A LIVING-METAPHYSICS DALAM SUFISME IBN `ARABI ANALISIS FENOMENOLOGIS ATAS METAFISIKA-PARADOKSAL

FAHMY FARID PURNAMA, NIM. 1420510019 (2016) A LIVING-METAPHYSICS DALAM SUFISME IBN `ARABI ANALISIS FENOMENOLOGIS ATAS METAFISIKA-PARADOKSAL. Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (A LIVING-METAPHYSICS DALAM SUFISME IBN `ARABI ANALISIS FENOMENOLOGIS ATAS METAFISIKA-PARADOKSAL)
1420510019_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview
[img] Text (A LIVING-METAPHYSICS DALAM SUFISME IBN `ARABI ANALISIS FENOMENOLOGIS ATAS METAFISIKA-PARADOKSAL)
1420510019_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (4MB)

Abstract

Penelitian ini ditulis di tengah situasi semakin pudar dan raibnya kedalaman makna iman dalam religiusitas manusia dewasa ini. Iman acap kali diproyeksikan angkuh dan arogan, sehingga tidak jarang manusia kehilangan kebersahajaan dan kerendahan hati dalam memproyeksikan keimanannya atas Realitas Absolut yang dikukuhi dalam agama. Sering kali iman mengalami perreduksian makna karena difungsikan sebatas instrumen kuasa, baik kuasa politik maupun intelektual. Alih-alih menemukan makna kemanusiaan, kebersahajaan, dan penghayatan dalam agama, iman sering kali ditampilkan dalam wajah yang menindas dan arogan. Religiusitas manusia diproyeksikan melampaui batas kemanusiaannya. Muncul semacam kultur egosentris dan narsistis dalam religiusitas manusia yang dipicu oleh terlalu dominannya agama ditampilkan dalam bahasa kuasa pengetahuan teoritis, namun serta-merta melupakan praktis penghayatan yang terrengkuh pada suatu momen eksistensial paling otentik dalam diri. Salah satu penyebabnya, Realitas Absolut (Ada al-Ḥaqq) yang dikukuhi dalam doktrin agama lambat-laun semakin direduksi paksa ke dalam suatu ide atau pengetahuan tentang Tuhan. Dampaknya, manusia terlalu sibuk dengan upaya mendefiniskan ‘iman’ agar mendapatkan suatu rumusan deskriptif paling jernih dan paripurna. Iman tengah ditampilkan hanya sebatas aktivitas kognitif belaka, bukan bagaimana iman dipahami sebagai momen eksistensial yang luruh dalam suatu pencarian atau pengembaraan manusia saleh yang tak pernah menemukan suatu bentuk pemaknaan yang paripurna. Situasi ini menandai terjadinya gejala ‘pelupaan’ Ada yang berdampak pada raibnya kedalaman makna Ada al-Ḥaqq dalam iman. Motif inilah yang melandasi pentingnya melakukan pemeriksaan ulang terhadap relasi ontologis paling primordial dan otentik antara Ada al-Ḥaqq dan manusia. Penelitian ini mencoba untuk mencermati gejala ‘pelupaan’ Ada tersebut, sekaligus menemukan suatu pemahaman yang tepat dalam proyeksi religiusitas manusia; yaitu dengan memasuki basis paling mendasar dari relasi ontologis dari Ada al-Ḥaqq dengan manusia dan alam. Pencermatan terhadap persoalan Ada tersebut akan ditelisik melalui tradisi tasawuf, khususnya sufisme Ibn `Arabi. Signifikasi wacana Ada dalam sufisme Ibn `Arabi ini terletak pada bagaimana persoalan Ada dikembalikan kepada pengalaman otentik manusia. Karena dalam sufisme Ibn `Arabi, sebelum menjadi suatu pengamatan reflektif-teoretis, Ada selalu—pertama-tama—merupakan ketersingkapan teofanik yang dihayati, bukan dipikirkan. Adapun metode yang digunakan untuk mencermati persoalan Ada ini adalah fenomenologi eksistensial Heidegger yang menyediakan suatu arah baru dalam mempertanyakan Ada secara radikal. Jika fenomenologi secara umum berusaha mengembalikan Ada ke penghayatan sehari-hari (lebenswelt) sebelum ditimbun oleh pelbagai asumsi-asumsi filosofis maupun teologis apapun, maka sufisme yang dipahami secara fenomenologis dalam tulisan ini merupakan upaya menyelidiki Ada viii al-Ḥaqq yang telah mewarnai sejarah panjang religiusitas manusia, kemudian mengembalikannya sebagai peristiwa eksistensial manusia atas iman. Dalam pemahaman iman sebagai peristiwa eksistensial inilah perbincangan manusia atas Ada al-Ḥaqq senantiasa berwatak paradoksal. Dalam paradoks, terkandung suatu tindakan pembongkaran (Abbau) yang diniscayakan ketidakmungkinan manusia untuk memberikan suatu penjelasan definitif dan memadai atas Ada al-Ḥaqq oleh sebab batas temporalitas dan linguistikalitas yang melekat dalam modus eksistensialitasnya. Melalui wacana metafisika-paradoksal yang diinterpretasi melalui pengalaman kesufian Ibn `Arabi, persoalan Ada al-Ḥaqq dikembalikan ke dalam bingkai peristiwa—atau dalam istilah Heidegger, Ereignis (the happening or event of Being). Sehingga metafisika (ontologi) tidak lagi diandaikan diperbincangan melampaui kemanusiaan manusia, melainkan sesuatu yang ‘hidup’ dan ‘dihidupi’ di dalam dan melalui horizon waktu sebagai a living-metaphysics. Dalam pengertian, perbincangan manusia atas persoalan Ada al-Ḥaqq bertolak dari eksistensialitas manusia sebagai kehadiran yang memiliki kemampuan memahamai dan mempersoalkan Ada. Dengan mengembalikan persoalan metafisika ke dalam bingkai peristiwa eksistensial, diharapkan pelbagai proyeksi religiusitas manusia dipahami sebagai ruang untuk silih berbagi pengalaman iman, bukan klaim-klaim kebenaran iman manusia atas Ada al-Ḥaqq yang melampaui batas kemanusiaannya itu sendiri. Sehingga iman dapat diproyeksikan sebagai momen kreatif manusia dalam upaya menemukan kedalaman makna hidup. Pada titik ini, metafisika paradoksal akan mengantarkan pada sebuah proyeksi keberagamaan yang ‘melampaui’ dogma, atau dalam istlah lain sebagai postdogmatic religiosity

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Dr. Fatimah M.A., Ph.D
Uncontrolled Keywords: Metaphysis, sufisme, Ibn Arabi
Subjects: Agama Dan Filsafat
Divisions: Pascasarjana > Thesis > Agama dan Filsafat
Depositing User: Drs. Bambang Heru Nurwoto
Date Deposited: 06 Feb 2017 08:58
Last Modified: 06 Feb 2017 08:58
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/23885

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum