CERITA RAKYAT BALI AGA DAN AINU JEPANG

Ida Ayu, Laksmita Sari (2022) CERITA RAKYAT BALI AGA DAN AINU JEPANG. Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Press, Semarang. ISBN 978-602-6418-98-2

[img]
Preview
Text (CERITA RAKYAT BALI AGA DAN AINU JEPANG)
Buku bali aga ainu.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview

Abstract

Buku ini mengkaji cerita rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang dengan menggali wacana kearifan lokal yang terdapat di dalamnya. Titik tolak dari kajian ini adalah bukti-bukti tekstual dan tradisi lisan di Nusantara bahwa cerita rakyat bukan sekadar pelipur lara, namun sebagai medium untuk meneruskan kearifan lokal dan menguatkan identitas budaya. Cerita rakyat juga merefleksikan bagaimana masyarakat melaksanakan tradisi, ritual, meneruskan sistem kepercayaan, mata pencaharian, sikap-sikap masyarakat dalam memandang kehidupan sosial yang harmonis, kehidupan keluarga yang ideal, dan perilaku terhadap alam. Buku ini mendapat inspirasi dari dua publikasi. Pertama, artikel dari tokoh folklor terkemuka dan berpengaruh Indonesia, Djames Danandjaja dalam tulisannya “A Comparative Study of Japanese and Indonesian Folklores” (Kajian Komparatif Cerita Rakyat Jepang dan Indonesia) (1995). Seperti tercermin dari judulnya, dalam tulisan itu Danandjaja menguraikan perkembangan studi folklor di Indonesia dan Jepang, dengan menegaskan satu simpulan bahwa studi folklor di kedua negara sama-sama diarahkan untuk merumuskan identitas nasional masing-masing negara. Menurut Danandjaja, “The motivation for folklore studies in Japan and Indonesia is basically the same, that is, the search for national identity”, ‘Motivasi kajian folklor di Jepang dan Indonesia pada dasarnya sama, yaitu pencarian identitas nasional’ (1995:204). Dari sana eksplisit terungkap bahwa Cerita Rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang studi folklor, di mana cerita rakyat termasuk di dalamnya, bisa dijadikan dasar kajian yang lebih luas untuk merumuskan ‘identitas nasional’ daripada sekadar menganggap cerita rakyat itu sebagai kisah atau dongeng pengantar tidur. Dalam buku ini, kajian atas cerita rakyat tidak dilakukan dalam tataran dua bangsa berbeda (Indonesia dan Jepang), tetapi dikhususkan pada studi atas cerita rakyat sub-masyarakat Bali Aga di Bali Utara (Indonesia) dan masyarakat Ainu (Jepang) dengan pertimbangan yang diuraikan dalam bab-bab berikutnya dalam buku ini. Kedua, inspirasi dari buku Balinese Worlds (1993) karya Fredrik Barth, antropolog Norwegia yang memberikan gambaran baru tentang Bali yang sudah banyak diteliti peneliti dunia sejak zaman kolonial sampai sesudah kemerdekaan. Barth melakukan penelitian lapangan di Bali Utara, berbeda dari kebanyakan penelitian para antropolog pendahulunya termasuk Geertz, Mead, dan Bateson yang melakukan studi di Bali Selatan. Selain itu, kelebihan penelitian Barth adalah pada objek kajian yang dilakukan di dua desa di Bali Utara dengan latar belakang sistem kepercayaan yang berbeda, yaitu satu desa Hindu dan satu lagi desa Muslim. Umumnya penelitian antropologi dengan lokus Bali Selatan terfokus pada satu desa (Nordholt, 1993; Lansing, 1994; Stuart-Fox, 1994). Buku yang banyak dipuji ini juga tidak lepas dari kritikan, misalnya buku ini dianggap tidak memperhitungkan pentingnya sejarah dalam mempelajari kebudayaan. Balinese world dianggap etnografi yang ahistoris. Terlepas dari kritikan itu, Balinese Worlds memberikan kontribusi pada studi tentang Bali atau Baliologi, khususnya pada kenyataan bahwa kebudayaan Bali bukan sesuatu yang homogen, tetapi heterogen; tidak bisa direpresentasikan dari apa yang ada di Bali Selatan, tetapi juga di Bali Utara dan tentu juga bagian Bali lainnya. Inspirasi dari Barth terletak pada pilihan objek penelitian ini pada cerita rakyat masyarakat di Bali Utara, khususnya Ida Ayu Laksmita Sari masyarakat Bali Aga. Di Bali terdapat banyak masyarakat Bali Aga, tersebar di Bali Utara, Bali Timur, dan di Bali Selatan bagian Utara. Lokasi riset ini adalah lima desa Bali Aga yang lokasinya berdekatan, berada di wilayah Kecamatan Banjar, yaitu Desa Sidetapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa, Desa Pedawa, dan Desa Banyuseri, yang biasa disingkat dengan SCTPB. Kelima desa ini memiliki cerita rakyat dan tradisi lisan yang kaya dan menjadi desa yang belakangan ini aktif dan progressif mengembangkan diri sebagai desa wisata dengan memanfaatkan kekayaan seni budaya dan cerita rakyat sebagai bagian dari daya tarik lewat storynomics (cerita untuk tujuan ekonomi), seperti cerita-cerita arsitektur tradisional, ritual, dan lingkungan alam (Andiani, 2021; Andini dkk., 2018:87—93). Sudah ada beberapa penelitian tentang kehidupan sosial dan budaya masyarakat Bali Aga, tetapi keberadaaan cerita rakyatnya kurang diteliti. Masyarakat Ainu juga memiliki cerita rakyat yang banyak, sampai-sampai dikenal sebagai masyarakat yang love narrative (mencintai naratif) (Strong, 2011:6), dan menunjukkan beberapa bukti bagaimana cerita rakyat dan tradisi lisan itu digunakan untuk memperkuat identitas dan daya tarik pariwisata (Watson dkk., 2014:1—24; Hiwasaki, 2000:397). Pembahasan komparatif antara cerita rakyat Bali Aga dan cerita rakyat Ainu dipilih secara purposive (sesuai tujuan) mengingat beberapa persamaan yang dimiliki, seperti status sebagai penduduk asli (indigenous people), kekayaan akan tradisi, kesadaran akan menggunakan tradisi sebagai identitas budaya, dan juga kencenderungan memanfaatkan cerita rakyat untuk kepentingan industri baru seperti pariwisata (lihat Bab 2). Penelitian terhadap cerita rakyat Jepang secara umum sudah banyak dilakukan, tetapi minat peneliti terhadap cerita Ainu masih sangat sedikit, sehingga penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam memperkenalkan cerita rakyat Ainu dan Bali Aga. Berdasarkan bacaan awal atas cerita-cerita rakyat yang ada dan survei atas penelitian sebelumnya atas cerita rakyat, Cerita Rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang tradisi, dan budaya memotivasi kajian ini untuk mengkaji cerita rakyat lebih dari sebagai warisan khasanah sastra, lebih dari sekadar dongeng pelipur lara. Seperti ditunjukkan dalam analisis di bab-bab berikutnya, bahwa ada banyak sekali nilainilai kearifan lokal Bali Aga dan Ainu yang bisa diekstrak dari cerita rakyat masing-masing yang kemudian berguna untuk memahami bagaimana masyarakat tersebut melestarikan cerita rakyatnya, memperkuat identitas budayanya, dan menggunakan nilai kearifan lokal untuk menghadapi dinamika modernisasi dan globalisasi. Selama ini, kajian teks sastra menunjukkan kecenderungan pada tiga pendekatan, yaitu pendekatan tekstual, kontekstual, dan pendekatan wacana. Pendekatan tekstual tertarik pada unsur-unsur intrinsik dan struktur cerita rakyat dan kurang tertarik pada konteks cerita. Sebaliknya, pendekatan kontekstual mengarahkan kajian lebih pada konteks sosial historis dan agak mengabaikan unsur instrinsik (unsur dalam) karya sastra atau cerita rakyat. Pendekatan ketiga, analisis wacana, berusaha menggabungkan kedua pendekatan sebelumnya, yakni dengan menganalisis aspek-aspek menonjol unsur karya, menginterpretasikannya dalam konteks sosial budaya untuk menguatkan kajian wacana yaitu pesan-pesan sosial, budaya, dan juga ideologis dalam sastra. Buku ini mengaplikasikan analisis wacana untuk mengungkapkan kearifan lokal dalam cerita rakyat Bali Aga dan Ainu dan apa makna wacana tersebut dalam kehidupan masing-masing masyarakat dewasa ini.

Item Type: Book
Additional Information: Editor: Sumanto Al Qurtuby
Uncontrolled Keywords: Kearifan Lokal, Foraging Society (Foregers), Bali Aga, Ainu Jepang
Subjects: Komunikasi Budaya
Divisions: Buku
Depositing User: Muh Khabib, SIP.
Date Deposited: 04 Feb 2022 09:16
Last Modified: 04 Feb 2022 09:16
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/49100

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum