KEABSAHAN POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF FIQIH KLASIK DAN FIQIH KONTEMPORER

ROBBY ARZULI PRIYATNA, NIM. 00360182 (2005) KEABSAHAN POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF FIQIH KLASIK DAN FIQIH KONTEMPORER. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga.

[img]
Preview
Text (KEABSAHAN POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF FIQIH KLASIK DAN FIQIH KONTEMPORER)
00360182__BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (5MB) | Preview
[img] Text (KEABSAHAN POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF FIQIH KLASIK DAN FIQIH KONTEMPORER)
00360182__BAB-II_SAMPAI_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (9MB)

Abstract

Secara historis, sejak zaman Rasulullah hukum poligami mulai diterapkan dengan adanya batasan terhadap jumlah 'kepemilikan' istri, kemudian hukum penerapan tersebut berlaf\iut sampai pada zaman para imam mazhab, meskipun ada perbedaan dalam motivasi penetapannya, namun pada dasarnya poligami tetap dianggap sebuah hukum yang memiliki dasar, dalam hal ini fiqh klasik maupun fiqh kontemporer menetapkan rambu-rambu diberlakukannya poligami, dan itu didasarkan pada empat faktor, yakni: faktor batasan hukum, faktor natkah, faktor keadilan, dan faktor izin hakim atau pengadilan. Poligami pada zaman nabi Muhammad SAW. diutamakan pada syi'ar Islam, karena banyak sekaJi wanita-wanita menjadi janda dan anak-anak menjadi yatim, disebabkan para suami wafat pada perang uhud, namun dalam be erapa dekade penafsiran surat an Nisa' ayat 3 menjadi dinamis, pada mulanya poligami dimak.sudkan menolong parajanda dan anak-anak mereka, kemudian berkembang, karena kondisi sosial dalam masyarakat pada saat itu, pertama, terdapat wanita-wanita yang tidak dapat melahirkan keturunan, kedua, kondisi istri yang tidak memungkinkan lagi melakukan kewajiban sebagai istri karena faktor usia, keliga, istri mengidap penyakit yang sukar disembuhkan sehingga menghalangi suami untuk memberikan natkah batin, keempat, jika suami mempunyai kemauan seks luar biasa (over dosis), sehingga istrinya haid beberapa hari saja mengkhawatirkan dirinya berbuat serong. Di samping itu dari basil penafsiran dari n~ yang sama, namun dari sudut pandang yang berbeda, fiqh kontemporer lebih menyempitkan jalan untuk pol igam~ sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan termaktub dalam Kompilasi Hukum Islam, didukung pula pendapat tokoh-tokoh maupun cendikiawancendikiawan muslim kontemporer mulai dari Muhammad Abduh, Muhammad Syahrur sampai pada tokoh-tokoh yang menganggap poligami tidak memiliki relevansi pada saat ini, sebut saja Nasarudin Umar, betiau mengatakan, poligami dari sisi gender, poligami merupakan salah satu tindak diskriminasi terhadap perempuan. Dari teori yang digunakan, fiqh klasik menggunakan ma8lahah yang bersifat darurat (maslahah darur1yyat), dengan kata lain poligami menjadi sesuatu yang harus dilakukan untuk menjaga diri dari sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT, sedangkan fiqh kontemporer menggunakan ma8lahah tahsin1yyat, yakni, poligami akan lebih baikjika tidak dilakukan karena mudarat yang ditimbulkannya. Dikarenakan kajian ini merupakan kajian hukum Islam yang berasal dari n~, maka, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, yaitu, pendekatan masalah dengan tolok ukur norma-norma agama melalui penelusuran teks-teks alQur'an, hadis, serta pendapat para ulama yang berkait dengan masalah yang dibahas, kemudian di samping itu juga menggunakan pendekatan yuridis, yaitu, cara mendekati masalah yang diteliti dengan mendasari pada semua tata aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yakni yang mengatur masalah perkawinan pada umumnya dan perkawinan poligami pada khususnya. Berdasarkan metode yang digunakan, pada basil akhir penelitian penyusun menemukan, Fiqh Klasik dan Fiqh Kontemporer memiliki dua perbedaan yang sangat mendasar , yakni, perlama, dalam fiqh klasik poligami dibolehkan tanpa ada syarat yang mengikat seperti faktor kondisj istri sebagaimana yang disebutkan diatas, sedangkan dalam fiqh kontemporer faktor kondisi merupakan faktor yang mengikat untuk diperbolehkannya poligami, kedua, faktor perizinan dan persetujuan dari istri, dalam fiqh klasik tidak ada yang membicarakan hal ini, sehingga poligami dibolehkan meskipun tanpa per etujuan istri, namun dalam fiqh kontemporer persetujuan istri dianggap sebagai syarat yang mutlak. Kata Kunci: Poligami, Fiqih Kontemporer.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: DRS. ABD. HALIM M.Hum SITI DJAZIMAH, S.Ag, M.SI
Uncontrolled Keywords: Poligami, Fiqih Kontemporer
Subjects: Perbandingan Madzhab
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzab (S1)
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 03 Feb 2020 09:13
Last Modified: 03 Feb 2020 09:16
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/37829

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum