AL FARABI DAN LOGIKA ARISTOTELES

ABURISMAN, (2008) AL FARABI DAN LOGIKA ARISTOTELES. /Jurnal/Al-Jamiah/Al-Jamiah No. 34 Th. 1986/.

[img]
Preview
Text
01. ABURISMAN - AL FARABI DAN LOGIKA ARISTOTELES.pdf - Accepted Version

Download (15MB) | Preview
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_lightbox)
lightbox.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_preview)
preview.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_medium)
medium.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_small)
small.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_lightbox)
lightbox.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_preview)
preview.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_medium)
medium.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_small)
small.jpg

Download (0B)

Abstract

Studi Sejarah Kebudayaan memberikan kesan kepada kita bahwa ilmu pengetahuan itu berinduk kepada filsafat. Filsafat menghadapi segala masalah dengan pemikiran radikal, berusaha mengungkap hakekat sesuatu obyek secara tuntas, hingga diperoleh kebenaran hakiki. Kemudian berangsur-angsur muncul berbagai cabang ilmu pengetahuan, yang taraf pemikiran untuk memperolehnya tidak seradikal pemikiran filsafat. Corak dan sebutan ilmu pengetahuan itu bergantung kepada macam obyek formal yang menjadi acuan memandangnya. Cara kerja filsafat dan ilmu pengetahuan itu terikat oleh suatu syarat yang sama, ialah sifat ilmiah. Yakni jalan pemikiran yang harus menampilkan hubungan ketat antara sebab dan akibat, anteseden dan konsekuen, mukaddimah dan natijah, antara alasan dan kesimpulan. Semuanya itu diatur oleh logika, suatu ilmu yang memberi aturan cara kerja akal agar runtut dan benar. Oleh karena itu wajarlah apabila orang berkata, bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan itu beribu kepada logika. Kebudayaan tidak akan berkembang kalau tidak didukung oleh kerja akal yang logik. Bangsa yang tidak mau berlogika, alam pemikirannya akan berhenti, kebudayaannya akan beku. Kalaupun terjadi kontak budaya dengan bangsa lain, tiada mampu mengolah dan mengadaptasikannya kepada norma budayanya sendiri. Sekiranya diterima, penerimaannya secara mentah, utuh tiada terolah, dan mungkin begitu saja diakui sebagai miliknya sendiri. Umat Islam pada kurun awal penyebarannya, berkomunikasi dengan sebagian kaum Nasrani yang menggunakan filsafat Yunani dan logika Aristoteles untuk memperkuat faham dan doktrin mereka. Bagaimanakah sikap Muslimin? Apakah mereka acuh tak acuh? Atau menerima tanpa kritik? Menerima apa adanya lalu menamainya dengan sebutan Islam? Ataukah dengan mengolah, menyaring, dan menyempurnakannya sesuai dengan hasil penilaian dan pemikiran mereka? Kebanyakan orang Barat, yang pada umumnya beragama Nasrani, yang barangkali melupakan sejarah, bahwa gereja mereka pernah menyengsarakan umatnya yang menerima filsafat Yunani dan logika Aristoteles secara keseluruhan-, sering menuduh bahwa orang Islam hanya menjiplak kebudayaan Barat saja. Antara lain, J.W.M. Bakker S.Y. dalam bukunya Sejarah Filsafat Dalam Islam mengatakan : ........ corak keislaman dari filsafat ini hanya lahir dan tidak langsung ..... (Bakker, 1978 : 8). Artinya hanya lahirnya saja, hanya tempelan, tidak langsung tumbuh dario benih Islam sendiri. Dalam bidang logika antara lain Nicholas Rescher menyatakan : Logika Arab, sebagaimana lain-lain ilmu pengetahuan serta filsafat Arab pada abad Tengah, seluruhnya bersifat Barat, dan sama sekali tidak berhubungan dengan filsafat Timur (Rescher, dalam Edwards, 1972 : 552). b

Item Type: Article
Uncontrolled Keywords: Al Farabi, Logika, Aristoteles
Subjects: Al Jamiah Jurnal
Divisions: E-Journal
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 10 Apr 2013 16:36
Last Modified: 10 Apr 2013 16:37
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/505

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum