ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG NO. 61/K/AG/2010 DALAM PERKARA KASASI GUGATAN HARTA BERSAMA

ARINA KAMILIYA, NIM. 11350039 (2015) ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG NO. 61/K/AG/2010 DALAM PERKARA KASASI GUGATAN HARTA BERSAMA. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG NO. 61/K/AG/2010 DALAM PERKARA KASASI GUGATAN HARTA BERSAMA)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview
[img] Text (ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG NO. 61/K/AG/2010 DALAM PERKARA KASASI GUGATAN HARTA BERSAMA)
BAB II, III, IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (1MB)

Abstract

Permasalahan pelik yang sering mengiringi proses perceraian di pengadilan adalah persoalan harta gono gini atau disebut juga dengan harta bersama. Harta bersama atau harta yang diperoleh dalam ikatan perkawinan baik dari pengusahaan suami maupun istri, acap kali menimbulkan perselisihan di antara kedua belah pihak dalam pembagiannya. Seperti dalam penetapan status dan kepemilikan fisik harta, siapa yang paling besar berkontribusi dalam pengadan harta tersebut dan pencampuran harta bersama dan harta bawaan. Dalam hal ini interpretasi hakim sangatlah dibutuhkan, mengingat hakim sebagai pembuat putusan yang harus meletakkan keadilan dalam sebuah putusan. Interpretasi hakim dalam satu putusan tidak terlepas dari pemenuhan tiga tujuan hukum, yaitu rasa keadilan (gerechtigheit ), kepastian (rechtsecherheit ) dan kemanfaatan ( zwachmatigheit). Hakim memiliki kebebasan dalam memutus perkara. Kebebasan ini terkait menemukan penalaran hukum (rechtvinding), proses berpikir untuk mengambil kesimpulan dalam suatu masalah hukum, dan penggunaan metode generalisasi, analogi induktif dan kausal. Putusan MA no. 61/K/AG/2010 yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah putusan mengenai sengketa harta bersama. Objek harta bersama dalam kasus ini adalah taah beserta bangunan di dengan Sertifikat Hak MIlik No. 332 ynag terletak di Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang. Diketahui bahwa objek sengketa ini diperoleh dari penjualan harta bawaan. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas adalah pendekatan adalah normatif dan yuridis. Pendekatan normatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan dalil dan dasar hukum yang diambil dari hukum Islam, yaitu Nash Al-Qur’an, Hadist, pendapat ulama’ mazhab, dan qaidah fikih. Sedangkan pendekatan yuridis adalah pendekatan dengan menggunakan hukum positif yang berhubungan dengan hal yang akan diteliti, yaitu Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Impres KHI (Kompilasi Hukum Islam), dan Burgerlijk Wetboek (BW). Dengan menggunakan dua pendekatan ini, masalah yang akan diteliti tentang pertimbangan hakim dalam persoalan harta bersama dapat dianalisis dengan baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa majelis hakim menggunakan ijtihad dalam putusannya dengan memberikan porsi 60% untuk Pemohon Kasasi dan 40% untuk Termohon Kasasi. Hal ini tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetpkan oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang meberikan porsi sama antara suami dan istri dengan 50%-50%. Dasar hukum yang digunakan adalah An-Nisa’ ayat 32 dan dengan pertimbangan hakim bahwa status harta masih bersumber dari harta bawaan Pemohon Kasasi pemberian dari orang tua Pemohon Kasasi. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang tertuang dalam putusan yang memutus sengketa harta bersama kasasi No. 61/K/AG/2010 tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, karena majelis hakim memutuskan bahwa harta berupa tanah dan bangunan yang berada di Jalan Lamongan VI nomor: 7, RT.05 /RW.01, Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajah Mungkur, Kota Semarang, luas ± 171 m2 merupakan harta bersama. Padahal, Pengadilan Agama Semarang telah memeriksa dan menemukan fakta hukum bahwa hanya bangunan di tingkat dua saja yang merupakan harta bersama karena pembiayaannya berasal dari harta pemohon dan Termohon yang jika diperkirakan, harganya Rp.9.000.000,- (Sembilan Juta Rupiah). Jadi, status dari benda yang pembeliannya menggunakan hasil penjualan harta bawaan tetaplah berstatus sebagai harta bawaan dan tidak dapat dibagi. Hal ini untuk menjaga eksistensi harta bawaan itu sendiri.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Dr. SAMSUL HADI, M.Ag.
Uncontrolled Keywords: KASASI GUGATAN HARTA BERSAMA
Subjects: Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah (S1)
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 29 Sep 2015 09:35
Last Modified: 29 Sep 2015 09:35
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/17289

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum