RIDDAH DAN RELEVANSINYA DENGAN KEBEBASAN BERAGAMA (Kajian Ma'ani al-Hadis)

PRIA MEl LEO NADA, NIM. 99532946 (2004) RIDDAH DAN RELEVANSINYA DENGAN KEBEBASAN BERAGAMA (Kajian Ma'ani al-Hadis). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (7MB) | Preview
[img] Text
BAB II, III, IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (13MB)

Abstract

Islam adalah suatu agama yang didasarkan pada dua sumber pokok yaitu al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Kita diperintahkan agar selalu berpegang pada alQur'an dan sunnah, bila terjadi perselisihan harus dikembalikan kepada keduanya, yaitu al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Memeluk Islam merupakan fitrah bagi manusia, dengan rasa tanggung jawab untuk memelihara dan mempertahankannya tanpa adanya suatu paksaan dan berdasarkan keyakinannya serta keikhlasannya untuk memeluk Islam. Islam memberikan kebebasan kepada masing-masing individu, dan Islam sebagai agama tidak memaksakan - untuk dipeluk - kepada siapa pun. Dari sini kemudian memunculkan kegelisahan ketika melihat konsep riddah yang selalu menjadi kredo besar untuk mengecam dan menyerapah mereka yang "keluar" dari agama Islam ke agama lai11. Wajah Islam menjadi kontradiktif, antara doktrin besar "kebebasan dalam beragama", dan komunalisme konsep riddah ini. Sejauh ini, penafsiran Islam klasik masih menetapkan Riddah sebagai kriminalitas keagamaan, yakni keluar dari Islam yang harus dihukum mati. Hampir tidak ada fuqaha yang menafsirkan persoalan riddah ini sebagai "kejahatan politik". Para fuqaha menatsirkan hadis Nabi yang menghalalkan darah orang murtad, serta perang riddah pada masa Abu Bakar sebagai kriminalitas keagamaan, oleh karena · itu orang "murtad" harus dibunuh. Pandangan ini dipegang secara kukuh bahkan bagi kelompok "fundamentalis Islam dijadikan sebagai dasar legitimasi untuk menumpas sekte lain seperti yang dilakukan rezim Mullacracy Iran atas sekte Baha'i. Murtad yang dalam bahasa Arabnya adalah riddah, apabila merupakan "delik" dan bagi yang melakukannya dihukum mati, maka timbullah masalah apabila dihubungkan dengan prinsip Islam yang menetapkan kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia (HAM). Bukan murtad itu an sich yang menyebabkan harus diperangi, akau tetapi kemurtadan yang disertai pengrusakan, fitnah dan pembangkangan. Seseorang dihukum atau dikenai sanksi sesuai dengan kejahatan yang telah diperbuatnya. Jika keluamya seorang dari Islam tanpa disertai dengan perbuatan-perbuatan seperti pembangkangan tidak pula menimbulkan fitnah, dapatkah ia dikatakan telah melakukan delik denga11 kemurtadan itu? Untuk menjawab persoalan tersebut, maka dalam skripsi ini, penulis akan mengkaji hadis-hadis tentang riddah dan relevansinya dengan kebebasan beragama, serta relevansi hadis-hadis tersebut dengan realitas kekinian dengan menggunakan metode ma 'an ai-Hadis. Metode tersebut merupakan tawaran Musahadi HAM, yaitu dengan menentukan validitas dan otensitas hadis dengan menggunakan kaedah kesahihan yang telah ditetapkan oleh para kritikus hadis. Kemudian menjelaskan makna-makna hadis tersebut dengan menganalisa matan melalui kajian linguistik (kebahasaan), mengumpulkan hadis-hadis yang setema (tematis-konprehenszf) dan mengkonfirmasikannya dengan al-Qur'an. Dalam analisa matan juga diperlukan analisa historis, yakni Jatar belakang munculnya hadis, lalu ditangkap makna universal, dan pesan moral yang tercakup dalam hadis tersebut (generalisasi). Adapun hasil yang dicapai dari penelitian tersebut dengan metode ma'ani al-Hadis menunjukkan bahwa kualitas hadis-hadis tentang riddah itu adalah hasan sahih dan juga memberikan pemahaman bahwa orang yang mengganti agamanya dengan agama lain selain Islam dan disertai pengrusakan, melakukan gangguan terhadap kaum muslimin, membuat fitnah dan lain sebagainya, maka orang tersebut harus dihukum mati atau dibunuh. Adapun hukuman tersebut tidak disebutkan dalam al-Qur'an, hanya saja amal kebajikan yang dilakukan or.ang tersebut sewaktu di dunia dinyatakan batal atau rusak. Dan hukuman tersebut diserahkan pada Allah Swt di akhirat kelak. Dengan demikian hadis-hadis tersebut apabila dikonfirmasikan dengan alQur'an yang menyatakan kebebasan beragama sangatlah bertentangan, dan hadis tersebut tergolong hadis mwykil, oleh karena itu dibutuhkan pengkompromian dengan ayat-ayat lain yang menyatakan diperbolehkan atau tidaknya orang murtad tersebut dihukum mati atau diperangi. Serta pemaknaan konsep riddah tersebut harus ditinjau kembali secara proporsional, yaitu disesuaikan dengan ranah hak asasi manusia dan humanisme.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Drs. H.A. Chaliq Muchtar, M. Si
Uncontrolled Keywords: memeluk agama, riddah
Subjects: Tafsir Hadist
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Tafsir Hadist (S1)
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 12 Jul 2017 15:44
Last Modified: 12 Jul 2017 15:44
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/26297

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum