KEDUDUKAN HADIS AHAD SEBAGAI DASAR TASYRI’ ISLAM MENURUT MUHAMMAD AL-GAZĀLĪ DAN MUSTAFĀ AS-SIBĀ‘Ī

AHMAD MUSADAD NIM: 05360026, (2009) KEDUDUKAN HADIS AHAD SEBAGAI DASAR TASYRI’ ISLAM MENURUT MUHAMMAD AL-GAZĀLĪ DAN MUSTAFĀ AS-SIBĀ‘Ī. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

[img]
Preview
Text (KEDUDUKAN HADIS AHAD SEBAGAI DASAR TASYRI’ ISLAM MENURUT MUHAMMAD AL-GAZĀLĪ DAN MUSTAFĀ AS-SIBĀ‘Ī)
BAB I, V.pdf - Published Version

Download (539kB) | Preview
[img]
Preview
Text (KEDUDUKAN HADIS AHAD SEBAGAI DASAR TASYRI’ ISLAM MENURUT MUHAMMAD AL-GAZĀLĪ DAN MUSTAFĀ AS-SIBĀ‘Ī)
BAB II,III,IV.pdf - Published Version

Download (428kB) | Preview
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_lightbox)
lightbox.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_preview)
preview.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_medium)
medium.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_small)
small.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_lightbox)
lightbox.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_preview)
preview.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_medium)
medium.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_small)
small.jpg

Download (0B)

Abstract

ABSTRAK Dalam sejarah tasyri’ Islam tercatat bahwa perbedaan pandangan ketika mengkaji hadis sebagai sumber tasyri’ Islam terletak pada hadis ahad. Ada yang menerimanya secara ketat (seperti yang dipraktekkan oleh kalangan ahl arra'y), ada pula yang menerimanya secara longgar (seperti yang dipraktekkan oleh ulama ahl al-hadis. Praktek yang demikian juga berjalan sampai di era modern sebagaimana yang dipraktekkan oleh Muhammad al-Gazali dan Mustafa as- Siba'i. Keduanya mempunyai perbedaan dalam beberapa aspek terkait dengan kedudukan dan kehujjahan hadis ahad sebagai dasar tasyri’ Islam. Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa hadis menempati kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam menjelaskan dan mengimplementasikan apa yang digariskan dalam al-qur’an. Ia berfungsi sebagai penjelas, penguat, pentakhsis dan pentafsil al-qur’an. Ia juga menjelaskan syariat yang tidak terdapat dalam al-qur’an. Terlebih lagi hadis ahad, karena jumlah terbesar hadis yang tercatat periwayatannya disampaikan melalui jalur orangperseorangan (sedikit yang diriwayatkan secara mutawatir), sehingga penelitian hadis ahad di sini menemukan urgensinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi pemikiran kedua tokoh tersebut mengenai hadis ahad dalam kedudukannya sebagai dasar tasyri’ Islam. Membandingkan kedua pemikiran tersebut dengan meneliti persamaan dan perbedaannya, latar belakang pemikirannya dan terakhir implikasi dari pemikiran keduanya terhadap kedudukan dan kehujjahan hadis ahad sebagai dasar tasyri’ Islam. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis isi kitab As-Sunnah an-Nabawiyyah baina Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadis karya Muhammad al-Gazali dan kitab As-Sunnah wa Makanatuha fī at-Tasyri' al-Islami karya Mustafa as-Siba'i, ditambah kitab atau buku yang mendukung penelitian ini. Analisis dilakukan dengan mendeskripsikan pemikiran kedua tokoh mengenai hadis ahad, menganalisa persamaan dan perbedaannya, menganalisa metode yang digunakan dalam menilai suatu hadis dan implikasinya terhadap kedudukan hadis ahad sebagai dasar tasyri' Islam. Data yang ditemukan menunjukkan bahwa persamaan pendapat keduanya meliputi pembagian hadis kepada mutawatir dan ahad berimplikasi pada domain yang menjadi kehujjahannya, di mana hadis mutawatir karena diriwayatkan oleh orang banyak dan mustahil sepakat berbuat dusta maka ia menghasilkan faedah qat'i (yakin) sehingga dapat dijadikan hujjah dalam masalah akidah (di samping masalah ibadah,muamalah, akhlak dan lain-lain), sedangkan hadis ahad karena diriwayatkan oleh orang-perorang maka ia hanya menghasilkan faedah zanni (dugaan kuat) sehingga hanya dapat dijadikan hujjah dalam masalah furu'iyyah (aspek non akidah). Dalam metode kesahihan hadis, keduanya sepakat bahwa sanad tersebut harus diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dabit, sedangkan dalam matan, isinya tidak boleh bertentangan dengan al-qur’an, hadis yang lebih kuat, fakta, sejarah dan logika, matan hadis sejalan dengan kebenaran ilmiah dan kandungannya sesuai dengan prinsip umum ajaran agama. Perbedaannya, Muhammad al-Gazali tidak menerima hadis ahad sebagai hujjah dalam bidang akidah secara mutlak, sedangkan Mustafa as-Siba'i tetap tidak menafikan pendapat sebagian ulama yang menerima hadis ahad sebagai hujjah asalkan betul-betul sahih. Dalam metode kesahihan hadisnya, Muhammad al-Gazali tidak secara eksplisit menyebutkan aspek ketersambungan sanad sampai kepada Nabi SAW dan aspek keterhindarannya dari syuzuz dan 'illah , dalam matan ia hanya menjelaskan lima kriteria saja. Mustafa as-Siba'i menyebutkan aspek ketersambungan sanad sampai kepada Nabi dan aspek keterhindaran dari syuzuz dan 'illah. Dalam matan hadis ia lebih rinci dalam menjelaskannya (sampai 15 kriteria). Hanya saja Mustafa as-Siba'i tidak menerangkannya secara aplikatif dalam bentuk contoh hadis sedangkan Muhammad al-Gazali menerangkannya (sejumlah 48 hadis). Persamaan itu dilatarbelakangi pandangan bahwa hadis menempati posisi penting yaitu sebagai sumber kedua setelah al-qur’an, sehingga harus difungsikan secara maksimal dan diletakkan secara proporsional. Perbedaannya, Muhammad al-Gazali memandang banyak hadis yang oleh jumhur ulama dipandang sahih tetapi isinya bertentangan dengan al-qur’an, hadis yang lebih kuat, fakta sejarah dan logika, kebenaran ilmiah dan sebagainya, sehingga perlu dikaji secara kritis. Pemikiran ini juga tidak dapat dilepaskan dari pengalamannya dalam lapangan dakwah yang dilakukan tidak hanya di kawasan Timur Tengah tapi juga di kawasan Eropa dan Amerika yang notabene lebih maju dan menghargai nilai keadilan dan kemanusiaan. Mustafa as-Siba'i memandang fenomena adanya gerakan yang meragukan dan mengingkari hadis sebagai sumber tasyri’ Islam, baik dari kalangan eksternal maupun internal, sehingga ia tergugah untuk melakukan pembelaan. Di samping itu pengalamannya dalam konfrontasi di medan pertempuran melawan kaum zionis yang didukung Barat juga turut mampengaruhi pemikirannya tersebut dengan melakukan pembelaan terhadap upaya-upaya yang dianggap mau menghancurkan Islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan hadis dari segi wurudnya berimplikasi pada wilayah yang menjadi domain kehujahannya. Di samping itu, metode yang digunakan dalam menetapkan kesahihan hadis juga berimplikasi pada status hadis ahad sebagai hujjah syar'iyyah furu'iyyah. Hal ini akan terlihat dari implikasi pemikiran keduanya ketika diaplikasikan dalam bentuk contoh hadis.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing : Drs. K.H. A. Malik Madaniy, M.A. H. Wawan Gunawan, S.Ag., M.Ag.
Uncontrolled Keywords: Kedudukan hadis ahad, tasyri Islam, Muhammad Al-Ghazali, Mustafa Al-Siba'i
Subjects: Perbandingan Madzhab
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzab (S1)
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 09 Aug 2012 17:31
Last Modified: 09 Aug 2012 17:32
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2492

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum