi dari permasalahan tersebut, dasar-dasar epistemologi dalam filsafat Islam menurut Mishbah Yazdi, menawarkan adanya kemungkinan bahwa manusia mampu memperoleh pengetahuan atau kebenaran mutlak yang bisa diperoleh oleh manusia melalui akalnya. Salah satunya adalah dengan ilmu hudlūrῑ, bahwa pengetahuan itu adalah bersifat afirmatif, karena dia self evident (badῑhῑ). Serta melalui pengetahuan huṣūlῑ yakni melalui taṣawwūr dan tashdiq-nya manusia dengan peran akal-nya mampu memperoleh pengetahuan yang mandiri, yang tidak bisa didetrminasi oleh alam yang sifatnya relatif.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Pembimbing : Dr. Muhammad Anis, M.A.
Uncontrolled Keywords: Kata Kunci: epistemologi, huṣūlῑ, hudlūrῑ, taṣawwūr, taṣdῑq.
Subjects: Agama Dan Filsafat
Divisions: Pascasarjana > Thesis > Agama dan Filsafat
Depositing User: Miftahul Ulum [IT Staff]
Date Deposited: 11 Dec 2014 10:20
Last Modified: 15 Apr 2015 15:42
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15136

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum