REVITALISASI PROGRAM FESTIVAL KAMPUNG LAMPION: Studi PAR di Kampung Ledok Code, Kotabaru, Tahun 2017-2019

Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin, NIM, 16230020 (2020) REVITALISASI PROGRAM FESTIVAL KAMPUNG LAMPION: Studi PAR di Kampung Ledok Code, Kotabaru, Tahun 2017-2019. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

[img]
Preview
Text (REVITALISASI PROGRAM FESTIVAL KAMPUNG LAMPION: Studi PAR di Kampung Ledok Code, Kotabaru, Tahun 2017-2019)
16230020_BAB 1, BAB 4, dan Daftar Pustaka.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview
[img] Text (REVITALISASI PROGRAM FESTIVAL KAMPUNG LAMPION: Studi PAR di Kampung Ledok Code, Kotabaru, Tahun 2017-2019)
BAB II dan BAB III.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (9MB)

Abstract

Festival Kampung Lampion (FKL) merupakan satu program pemberdayaan masyarakat yang ada di Bantaran sungai Code. Program tersebut muncul pertama kali tahun 2015 dan dilanjutkan pada tahun 2016, namun program tersebut mulai macet pada tahun 2017 dan puncaknya mengalami kefakuman pada tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitian yang mencoba untuk menjawab pertanyaan mengapa program tersebut fakum pada tahun 2018, mendeskripsikan bagaimana proses revitalisasi FKL pada tahun 2019, dan menjelaskan hambatan yang dialami ketika proses revitalisasi FKL tahun 2019. Untuk menjawab rumusan masalah di atas peneliti menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dan dipadukan dengan model Participatory Action Research. Penelitian ini dilakukan di Ledok Code RT 18 ketika peneliti mengikuti Mata Kuliah Praktik Pengembangan Masyarakat. Meskipun demikian perjumpaan peneliti dengan masyarakat Ledok Code sudah dimulai sejak peneliti mengabdi di Masjid Syuhada yang bersebelahan dengan RT 18. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi secara partisipan, wawancara, studi dokumentasi, FGD, intervensi bersama masyarakat. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1). Berhentinya program FKL terjadi karena masyarakat belum memiliki kesadaran yang mumpuni, sehingga tidak memicu gerak aktif dalam membangun lingkungannya. Sebagaimana masyarakat slum area, masyarakat disibukkan dengan pekerjaan masing-masing guna mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Hal tersebut yang mengakibatkan waktu yang dimiliki masyarakat untuk berkumpul dan gotong-royong menjadi terbatas. Selain itu, masih adanya jarak antara golongan tua dan muda dalam pemahaman yang tidak pernah didialogkan secara harmonis sehingga menghambat golongan muda dalam perealisasian ide dalam wujud tindakan. 2). Proses revitalisasi dilakukan dengan mengeratkan kembali harmonisasi sosial yang ada dalam masyarakat dan juga menghubungkan masyarakat Ledok Code 18 dengan pemerintah Kelurahan Kotabaru dan Kota Yogyakarta dalam pengembangan potensi wilayah. 3). Hambatan yang muncul adalah susahnya mensinergitaskan waktu longgar antar masyarakat, kurangnya sumber daya manusia, struktur kepanitiaan tidak berjalan secara maksimal, iklim, dan pendanaan. (english), Festival Kampung Lampion (FKL) is a community empowerment program that is on the banks of the Code river. The program first appeared in 2015 and was continued in 2016, but the program began to stall in 2017 and culminate in a vacuum in 2018. This research is a research that tries to answer the question why the program is vacuum in 2018, describing how the revitalization process FKL in 2019, and explains the obstacles experienced during the FKL revitalization process in 2019. To answer the problem formulation the researchers used a qualitative descriptive study and integrated it with the Participatory Action Research model. This research was conducted at Ledok Code RT 18 when the researcher followed the Community Development Practice Course. Nevertheless the researchers' meeting with the Ledok Code community had begun since the researchers served at the Syuhada Mosque adjacent to RT 18. Data collection was done by participant observation, interviews, documentation studies, FGDs, community interventions. The results showed that 1). The termination of the FKL program occurred because the community did not have sufficient awareness, so that it did not trigger active movements in developing their environment. Like the slum area community, the community is busy with their work to meet the family's living needs. This has resulted in limited time for the community to gather and work together. In addition, there is still a gap between the old and the young in understanding that has never been dialogue in harmony so that it inhibits the young in realizing ideas in the form of action. 2). The revitalization process is carried out by strengthening the existing social harmonization within the community and also connecting the Ledok Code 18 community with the government of the Kotabaru Kelurahan and the City of Yogyakarta in developing regional potential. 3). The obstacles that arise are the difficulty of synergizing loose time between communities, lack of human resources, committee structure not running optimally, climate, and funding

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Dr. Pajar Hatma Indra Jaya, S.Sos., M.Si.
Uncontrolled Keywords: Revitalisasi, Festifal Kampung Lampion, Ledok Code, PAR, Revitalization, Lantern Village Festival, Ledok Code, PAR
Subjects: Manajemen Dakwah
Divisions: Fakultas Dakwah dan Komunikasi > Pengembangan Masyarakat Islam (S1)
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 21 Dec 2020 13:16
Last Modified: 21 Dec 2020 13:16
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/41418

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum