PANDANGAN AHLI PSIKOLOGI MENGENAI BATAS MINIMAL USIA PERKAWINAN DI YOGYAKARTA

Defanti Putri Utami, S.H., NIM.: 20203011048 (2022) PANDANGAN AHLI PSIKOLOGI MENGENAI BATAS MINIMAL USIA PERKAWINAN DI YOGYAKARTA. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (PANDANGAN AHLI PSIKOLOGI MENGENAI BATAS MINIMAL USIA PERKAWINAN DI YOGYAKARTA)
20203011048_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (5MB) | Preview
[img] Text (PANDANGAN AHLI PSIKOLOGI MENGENAI BATAS MINIMAL USIA PERKAWINAN DI YOGYAKARTA)
20203011048_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (4MB) | Request a copy

Abstract

Secara psikologis, perkawinan yang dilangsungkan ketika seseorang masih belum cukup usia atau dibawah umur, akan memberikan dampak yang berpotensi menjadi sebuah trauma. Kemunculan trauma ini diakibatkan oleh ketidaksiapan menjalankan tugas-tugas perkembangan yang muncul setelah adanya perkawinan, sementara hal ini tidak didukung dengan kemampuan dan kematangan diri yang dimiliki. Oleh karenanya, kematangan mental dan emosional mempunyai pengaruh besar bagi kekokohan rumah tangga. Selanjutnya, penelitian ini akan mengurai pendapat para Ahli Psikologi dengan berbagai bidang keahlian, diantaranya; Ahli Psikologi Seksual, Ahli Psikologi Sosial, Ahli Psikologi Keluarga dan Ahli Psikologi Pendidikan mengenai batas usia minimal perkawinan yang termaktub dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019. Fokus kajian dalam tesis ini adalah pertama, mengapa usia 19 tahun menjadi standar acuan dalam penentuan batas minimal usia perkawinan, kedua, bagaimana pandangan Ahli Psikologi di Yogyakarta mengenai problematika penentuan batas minimal usia perkawinan. Fokus kajian ini akan dijawab menggunakan Teori Struktur Kepribadian Sigmund Freud dan Teori Perkembangan Psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson dengan jenis penelitian lapangan dan menggunakan pendekatan Psikologi Sosial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan mengenai batas usia minimal perkawinan khususnya bagi perempuan yang mengalami peningkatan menjadi 19 tahun menuai pro dan kontra dikalangan para Ahli Psikologi dengan berbagai bidang keahlian. Pendapat pro disampaikan oleh Ahli Psikologi Sosial, Ahli Psikologi Keluarga dan Ahli Psikologi Pendidikan, selanjutnya pendapat kontra dikemukakan oleh Ahli Psikologi Seksual. Kemudian mengenai problematika yang terjadi, para Ahli Psikologi pada barisan pro mendukung penuh adanya peraturan baru yang dianggap langkah keberpihakan terhadap kaum perempuan dan sebaliknya bagi pendapat yang kontra menganggap bahwa perubahan usia minimal perkawinan ini merupakan peraturan egois yang tidak melihat realita di masyarakat. Apabila dilihat lebih jauh menggunakan kacamata Maqashid Syariah, usia 19 tahun belum menjadi usia yang ideal untuk melangsungkan perkawinan. Usia yang ideal adalah di atas 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Paling tidak terdapat dua alasan mendasar mengapa idealitas usia perkawinan di atas 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki yaitu Pertama, faktor kesehatan, karena pada usia dibawah 20 tahun seorang masih belum mengalami kedewasaan dalam dirinya dan organ reproduksi belum matang dan belum siap mengalami kehamilan sampai persalinan bagi perempuan. Kedua, faktor kepadatan penduduk, tidak bisa dipungkiri bahwa batas usia perkawinan yang rendah akan berakibat pada laju pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing : Dr. Fathorrahman, S.Ag., M.Si
Uncontrolled Keywords: Usia Perkawinan, Psikologi Seksual, Psikologi Sosial, Psikologi Keluarga, Psikologi Pendidikan
Subjects: Ilmu Syariah
Hukum Islam > Fiqih > Pernikahan
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Magister Ilmu Syari'ah (S2)
Depositing User: S.Sos Sofwan Sofwan
Date Deposited: 01 Jul 2022 11:28
Last Modified: 01 Jul 2022 11:28
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/51429

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum