Tafsir Ayat Kepemimpinan Non Muslim Dalam Al-Quran (Telaah Tafsir Maqashidi)

Muhammad Akrom Adabi, NIM: 18205010002 (2020) Tafsir Ayat Kepemimpinan Non Muslim Dalam Al-Quran (Telaah Tafsir Maqashidi). Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (Tafsir Ayat Kepemimpinan Non Muslim Dalam Al-Quran (Telaah Tafsir Maqashidi))
18205010002_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (4MB) | Preview
[img] Text (Tafsir Ayat Kepemimpinan Non Muslim Dalam Al-Quran (Telaah Tafsir Maqashidi))
18205010002_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (7MB)

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tiga hal. Pertama, kontroversi kepemimpinan non-muslim di tengah masyarakat indonesia merupakan isu yang tak pernah tuntas dalam ruang-ruang diskusi publik. Kedua, keragaman hasil penelitian terkait tema kepemimpinan non-muslim menurut hemat penulis masih menyisakan ruang perdebatan yang perlu untuk didudukan kembali. Ketiga, kemunculan tafsir maqashidi dianggap membawa wacana baru dalam diskursus tafsir kontemporer. Ada tiga rumusan yang menjadi masalah pokok pada penelitian ini. Pertama, bagaimana konsep kepemimpinan non-muslim dalam Al-Quran melalui tafsir Maqashidi. Kedua, apa urgensi Tafsir Maqashidi dalam memahami ayat-ayat kepemimpinan non-muslim. Ketiga, bagaimana implikasi konsep kepemimpinan non-muslim dilihat dari perspektif tafsir Maqashidi. Setidaknya, ada 12 ayat yang masuk pada kajian ini, ayat 28 surat Ali Imran, ayat 51 surat al-Maidah, ayat 1 surat al-Mumtahanah, ayat 57 surat al-Maidah, ayat 118 surat Ali Imran, ayat 22 surat al-Mujadilah, ayat 144 surat al-Nisa, ayat 73 surat al-Anfal, ayat 71 surat al-Taubah, ayat 8 surat al-Taubah, ayat 100 surat Ali Imran, dan ayat 141 surat an-Nisa’. Dalam memahami ayat diatas, Ada dua perbedaan pendapat. pertama, kelompok tekstualis yang melarang kepemimpinan non-muslim. Kedua, kelompok liberal yang melegalkan secara mutlak kepemimpinan non-muslim. Tafsir Maqashidi hadir menjadi alternatif baru dalam meretas kebuntuan epistemologi penafsiran Al-Quran yang terlalu tekstual dan liberal. Tafsir Maqashidi bukan hanya persoalan memahami teks, menghubungkan teks dan konteks, melainkan juga bagaimana menemukan relevansi maqashid dan dinamikanya di era kekinian. Titik tekan utama dalam tafsir maqashidi adalah kajiannya yang diorientasikan pada maqashid dan maslahah. Maqashid utama dari ayat-ayat diatas bisa dilacak melalui asbāb al-nuzūl. Ayat tersebut berbicara mengenai larangan penghianatan. Adapun Maqashid dalam kepemimpinan dan kaitanya dengan kepemimpinan non-muslim, bisa dilacak secara dasar mengenai konsep kepemimpinan itu sendiri. Secara wewenang, kepemimpinan mencakup segala aspek, baik urusan dunia maupun agama. Secara fungsi, kepemimpin harus mampu menjaga dan memelihara stabilitas urusan dunia dan agama. Artinya, secara maqashid berdirinya sebuah negara adalah demi tujuan bersama mencapai negara yang makmur dan aman, mengantar kesejahteraan dalam menjaga lima hak asasi pokok yang dikenal dalam maqashidi, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kredibilats dan integritas seorang pemimpin masuk kepada dlaruriyat (perkara primer) dalam kepemimpinan, sedangkan keberagamaan masuk pada hijaiyyat (kebutuhan skunder). Secara produktif (haytsul wujūd), pemimpin yang adil, amanah dan berintegritas akan mengantarkan bangsanya menjadi bangsa yang aman dan makmur. Secara protektif (haytsul ‘adam) kepemimpinan non-muslim merupakan kritik bagi umat muslim untuk dapat terus menghadirkan generasi-generasi yang mampu memimpin bangsa. Implikasi logis dari pandangan ini adalah, kepemimpinan non-muslim di Indonesia adalah legal, baik secara hukum formal maupun secara hukum agama sejauh hal tersebut dapat mendatangkan kemaslahatan bersama dalam bernegara. Selanjutnya, kepemimpinan harus didasarkan pada keagamaan, integritas dan kapabilitasnya. Apabila dihadapkan pada dua dua pilihan muslim dan non-muslim yang keduanya sama-sama memiliki integritas, maka seorang muslim tetap didahulukan. Berbeda ketika yang satu pemimpin kafir yang adil dan yang lain adalah pemimpin muslim yang dhalim, maka dibolehkan memilih pemimpin non-muslim, hal ini harus didasari rasa tulus untuk kemaslahatan, bukan karena kedekatan atau kekafiran orang tersebut.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, MAg
Uncontrolled Keywords: Kepemimpinan non-muslim, Tafsir Maqashidi
Subjects: Qur'an Hadis
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Aqidah dan Filsafat Islam (S2) > Studi al Qur'an dan Hadits
Depositing User: Drs. Mochammad Tantowi, M.Si.
Date Deposited: 26 Oct 2021 19:05
Last Modified: 26 Oct 2021 19:05
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/45964

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum