TRADISI SELAPANAN DALAM UPACARA KELAHIRAN PADA MASYARAKAT DUSUN DABAG DESA CONDONG CATUR, KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

Faroh Fitriana Marganingsih, NIM.: 04121848 (2008) TRADISI SELAPANAN DALAM UPACARA KELAHIRAN PADA MASYARAKAT DUSUN DABAG DESA CONDONG CATUR, KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (TRADISI SELAPANAN DALAM UPACARA KELAHIRAN PADA MASYARAKAT DUSUN DABAG DESA CONDONG CATUR, KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN)
BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (319kB) | Preview
[img] Text (TRADISI SELAPANAN DALAM UPACARA KELAHIRAN PADA MASYARAKAT DUSUN DABAG DESA CONDONG CATUR, KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN)
BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (183kB) | Request a copy

Abstract

Secara umum dusun Dabag termasuk dalam desa Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman yang mempunyai luas wilayah sebanyak 30 Ha. Sebagian besar kondisi tanah di dusun Dabag berstatus semi pasir, sehingga jenis tanaman bisa ditanam dan kondisi tanah di dusun ini sangat subur, hal ini dapat dilihat dari tanaman padi, palawija dan sayur-mayur yang dapat tumbuh di lahan pekarangan, persawahan atau pemukiman penduduk. Tradisi Selapanan adalah suatu bentuk upacara selamatan kelahiran yang diselenggarakan pada waktu bayi telah berusia 35 hari, dan diisi dengan upacara pencukuran rambut dan pemotongan kuku jari bayi. Seperti halnya di dusun Dabag, upacara tersebut biasanya digabungkan dengan aqiqah. Padahal aqiqah sendiri adalah ajaran Islam, yaitu penyembelihan hewan qurban berupa kambing pada hari ke tujuh dari kelahiran anak, untuk laki-laki 2 ekor kambing dan 1 ekor kambing untuk perempuan. Tradisi aqiqah pada masyarakat dusun ini dilakukan bukan pada waktu bayi berusia tujuh hari, tetapi ketika bayi berusia 35 hari (selapan), dan pelaksanaan itu sendiri disesuaikan dengan hari weton yang berasal dari penanggalan Jawa yaitu: Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing dengan mengadakan kenduri. Problem penelitian disini adalah mengapa tradisi selapanan dilakukan bersamaan dengan aqiqah yang bertepatan dengan selapanan yaitu pada waktu bayi berusia 35 hari. Latar belakang yang mendasari masyarakat dusun Dabag melaksanakan selapanan bersamaan dengan tradisi aqiqah yang sudah menjadi tradisi bagi sebagian masyarakat dusun Dabag. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian budaya yang bersumber dari buku Endraswara dengan tahaptahapan sebagai berikut: pemilihan tempat (setting), pengumpulan data, seleksi data, analisis data dan penulisan laporan. Tujuan dari penelitian yaitu, peneliti ingin mengkaji Tradisi Selapanan yang diselenggarakan oleh masyarakat dusun Dabag sebagai warisan budaya yang herus dilestarikan. Rumusan masalah yang akan memandu penelitian ini adalah bagaimana latar belakang dan pelaksanaan Tradisi Selapanan? Bagaimana bentuk akulturasi budaya yang tampak pada Tradisi Selapanan? Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab lestarinya Tradisi Selapanan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing: Drs. Dudung Abdurrahman, M.Hum
Uncontrolled Keywords: Tradisi Selapanan, Upacara Selamatan Kelahiran, Aqiqah, Hari Weton
Subjects: 300 Ilmu Sosial > 300 Ilmu-Ilmu Sosial > 306.09598 Budaya Lokal
Divisions: Fakultas Adab dan Ilmu Budaya > Sejarah Kebudayaan Islam (S1)
Depositing User: Muh Khabib, SIP.
Date Deposited: 25 Nov 2024 11:07
Last Modified: 25 Nov 2024 11:15
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2231

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum