Yasyfin Najah, NIM. 15530044 (2021) UPAH MENGAJAR AL-QUR’AN. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.
|
Text (UPAH MENGAJAR AL-QUR’AN)
15530044_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version Download (3MB) | Preview |
|
![]() |
Text (UPAH MENGAJAR AL-QUR’AN)
15530044_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version Restricted to Registered users only Download (3MB) |
Abstract
Penafsiran pada penggalan ayat; wala@ tasytaru@ bi a@ya@ti@ s|amanan qali@la@ memiliki banyak perbedaan. Kalimat yang serupa disebutkan delapan kali dalam al-Qur’an, namun penelitian ini hanya fokus pada larangan memperjualbelikan ayat-ayat Allah dalam Q.S. al-Baqarah (2): 41 dan hubungannya dengan Upah mengajar al-Qur’an dalam Kitab Tafsir al-Muni@r fi al-‘Aqi@dah wa al-Syari@’ah wa al-Manhaj karya Wahbah al-Zuhaili. Dari pokok pembahasan yang utama tersebut, maka sub-sub masalah yang dipertanyakan dalam penelitian ini adalah, bagaimana Wahbah menafsirkan ayat ini dalam Tafsir al-Muni@r, pengaruh pemikiran dan metodologi penelitiannya yang berhubungan dengan upah mengupah dan upah bagi pengajar al-Qur’an. Dengan demikian masalah yang ada tersebut mengarahkan penelitian ini kepada tujuan penelitian yang akan dicapai, yakni mengetahui bagaimana penafsriran Wahbah al-Zuhaili tentang hukum Upah mengajar al-Qur’an. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang sistem pengolahan datanya menggunakan deskriptif-analitik dan kerjanya bersifat kepustakaan (library research). Penelitian ini juga termasuk ke dalam penelitian tokoh. Data primer penelitian ini adalah tafsir al-Muni@r fi al-‘Aqi@dah wa al-Syari@’ah wa al-Manhaj karya Wahbah al-Zuhaili. Berdasarkan hasil penelitian, Q.S. al-Baqarah (2): 41 diturunkan kepada Bani Israil sebagai peringatan supaya mereka hanya menyembah Allah dan mengimani hal-hal yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dalam perkembangannya ayat ini digunakan sebagai dasar larangan mengambil upah mengajar al-Qur’an. Namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut ayat ini tidak mutlak menjadi larangan namun lebih sebagai peringatan. Pada penafsiran ayat ini, Wahbah al-Zuhaili memperbolehkan pengajar al-Qur’an mengambil upah atas dasar kemanfaatan. Hal ini juga dikuatkan oleh Wahbah al-Zuhaili pada penjelasannya dalam akad ju’alah, yaitu diperbolehkan mengambil upah apabila kemanfaatan suatu pekerjaan dapat dirasakan oleh orang lain. Mengajar al-Qur’an adalah ibadah yang manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh pengajar, namun mengalir juga pada orang lain. Maka seseorang boleh mengambil al-Ju’lu dari pekerjaannya mengajarkan al-Qur’an.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Additional Information / Supervisor: | pembimbing : Drs. Muhammad Mansur, M.Ag. |
Uncontrolled Keywords: | Q.S. al-Baqarah (2): 41, Tafsir al-Muniir, Upah Mengajar al-Qur’an , Tafsir al-Munir. |
Subjects: | al Qur'an |
Divisions: | Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Ilmu Alqur’an dan Tafsir (S1) |
Depositing User: | Drs. Bambang Heru Nurwoto |
Date Deposited: | 17 Jan 2022 11:43 |
Last Modified: | 17 Jan 2022 11:43 |
URI: | http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48543 |
Share this knowledge with your friends :
Actions (login required)
![]() |
View Item |