TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERSAKSIAN PERCERAIAN DALAM HUKUM PERKAWINAN POSITIF INDONESIA

HADI KISWANTO NIM: 01350998, (2009) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERSAKSIAN PERCERAIAN DALAM HUKUM PERKAWINAN POSITIF INDONESIA. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Full text not available from this repository.

Abstract

ABSTRAK Perceraian adalah putusnya hubungan antara pasangan suami istri, sehingga segala implikasi yang ditimbulkannya akan berlaku pada pasangan suami istri yang melakukan perceraian. Pada pelaksanaannya, khususnya dalam cerai talak adalah adanya pemberian hak cerai tersebut secara mutlak kepada suami. Namun bukan berarti hak tersebut dapat dipakai secara sewenang-wenang. Dalam artian dalam waktu kapanpun, pada tempat manapun. Sekehendak suami dalam menjatuhkan talak. Ada hal penting yang menjadi bagian dalam suatu proses terjadinya perceraian, yaitu saksi. Saksi disini bukan hanya saksi dalam artian yang sempit. Namun, saksi disini adalah saksi yang memberikan peranan yang vital dalam proses kelancaran, keabsahan serta kemaslahatan bagi sebuah tindakan hukum. Dalam fiqh konvensional, keberadaan saksi tidak terlalu penting dalam perceraian. Namun dalam aplikasinya, yaitu peraturan perundang-undangan-hukum positif-yang berlaku di Indonesia merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada penyusun untuk menyingkap bagaimana pandangan hukum islam terhadap eksistensi persaksian cerai talak dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pendekatan yang penyusun pergunakan dakam penelitian ini adalah pendekatan yuridis, yaitu pendekatan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang perkawinan umumnya, serta yang lebih khusus adalah tentang persaksian dalam cerai talak. Disamping itu penyusun juga menggunakan pendekatan Normatif sebagai landasan yang digunakan untuk melihat bagaimana hukum persaksian perceraian tersebut bila ditinjau dari perspektif hukum Islam. Berdasarkan metode yang penyusun pergunakan, maka didapatkan hasil penelitian sebagai berikut, di dalam pasal UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, seorang suami mempunyai hak untuk menjatuhkan talak kepada istrinya, akan tetapi bukan berarti hak tersebut dapat dipergunakan secara mutlak, dalam arti dalam proses jatuhnya sebuah talak harus diadakan sidang penyaksian talak di pengadilan agama. Tujuan dari persaksian tersebut adalah agar mempunyai kekuatan hukum dan agar tidak ada kesewenang-wenangan atas hak yang dimilikinya. Implikasi hukum terhadap hak suami dalam penjatuhan talak kepada istri adalah apabila penjatuhan talak tidak diajukan kepada pegawai pencatat nikah, maka talak tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, dan akan menimbulkan madarat bagi pasangan suami istri tersebut. Madarat yang ditimbulkannya adalah salah satu pihak (suami-istri) besar kemungkinan akan mendapatkan jalan keluar yang merugikan, karena masing-masing pihak akan mengunggulkan kepentingan masing-masing tanpa memikirkan kemaslahatan yang lain. Maka alangkah baiknya perceraian hendaknya diajukan dan dipersaksikan dihadapan sidang pengadilan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing : Drs. Supriatna, M. Si. Yasin Baidi, S.Ag., M.Ag.
Uncontrolled Keywords: Hukum Islam, persaksian perceraian, hukum perkawinan
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Last Modified: 04 May 2012 23:42
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2289

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum