NIKAH SIRRI MENURUT PANDANGAN TOKOH NU, MUHAMMADIYYAH DAN HTI DI YOGYAKARTA

KHARIS MUDAKIR, NIM 1220310108 (2015) NIKAH SIRRI MENURUT PANDANGAN TOKOH NU, MUHAMMADIYYAH DAN HTI DI YOGYAKARTA. Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA.

[img]
Preview
Text (NIKAH SIRRI MENURUT PANDANGAN TOKOH NU, MUHAMMADIYYAH DAN HTI DI YOGYAKARTA)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (6MB) | Preview
[img] Text (NIKAH SIRRI MENURUT PANDANGAN TOKOH NU, MUHAMMADIYYAH DAN HTI DI YOGYAKARTA)
BAB II, III, IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (5MB)

Abstract

Pernikahan merupakan bagian dari ajaran Islam untuk menyalurkan hasrat seks manusia. Tatacara aturannya sudah dibuat dari Allah, tentu dengan pertimbangan perbedaan yang menyesuaikan kondisi dan situasinya. Oleh karenanya, sepanjang pernikahan itu tidak melanggar nilai-nilai ajaran Islam maka hukumnya tetap boleh saja. Kondisi Indonesia, yang ada mendekotomikan nikah sirri, yang lahir dari imbas munculnya Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Salah satu poinnya adalah menikah diharuskan mencatatkan perkawinanya. Oleh sabab itu, karena lahirnya akhir ketimbang hukum sebelumnya, ormas-ormas keagamaan memberikan penilaian mengenai hukum nikah sirri itu. Khususnya dari penelitian itu terfokus pada tokoh NU, Muhammadiyah, dan HTI. Penelitian ini yang mendasarkan pada olah data lapangan dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum, akan berusaha fokus pada hukumnya pernikahan sirri serta argumen yang dibangun dan apa yang menjadi faktor kebijakan hukum yang dikeluarkan ormas tersebut, sehingga dapat diketahui mengapa terjadi perbedaan pandangan mengenai hukum nikah sirri itu. Dalam penelitian, didapatkan bahwa, tokoh NU bersikukuh bahwa nikah sirri itu sah, dan ini sesuai dengan ulama masa lalu yaitu Imam Asy-Syafi‟i, dan karena ideologinya ingin menjaga tradisi, maka tidak salah NU disebut juga kelompok tradisionalis. Sedangkan Muhammadiyah menyatakan hukum nikah sirri itu tidak sah. Argumennya karena tuntutan zaman untuk menyesuaikan kemashlahatan, agar tidak terjadinya kerugian di masa yang akan datang maka wajib hukumnya untuk mencatatkan perkawinan. Ini sesuai dengan ideologi mereka bahwa Muhammadiyah itu adalah gerakan untuk melakukan tajdid atau pembaharuan. Sedangkan dalam pandangan HTI, ini melihat dua kajian hukum yang berbeda. Dari sisi pernikahan itu merupakan wilayah agama sehingga keabsahannya pernikahan juga dilihat dari aspek syar‟i dan nikah sirri itu sesuai dengan hal itu, sedangkan pencatatan merupakan wilayah adminstratif dan yang berwenang adalah pemerintah, maka jika yang demikian merupakan domain pemerintah, sehingga sangat dianjurkan untuk mencatatkan perkawinan apalagi ini menunjang kehidupan dimasa yang akan datang. Dalam al-Qur‟an menyebutkan membolehkan poligami, sehingga sah hukumnya nikah sirri dengan catatan adanya hambatan untuk berpoligami. Untuk itu HTI disebut juga kelompok fundamentalis.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Pembimbing: Dr. Hamim Ilyas, SH., M.Hum.
Uncontrolled Keywords: Pernikahan
Subjects: Hukum Islam
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 22 Apr 2015 13:28
Last Modified: 22 Apr 2015 13:28
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/15836

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum