TALIWANGKE DALAM PENANGGALAN ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERAGAMAAN MUSLIM DI DESA BANYUURIP, KEC. PANCUR, KAB. REMBANG

AFRONJI, NIM: 11520020 (2018) TALIWANGKE DALAM PENANGGALAN ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERAGAMAAN MUSLIM DI DESA BANYUURIP, KEC. PANCUR, KAB. REMBANG. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga.

[img]
Preview
Text (TALIWANGKE DALAM PENANGGALAN ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERAGAMAAN MUSLIM DI DESA BANYUURIP, KEC. PANCUR, KAB. REMBANG)
1152020_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (2MB) | Preview
[img] Text (TALIWANGKE DALAM PENANGGALAN ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERAGAMAAN MUSLIM DI DESA BANYUURIP, KEC. PANCUR, KAB. REMBANG)
11520020_BAB-II_Sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIRIV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (453kB)

Abstract

Siklus kehidupan masyarakat Jawa penuh dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang tumbuh secara turun temurun. Nilai dan norma muncul lataran manusia mencari keseimbangan dalam tatanan kehidupan. Kedua hal tersebut dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat hingga muncul adat-istiadat yang kemudian mewujud sebagai budaya. Budaya berkembang sesuai dengan nilai dan norma yang ada tidak mudah dihapuskan. Sebaliknya, kebudayaan ini mengakar dihati masyarakat dan terus berkembang sesuai dengan zaman. Bagi orang Jawa Hidup adalah cara untuk memilih baik dan buruk. Budaya lama dipalikasikan dalam kehidupan lantaran terdapat pesan dan aturan-aturan yang baik untuk menapaki hidup. Masyarakat Jawa menjadikan budaya sebagai alat untuk mencari keuntungan dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Ketergantungan masyarakat terhadap budaya Jawa (pétungan) seakan tidak bisa dihilangkan meskipun ditengah terpaan berbagai kebudayaan baru. Karena didalamnya terkandung harapan agar segala hajat dilingkupi keselamatan dan keselamatan, dengan kata lain budaya merupakan bentuk verbal dari panjatan doa. Penelitian ini bersifat penelitian lapangan dengan mengambil studi masyarakat muslim Aboge di desa Banyuurip Kec. Pancur Kab. Rembang. Sedangkan metode yang dipakai adalah fenomenologi-etnografi yang berupaya membedah masyarakat muslim Aboge dalam bertindak dan kemudian dicarikan asalusul pengetahuan dan nilai pembangunnya. Hasil penelitian ini memperoleh jawaban, pertama selain untuk melestarikan budaya kepercayaan terhadap hari taliwangke dilandasi oleh rasa percaya kepada halhal yang bersifat ghaib. Kedua kebudayaan yang berkembang merupakan alat untuk manembah (mendekatkan diri) kepada Tuhan Yang Esa. Ketiga, budaya juga merupakan alat untuk menjalankan misi keagamaan (dakwah). Kempat, agar tidak ada gesekan antara agama dan budaya, keduanya harus saling melengkapi dan memberi makna. Agama bukanlah wadah yang digunakan untuk menampung budaya yang telah berkembang, melainkan sebuah zat (benda) yang mampu melebur dan menyatu dengan adat istiadat setempat. Pada akhirnya penyatuan antara budaya dan agama membentuk sebuah fenomena baru dengan bentuk yang berbeda (lebih arif dan penuh makna). Bagaikan dua sisi mata uang, agama dan budaya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Keduanya harus menyatu meskipun memiliki warna yang berbeda.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Drs. Rahmat Fajri, M. Ag
Uncontrolled Keywords: TALIWANGKE, PENANGGALAN ABOGE
Subjects: Budaya dan Agama
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Studi Agama Agama (S1)
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 21 Mar 2019 15:01
Last Modified: 21 Mar 2019 15:01
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33608

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum