EKSISTENSI HUTAN ADAT DALAM UU NO 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN PASCA PUTUSAN MK NO 35/PUU-X/2012

IMAM NAWAWI, NIM. 14340087 (2018) EKSISTENSI HUTAN ADAT DALAM UU NO 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN PASCA PUTUSAN MK NO 35/PUU-X/2012. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (EKSISTENSI HUTAN ADAT DALAM UU NO 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN PASCA PUTUSAN MK NO 35/PUU-X/2012)
14340087_BAB-I_V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview
[img] Text (EKSISTENSI HUTAN ADAT DALAM UU NO 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN PASCA PUTUSAN MK NO 35/PUU-X/2012)
14340087_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (5MB)

Abstract

Berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan dan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2007-2009 terdapat 31.957 desa berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan, 71,06 % di antaranya menggantungkan hidupnya kepada sumber daya hutan. Pada tahun 2012, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama dengan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kesepuhan Cisitu dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu mengajukan permohonan uji materi atas UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Permohonan tersebut dikabulkan sebagian oleh Mahkamah yang dituangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. Putusan tersebut disambut dengan riang gembira oleh masyarakat adat di bawah. Masyarakat hukum adat beramai-ramai memasang plang/tulisan di pintu masuk wilayah mereka: “HUTAN ADAT BUKAN HUTAN NEGARA, KAMI MENJALANKAN PUTUSAN MK NO 35/PUU-X/2012”. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengungkap eksistensi hutan adat dalam UU Kehutanan Pasca Putusan MK No 35/PUU-X/2012. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat deskriptif analitis. Adapun pendekatan yang dipakai adalah pendekatan normatif. Dengan kerangka teori perlindungan atas hak-hak masyarakat hukum adat, penelitian ini berusaha menjawab dua pertanyaan: bagaimana implikasi hukum dan bagaimana perkembangan implementasi Putusan MK No 35/PUU-X/2012 di daerah. Penulis menemukan bahwa dalam upaya membela hak-haknya tidak jarang masyarakat adat harus berhadapan dengan aparat dan lika-liku hukum yang mengerikan. Putusan tersebut tidak otomatis mengganti status hutan yang selama ini sudah ada. Banyak prosedur operasional yang harus dilewati oleh masyarakat hukum adat. Sebelum menjadi hutan milik hak adat, hutan adat perlu ditetapkan terlebih dahulu oleh Pemerintah Daerah yang kemudian dikukuhkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Kawasan Hutan Hak. Putusan MK No 35/PUU-X/2012 ini, setidaknya memiliki dua implikasi hukum yaitu: a. implikasi atas penetapan hutan adat; dan b. implikasi pada penyelesaian konflik pengelolaan hutan adat. Penulis juga menemukan bahwa sejak dikeluarkannya Putusan MK No 35/PUU-X/2012 ini, telah terdapat 69 produk hukum daerah dan sebanyak 9 hutan adat telah dikukuhkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: ISWANTORO, S.H., M.H
Uncontrolled Keywords: Hutan Adat, Eksistensi Masyarakat Hukum Adat, Pemerintah Daerah
Subjects: Ilmu Hukum
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Ilmu Hukum (S1)
Depositing User: Drs. Bambang Heru Nurwoto
Date Deposited: 26 Feb 2019 08:14
Last Modified: 26 Feb 2019 08:14
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33395

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum