TINJAUAN TERHADAP PEMILIHAN UMUM SERENTAK DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASI

Abd Hafiz, NIM.: 14340048 (2020) TINJAUAN TERHADAP PEMILIHAN UMUM SERENTAK DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASI. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

Preview	Text (TINJAUAN TERHADAP PEMILIHAN UMUM SERENTAK DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASI) 14340048_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version Download (3MB) | Preview
	Text (TINJAUAN TERHADAP PEMILIHAN UMUM SERENTAK DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASI) 14340048_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version Restricted to Registered users only Download (3MB)

Abstract

Demokratisasi di Indonesia, kembali terbuka pada era reformasi yang diikuti multipartai, langsung, umum, bebas, rahasia (Luber) dan jujur, adil (Jurdil). Pemilu tersebut menurut Miriam Budiardjo termasuk pemilu yang paling demokratis sehingga mendapat pujian dari dunia Internasional. Demikian juga pada pemilu 2004, Miriam Budiardjo kembali menegaskan bahwa pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2004 merupakan tonggak sejarah politik penting dalam sejarah politik Indonesia modern karena terpilihnya presiden dan wakil presiden didahului oleh terpilihnya anggota-anggota legislatif telah menuntaskan demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik di Indonesia. Ketentuan mengenai pemisahan Pileg dan Pilpres sebagaimana tertera dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 sudah pernah dimohonkan uji materi ke MK. Akan tetapi MK melalui putusannya Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 menolak permohonan uji materi tersebut. Dalam pertimbangannya MK menilai bahwa pemisahan Pileg dan Pilpres dinilai sebuah konvensi ketatanegaraan. Maka MK dalam putusannya memperkuat posisi undang-undang yang memisahkan Pileg dan Pilpres. Tetapi dengan lahirnya putusan Nomor 14/PUU-XI/2013, MK secara tegas menyatakan bahwa pemisahan pelaksanaan Pileg dan Pilpres adalah inkonstitusional karena tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial. Selanjutnya, dengan 4 alasan yang menjadi pertimbangan MK menyimpulkan bahwa Pemilu serentak adalah konstitusional. Diselenggarakan dengan menggabungkan pelaksanaan Pilpers dan Pileg dalam rangka penguatan sistem presidesial yang terdapat dalam UUD 1945. Dalam Pemilu serentak 2019 terdapat beberapa indikator demokrasi yang telah diuraikan. Rumusan masalahnya, bagaimana pelaksanaan pemilihan umum serentak dalam perspektif demokrasi? Apakah pemilu serentak itu telah memenuhi indikator demokrasi? Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka dengan menelaah buku-buku yang relevan dengan judul penelitian, mengklasipikasi data yang ada dengan menggunakan kontens analisis atau cros cek terhadap data-data yang telah ada lalu dianalisa sedemikian rupa untuk dijadikan bahan penulisan skripsi. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam perspektif demokrasi, pelaksanaan pemilu serentak Pilpres dan Pileg yang ditetapkan keabsahannya oleh putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dalam kerangka memperkuat system presidensial. Namun penentuan presidential threshold dalam system pemilu serentak dipandang berlebihan karena antara Pilpres dan Pileg dilaksanakan berbarengan sehingga tidak dibutuhkan ambang batas itu. Uncompatible itu diperlihatkan dari hasilnya yang tidak memperkuat peta koalisi melainkan pergerakan koalisi di tubuh partai oposisi. Karenanya terdapat indikator demokrasi secara formil namun tidak secara materiel. Indikatornya adalah tidak efektifnya mesin penghitung elektronik KPU sehingga menimbulkan kontroversi kevalidan penghitungan yang berujung pada gugatan hasil Pilpres di MKRI, kedua, sulitnya mengontrol perolehan suara caleg dari TPS Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga di tingkat Nasional sehingga modus penambahan suara dan hilangnya suara caleg sangat dimungkinkan. Kata kunci: Pemilu, Pemilu serentak, demokrasi, dan konstitusi.

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item