SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG (SEMA) NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) DALAM PERKARA PIDANA (PERSPEKTIF SIYASAH)

THOIFURIL BISTHOMI, NIM. 11370024 (2015) SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG (SEMA) NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) DALAM PERKARA PIDANA (PERSPEKTIF SIYASAH). Skripsi thesis, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA.

[img]
Preview
Other (SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG (SEMA) NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) DALAM PERKARA PIDANA (PERSPEKTIF SIYASAH))
11370024_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.PDF

Download (27MB) | Preview
[img] Other (SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG (SEMA) NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) DALAM PERKARA PIDANA (PERSPEKTIF SIYASAH))
11370024_bab-ii_sampai_sebelum-bab-terakhir.PDF
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) dalam perkara pidana. Dimana SEMA ini mempertegas bahwa “Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1 (satu) kali”. SEMA Nomor 7 Tahun 2014 ini pada dasarnya lahir sebagai tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013, yang menyatakan ketentuan pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) “yang mengatur tentang Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1 kali” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga MK menghapus pasal tersebut, PK dalam perkara pidana dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali, tanpa batasan. Lahirnya SEMA 7 Tahun 2014 ini kemudian menuai pro dan kontra, baik di dalam (sebagian) internal MA maupun dari kalangan di luar MA, praktisi hukum, pemerintah maupun masyarakat.Alasan Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali diperbolehkan berulang kali, banyak dihubungkan dengan eksekusi hukuman mati para gembong narkoba (Bali Nine) dan terpidana mati lainnya. Presiden Joko Widodo pun dengan tegas menolak permohonan grasi terpidana mati kasus narkoba. Dari latar belakang di atas penyusun mengajukan dua pokok masalah yaitu, tujuan Mahkamah Agung menerbitkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 dan bagaimana pandangan siyasah terhadap SEMA Nomor 7 Tahun 2014 yang membatasi PK hanya dibolehkan satu kali. Jenis penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) yaitu, penelitian yang kajiannya dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur atau penelitian yang difokuskan pada bahan-bahan pustaka. Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis yaitu penelitian yang meliputi proses pengumpulan data, dalam hal ini data yang berkaitan dengan permasalahan digambarkan terlebih dahulu untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan perspektif siyasah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang dalam pengkajiannya dengan mengacu bahan-bahan kepustakaan maupun media elektonik yang berkaitan dengan judul penyusun, peraturan perundang-undangan, teoriteori politik hukum, putusan Mahkamah konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013, SEMA Nomor 7 Tahun 2014, serta hasil penelitian dan karya-karya ilmiah serta dokumen-dokumen tertulis lainnya yang valid. Keadilan di dalam hukum Islam menempati kedudukan yang lebih tinggi ketimbang keadilan formal dalam hukum Romawi maupun hukum buatan manusia yang lainnya.Keadilan merupakan hal yang sangat penting sehingga Allah swt megungkapkan di dalam Al-Qur’an lebih dari 1000 kali, terbanyak disebut setelah kata Allah dan ilmu pengetahuan. Tujuan diterbitkannya SEMA No. 7 Tahun 2014 demi menegakkan kepastian hukum dan demi keadilan. Dalam konsep negara hukum equality before the law, supremacy of law dan Jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia, menunjukkan bahwa manusia sama di hadapan hukum, menempatkan hukum pada posisi tertinggi, dan mengahargai hidup manusia. Berdasarkan hasil penelitian, negara Indonesia adalah dusturiyah (konstitusional) karena berdasar atas konstitusi, yaitu UUD 1945. Dalam kajian siyasah dusturiyah bahwa UUD 1945 adalah konstitusi yang di dalamnya dipelihata prinsip-prinsip dalam Islam yang berkaitan dengan keadilan. Dalam asas hierarki perundang-undangan, peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Artinya adalah UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: DR. OCKTOBERRINSYAH, M. AG.
Subjects: Peradilan Islam
Peradilan Islam
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Jinayah Siyasah (S1)
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 11 Aug 2015 17:12
Last Modified: 11 Aug 2015 17:12
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16799

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum