SIKAP HAKIM PENGADILAN AGAMA TERHADAP PERMOHONAN ISBATNIKAH BAGI PERKAWINAN PASCA UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 (STUDI DI PENGADILAN AGAMA BANTUL)

Siwi Pamungkas, NIM.: 02351446-01 (2006) SIKAP HAKIM PENGADILAN AGAMA TERHADAP PERMOHONAN ISBATNIKAH BAGI PERKAWINAN PASCA UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 (STUDI DI PENGADILAN AGAMA BANTUL). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (SIKAP HAKIM PENGADILAN AGAMA TERHADAP PERMOHONAN ISBATNIKAH BAGI PERKAWINAN PASCA UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 (STUDI DI PENGADILAN AGAMA BANTUL))
02351446-01_BAB I_V_DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview
[img] Text (SIKAP HAKIM PENGADILAN AGAMA TERHADAP PERMOHONAN ISBATNIKAH BAGI PERKAWINAN PASCA UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 (STUDI DI PENGADILAN AGAMA BANTUL))
02351446-01_BAB II_BAB III_BAB IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

Perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan membentuk suatu keluarga yang sakinah mawaddah warramah akan tercapai apabila memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan, baik syarat materi'il maupun formil. Indonesia adalah Negara hukum, perkawinan bagi orang Islam telah diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegunaannya agar sebuah lembaga perkawinan yang mempunyai tempat yang sangat penting dan strategi dalam masyarakat Islam itu, bisa dilindungi dari adanya upaya-upaya negatif dari pihak-pihak yang yang tidak bertanggung jawab. Misalnya sebagai antisipasi dari adanya pengingkaran akad nikah oleh seorang suami di belakang hari, dan sebagainya. Namun dalam perkembangannya perkawinan banyak yang tidak dicatatakan. Perkawinan yang tidak dicatakan kepada Pegawai Pencatat Nikah perkawinan ini disebut dengan perkawinan bawah tangan. Sebagai akibatnya perkawinan bawah tidak mempunyai kekuatan hukum. Untuk mendapatkan kekuatan hukum dari perkawinan bawah tangan tersebut dapat dilakukan dengan jalan isbat nikah. Isbat nikah atau Pengesahan Nikah yang ditampung oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Undang-undang No. 7 Tahun 1989, terbatas pada alasan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Sedangkan Isbat nikah karena alasan-alasan lain tidak dimuat tapi tidak pula ada penjelasan tentang ketidakbolehannya. Dalam Kompilasi Hukum Islam, yakni Pasal 7 ayat (2) dan (3), isbat nikah justru dimekarkan. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus yang timbul di masyarakat Islam, tapi tidak dapat ditampung hanya oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Undang-undang No 7 Tahun 1989. Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat (2) dan (3). Dalam ayat (2) disebutkan: "Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama. Pada ayat (3) disebutkan: Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenan dengan: a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. b. Hilangnya Akta Nikah. c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan. d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974. e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak • m mpunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Ketidakjelasan aturan tentang isbat nikah bagi perkawinan bawah tangan pasca Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dalam Undang-undang perkawinan maupun Undang-undang Peradilan Agama serta di Pengadila Agama Bantul pernah ada penetapan permohonan isbat nikah bagi perkawinan bawah tangan pasca Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dari sinilah penyusun tertarik untuk melakukan penelitian terhadap sikap hakim Pengadilan Agama terhadap Permohonan isbat nikah bagi perkawinan pasca Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yang di dalamnya meneliti lebih dalam tentang sikap hakim menolak atau menerima serta apa pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan dalam memutus perkara tersebut. Skripsi ini menggunakan pendekatan normatif-yuridis. Yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui adanya norma hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya yang berlaku di Pengadilan Agama. Hasil yang diperoleh dua. Pertama, hakim yang mengabulkan permohonan isbat nikah perkawinan bawah tangan dengan pertimbangan maslahah yang ditimbulkan dengan terkabulkannya isbat nikah tersebut. Dasar hukum yang digunakan adalah Kompilasi Hukum Islam bahwa perkawinan tersebut tidak mempunyai halangan perkawinan, serta perkawinan tersebut sesuai syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh agama. Kedua, hakim yang menolak dengan alasan perkawinan bawah tangan adalah perkawinan yang bermasalah sehingga pemohon tidak dapat melengkapai syarat administrasi yang diperlukan dalam perkawinan. Maka jika syarat administrasi yang telah ditentukan tidak dapat dipenuhi oleh pemohon maka berakibat hilangnya kewajiban Pegawai Pencatat Nikah untuk mencatatkan perkawinan tersebut, demikian juga permohonan isbatnya ditolak.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing : 1. Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, MA 2. Fatma Amilia, S.Ag., M.Si
Uncontrolled Keywords: Perkawinan; Hukum Islam; undang-undang
Subjects: Hukum Islam
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah (S1)
Depositing User: H. Latief, SIP
Date Deposited: 08 Oct 2021 09:03
Last Modified: 08 Oct 2021 09:03
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45095

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum