KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN SEBAGAI AHLI WARIS DALAM ADAT BATAK TOBA MUSLIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA SETIA KECAMATAN PAHAE JAE KABUPATEN TAPANULI UTARA)

IBNU ANGKOLA HARAHAP, S H I, NIM. 1520310099 (2017) KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN SEBAGAI AHLI WARIS DALAM ADAT BATAK TOBA MUSLIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA SETIA KECAMATAN PAHAE JAE KABUPATEN TAPANULI UTARA). Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN SEBAGAI AHLI WARIS DALAM ADAT BATAK TOBA MUSLIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA SETIA KECAMATAN PAHAE JAE KABUPATEN TAPANULI UTARA))
1520310099_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf

Download (12MB) | Preview
[img] Text (KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN SEBAGAI AHLI WARIS DALAM ADAT BATAK TOBA MUSLIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA SETIA KECAMATAN PAHAE JAE KABUPATEN TAPANULI UTARA))
1520310099_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf
Restricted to Registered users only

Download (6MB)

Abstract

Penegakan Hak perempuan merupakan bagian penting dari penegakan Hak Asasi Manusia, mengingat Hak perempuan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Persoalan Hak-hak perempuan telah diatur dalam regulasi di Indonesia, terlebih yang terkait dengan Hak-hak perempuan dalam persoalan kewarisan. Pengaturan tentang Hak tersebut dapat dijumpai dalam dalam Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, pasal 171-173 yang menjelaskan bahwa ahli waris adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan si pewaris, baik karena hubungan kekeluargaan maupun karena perkawinan. Dengan demikian, Kompilasi Hukum Islam menghendaki adanya hak yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam persoalan sebagai ahli waris. Hal ini tentunya sejalan dengan apa yang dikehendaki oleh Allah dalam firman-Nya, bahwa perempuan berhak mendapatkan harta warisan. Allah S.W.T Firmankan dalam Al-quran yakni dalam surat an-Nisa ayat 11-12, yang menerangkan bahwa bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan, dengan artian bahwa perempuan mendapat setengah dari bagian laki, 1:2. Dengan demikian dapat dipahami dengan jelas, bahwa perempuan memiliki hak atas harta warisan dengan porsi pembagian 1:2 dengan saudara laki-lakinya. Namun, hukum adat yang hidup dan berjalan di Desa Setia Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara tidak menempatkan perempuan sebagai ahli waris yang menyebabkan perempuan sama sekali tidak mendapatkan harta warisan dari harta yang ditinggalkan ayahnya. Sementara amanat Al- Quran dan peraturan perundang-undangan menempatkan perempuan sebagai ahli waris dan berhak mendapatkan warisan. Dari permasalahan tersebut, melatarbelakangi penulis untuk menelaah dan menganalisis hukum warisan di Desa Setia tersebut dengan judul "KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN SEBAGAI AHLI WARIS DALAM ADAT BATAK TOBA MUSLIM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Setia Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara)". Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang berlokasi di Desa Setia Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, yaitu pendekatan suatu masalah yang didasarkan atas hukum Islam, baik berasal dari al-Qur’an, hadis, ijma’, qiyas dan kaidah-kaidah fiqhiyyah yang berkaitan dengan pemahaman masyarakat Desa Setia, serta faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat Desa Setia yang tidak memberikan warisan pusaka terhadap anak perempuan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, adat Batak Toba muslim menempatkan perempuan sebagai anak sementara dalam keluarga yang dianggap akan meninggalkan keluarga jika kelak sudah menikah. Hal ini dilatarbelakangi karena Batak Toba termasuk yang memegang kuat sistem kekerabatan patrilineal yang menempatkan laki-laki dalam posisi superioritas dibandingkan perempuan, dengan demikian anak perempuan tidak menjadi ahli waris dan tidak mendapatkan warisan yang disebabkan karena dalam adat Batak Toba muslim, ahli waris hanyalah anak laki-laki, jika pun anak perempuan bisa menjadi ahli waris, hanya karena tidak memiliki saudara laki-laki. Dalam teori ’urf adat tersebut masuk dalam kategori ’urf fasid yang telah melanggar ketentuan Allah dan tidak wajib diikuti karena bertentangan dengan perintah Agama dan Kompilasi Hukum Islam, dengan demikian diharapkan kerjasama antara pemerintah melalui ketegasannya, tetua adat melalui kedudukannya dan masyarakat sebagai objek hukum untuk mengembalikan semua persoalan pada hukum Agama dan negara tanpa mengabaikan hak-hak asasi manusia.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Dr. H. Riyanta, M.Hum
Uncontrolled Keywords: Adat Batak Toba, Kedudukan Anak Perempuan, Pembagian Warisan
Subjects: Hukum Islam
Divisions: Pascasarjana > Thesis > Hukum Islam
Depositing User: Miftahul Ulum [IT Staff]
Date Deposited: 30 Oct 2017 09:19
Last Modified: 30 Oct 2017 09:19
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27894

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum