HADIS RAKAAT SALAT TARA WIH (Studi Komparatif atas Pemikiran Muhammad Nasiruddin al-Albani dan Isma'il ibn Muhammad al-Ansari)

Saefudin, NIM.:01530793 (2006) HADIS RAKAAT SALAT TARA WIH (Studi Komparatif atas Pemikiran Muhammad Nasiruddin al-Albani dan Isma'il ibn Muhammad al-Ansari). Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga.

[img]
Preview
Text (HADIS RAKAAT SALAT TARA WIH (STUDI KOMPARATIF ATAS PEMIKIRAN MUHAMMAD NASIRUDDIN AL-ALBANI DAN ISMA'IL IBN MUHAMMAD AL-ANSARI))
01530793_BAB I_V_DAFTARPUSTAKA.pdf - Published Version

Download (5MB) | Preview
[img] Text (HADIS RAKAAT SALAT TARA WIH (STUDI KOMPARATIF ATAS PEMIKIRAN MUHAMMAD NASIRUDDIN AL-ALBANI DAN ISMA'IL IBN MUHAMMAD AL-ANSARI))
01530793_BAB II_BAB III_BAB IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (16MB)

Abstract

Salat tarawih merupakan suatu istilah yang dikenal dengan nama qiyam al-Ramadan di masa Rasulullah saw. masih hidup. Adapun secara historis, istilah salat tarawih ini baru dikenal secara luas di kalangan masyarakat umat Islam sejak masa kekhalifahan 'Umar ibn al-Khatab. Dalam hal ini, Rasulullah saw. mengerjakannya secara berkelanjutan. Demikian juga para sahabat dan tabi'in sepcninggal Rasulullah saw. melaksanakan scbar;aimana yang dikerjakan oleh beliau. Namun, Rasulullah saw. tidak memerintahkan kewajiban atas umatnya dan tidak menentukan bilangan rakaatnya secara qauli sehingga praktik salat tarawih sejak masa sahabat Nabi saw. hingga rnasa sekarang, dilaksanakan dalam jumlah rakaat dan tatacara yang bervariasi. Dalarn hal ini, menimbulkan perdebatan bagi kalangan umat Islam. Pasalnya, apakah salat tarawih dikerjakan dengan sebelas rakaat, dua puluh tiga rakaat atau tiga puluh sembilan rakaat? Sebab dalam hal ini terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan hal yang terkait, dan tampak saling bertentangan. Perdebatan ini paling tidak dilatarbelakangi oleh adanya dua pandangan dalam memahami hadis riwayat 'Aisyah yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw. tidak pernah menambah shalat malam dari sebelas rakaat, baik di bulan Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya. Pertama, riwayat ini dipahami sebagai pembatasan jumlah rakaat salat tarawih. Karena itu, tidak ada alasan untuk menambah bilangannya. Kedua, riwayat ini dipahami sebagai keluasan jumlah rakaat salat tarawih, karenanya tidak ada alasan untuk melarang menambah-nambah bilangannya. Penelitian ini menjelaskan dua pemikiran al-Albani dan Isma'i1 ibn Muhammad al-Ansari menyangkut hadis rakaat salat tarawih, berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran tokoh tersebut melalui pendekatan sosio-historis, yaitu pendekatan yang ingin melihat sebuah pemikir dari situasi kesejarahan dan suasana yang melingkupinya. Agar metode pemahaman hadisnya dapat diketahui, sehingga berbagai perdebatan menyangkut pernikiran kedua tokoh tersebut dapat ditemukan jawabannya. Dari penelitian ini disirnpulkan bahwa al-Albani memaharni riwayat 'Aisyah sebagai pembatasan jurnlah rakaat salat tarawih yang maksimal, yaitu dengan sebelas rakaat sebagaimana Rasulullah saw. telah mencukupkan salat tarawih dengan bilangan itu. Namun, ia juga membolehkan salat tersebut dengan sembilan rakaat, dan tujuh rakaat, sedangkan hadis lbnu Khusaifah dinilainya daif karena masuk kategori syaz (ganjil), dan juga periwayatannya terdapat idtirab. Karenanya, ia tidak membenarkan adanya konsensus ulama tentang dua puluh rakaat karena landasan hukum yang dijadikan hujah lemah. Hal ini dilatarbelakangi oleh kajian hadis-hadisnya dan pemahaman manhaj salafi-nya yang berdiri atas dasar tiga landasan utama, yaitu al-Quran, al-Sunnah al-sahihah dan pemahaman salaf al-salih. Sementara Isma'i1 al-Anshari memahami hadis 'Aisyah sebagai keluasan jumlah rakaat salat tarawih karena jumlah riwayat yang menjelaskan hal terkait bervariasi, sedangkan hadis lbnu Khusaifah dinilai sahih dan dapat dijadikan hujah karena substansinya telah diterima dan diamalkan para ulama salaf maupun khalaf, dan merupakan tingkat penerimaan yang paling tinggi. Pemikirannya dipengaruhi oleh mazhab fikih yang berdiri di tempat kelahirannya, yaitu mazhab Maliki yang menjadikan tradisi Madinah sebagai sumber otoritatif, dan metode pemahaman hadisnya yang lebih mengedepankan hadis yang substansinya telah mentradisi, meskipun hadis tersebut mauquf misalnya.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing : Drs. Agung Danarta, M.Ag
Uncontrolled Keywords: salat tarawih, Muhammad Nasiruddin al-Albani, Isma'il ibn Muhammad al-Ansari)
Subjects: Tafsir Hadist
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Tafsir Hadist (S1)
Depositing User: Ida Nor'aini Hadna , M.Pd.
Date Deposited: 10 Feb 2021 15:05
Last Modified: 28 Jun 2021 13:52
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/42028

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum