HUKUM MENSUCIKAN DAN MENSALATKAN PERCAMPURAN TUBUH JENAZAH MUSLIM DAN NON MUSLIM DALAM PANDANGAN IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM ASY-SUAFI’I

AHMAD SA’ROWI, NIM. 98363245 (2003) HUKUM MENSUCIKAN DAN MENSALATKAN PERCAMPURAN TUBUH JENAZAH MUSLIM DAN NON MUSLIM DALAM PANDANGAN IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM ASY-SUAFI’I. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (HUKUM MENSUCIKAN DAN MENSALATKAN PERCAMPURAN TUBUH JENAZAH MUSLIM DAN NON MUSLIM DALAM PANDANGAN IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM ASY-SUAFI’I)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (2MB) | Preview
[img] Text (HUKUM MENSUCIKAN DAN MENSALATKAN PERCAMPURAN TUBUH JENAZAH MUSLIM DAN NON MUSLIM DALAM PANDANGAN IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM ASY-SUAFI’I)
BAB II, III, IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

Dalam Islam, proses pelaksanaan pengurusan jenazah terdapat silang pendapat antar tokoh mazhab, baik Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik maupun Imam Ahmad bin Hanbal. Tentang pelaksanaan pengurusan jenazah yang tidak normal Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak wajib memandikan dan mensalatkan bagi jenazah yang sebagian anggota tubuhnya terpotong-potong atau hilang kecuali kalau memang kebanyakan anggota tubuhnya atau minimal separohnya berserta kepalanya ditemukan. Hal ini berlaku pula bagi jenazah yang terpotong-potong dan telah bercampur baur dengan non-Muslim namun dalam hal memandikannya beliau tetap membolehkan meskipun tidak seperti memandikan jenazah muslim. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Asy-Syafi’i mengatakan bahwa jikalau ditemukan mayat manusia terpotong-potong karena peristiwa kebakaran, dimakan binatang atau karena sebab lain, maka mayat tersebut hukumnya wajib dimandikan meski berupa sebagian dari potongan tubuh.Tetapi jika tidak mungkin untuk dimandikan karena dikhawatirkan akan lebih memperparah keadaan si mayat maka potongan tersebut tidak usah dimandikan akan tetapi cukup di tayamummi. Yang demikian ini bisa dilakukan apabila dalam realitasnya potongan tersebut tidak bercampur dengan najis. Lain halnya jika pada tubuh korban masih ditemukan najis dan kondisi mayat tidak boleh terkena air, maka ia tidak perlu ditayamummi. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah Library Research dengan sifat deskriptif-analitik dengan pendekatan normatif. Menemukan dan menganalisa referensi primer dan sekunder kemudian dideskripsikan data-data yang berkaitan erat dengan masalah hukum mensucikan dan mensalatkan percampuran tubuh jenazah muslim dan non-muslim dalam pandangan Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i. Dari hasil komparatif atas pemikiran Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i tentang hukum mensucikan dan mensalatkan tubuh jenazah muslim dan non-muslim, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Perbedaan pandangan yang terjadi antara Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i disebabkan karena perbedaan dalam tataran kaidah yang dijadikan istinbat hukum yang pada akhirnya menghasilkan sebuah kesimpulan hukum yang berbeda pula. 2. Persamaan pandangan antara Imam Abu Hanifah dan Imam AsySyafi’i mengenai hukum mensucikan dan mensalatkan percampuran tubuh jenazah muslim dan non-muslim terletak pada hukum memandikannya. 3. Perbedaan terjadi ketika berbicara mengenai hukum mensalatkan. Imam Abu Hanifah memandang tidak wajib bahkan haram untuk disalati, dilain pihak Imam Asy-Syafi’i mewajibkan untuk disalatkan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: DRS. ABD. HALIM, M.Hum
Uncontrolled Keywords: Fiqih lima mazhab dan mensalatkan janazah
Subjects: Perbandingan Madzhab
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzab (S1)
Depositing User: Drs. Mochammad Tantowi, M.Si.
Date Deposited: 01 Nov 2018 09:12
Last Modified: 01 Nov 2018 09:12
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/31352

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum