NTERPRETASI QS. AL-BAQARAH [2]: 165-167; PERIHAL MENUHANKAN SESUATU SELAIN ALLAH (APLIKASI TEORI MA’NA CUM MAGHZA)

Achmad Soib, NIM.: 20205031026 (2022) NTERPRETASI QS. AL-BAQARAH [2]: 165-167; PERIHAL MENUHANKAN SESUATU SELAIN ALLAH (APLIKASI TEORI MA’NA CUM MAGHZA). Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (NTERPRETASI QS. AL-BAQARAH [2]: 165-167; PERIHAL MENUHANKAN SESUATU SELAIN ALLAH (APLIKASI TEORI MA’NA CUM MAGHZA))
20205031026_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (4MB) | Preview
[img] Text (NTERPRETASI QS. AL-BAQARAH [2]: 165-167; PERIHAL MENUHANKAN SESUATU SELAIN ALLAH (APLIKASI TEORI MA’NA CUM MAGHZA))
20205031026_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (6MB) | Request a copy

Abstract

Penafsiran tentang menuhankan sesuatu selain Allah yang berhubungan dengan QS. Al-Baqarah [2]: 165-167 harus mengalami perkembangan. Sebab, problematika umat yang dialami pada masa Nabi Muhammad bebeda dengan hari ini. Semakin kesini semakin kompleks permasalahan yang berkembang. Namun, tidak disadari ada sebagian orang yang terjerembab tradisi-tradisi jahiliah. Mereka menjadikan sesuatu selain Allah sebagai tandingan-tandingan yang mereka puja-puja, yang mereka sembah, dan yang mereka harapkan pertologannya. Al-Qur’an sebagai petunjuk manusia yang relevan sepanjang waktu, masalah tersebut dapat direspon dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 165-167 perihal menuhankan sesuatu selain Allah. Melihat penjelasan mufasssir dalam menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 165 terdapat beberpa perbedaan. Di antaranya dalam menafsirkan kata andādā yang memiliki ragam makna, ada yang memaknai tandingan, pemimpin, semisal, para sekutu dan lain sebagainya. Kemudian, dalam menafsirkan kata hubb dalam QS. Al-Baqarah [2]: 165 sebagian mufasssir menafsirkan mereka mencintai berhala seperti mencintai Allah, sebagian yang lain menafsirkan mereka mencintai berhala seperti orang mu’min dalam mencintai Allah. Termasuk dalam menafsirkan kata hubb secara bahasa juga tentu berbeda dengan hubb pada konteks yang lain. Hepotesa penulis, pendekatan yang cocok untuk menjawab problematika ini yakni, pendekatan kontekstual ma’nā cum maghzā. Adapun jenis penelitian ini merupakan kajian pustaka (library reseach) dengan yang bersifat kritis-analitis dan menggunakan pendekatan teori ma’nā cum maghzā yang terbagi menjadi dua langkah utama. Yang pertama, menganalisis signifikansi historis (al-maghza at-tarikhi) dengan mencari makna historis (al-ma’na at-tarikhi) dengan menganalisa linguistik, vi intratekstualitas, intertekstualitas, analisis konteks historis dan menggali pesan utama utama QS. Al-Baqarah [2]: 165-167. Kedua, mengungkap signifikansi dinamis kontemporer (al-magzā al-mutaharrik al-mu’aṣir). Dalam menentukan kategori ayat, merekontektualisasikan pesan utama ayat, memperkuat signifikansi dinamis kontemporer dengan pengetahuan dan menagkap makna simbolik ayat. Dalam penelitian ini, ditemukan signifikansi dinamis kontemporer (al-magzā al-mutaharrik al- mu’āṣir) dari QS. Al- Baqarah [2]: 165-167 yaitu: pertama larangan menuhankan sesuatu selain Allah yang berlaku secara umum kepada seluruh manusia. Pada waktu ayat ini diturunkan kondisi bangsa arab masih diperbudak oleh tradisi-tradisi nenek moyang yang telah menyimpang dari ajaran Islam, karenanya mereka dikenal sebagai masyarakat jahiliah. Maka dari itu aqidah merupakan hal yang paling urgen dalam Islam dan menjadi misi Nabi Muhammad yang utama dalam berdakwah. Kedua, perbuatan syirik pada masa awal Islam hanya dipahami dengan perbuatan penyembahan terhadap berhala-berhala yang berupa patung-patug, dan arwah nenek moyang. Namun pada masa kini, berhala bisa berupa gadget, kekuasaan, pemimpin, jin, dan lainnya yang membuat hati mereka condong (cinta) dengan patuh dan taat, sehingga melupakan perintah Allah dan melanggar apa yang telah dilarang-Nya. Ketiga, pesan yang terkait dengan cinta. Implementasi cinta kepada Allah dalam konteks ayat ini adalah dengan menyembah secara konsisten hanya kepada Allah serta melakukan apa saja yang diperintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Tidak sebaliknya, yang justru membuat tandingan-tandingan Allah dan menyekutukan-Nya. Selain itu, batasan cinta dalam konteks syirik ialah cinta yang menjadikan patuh dan taat pada sesuatu yang dicintai, sehingga menjadikan seseorang menerjang hukum Allah dan dapat merusak aqidah. Seharusnya, seorang yang beriman dalam mencintai vii sesuatu karena Allah. Keempat, manusia merupakan manusia yang mukallaf (terbebani hukum syari’at), maka semua yang diperbuat oleh manusia baik buruknya ada konsekuensinya. Termasuk dalam konteks ini orang-orang yang dzalim yang telah menyekutukan Allah, maka mereka akan menerima siksa yang pedih kelak diakhirat. Kelima, Dalam beragama, khususnya dalam hal aqidah, setiap umat Islam harus mempunyai kemandirian dengan apa yang diyakininya. Artinya tidak mengikuti yang tidak benar, walaupun itu dilakukan oleh banyak orang, walaupun dilakukan oleh atasan, pemimpin, atau nenek moyangnya. Karena yang menjadi pegagangan bukanlah mereka, namun syari’at Islam.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: INTERPRETASI, QS. AL-BAQARAH [2], 1 MENUHANKAN SESUATU SELAIN ALLAH, MA’NA CUM MAGHZA ALLAH (APLIKASI TEORI MA’NA CUM MAGHZA)
Subjects: Ilmu Alqur’an dan Tafsir
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Ilmu Alqur'an dan Tafsir (S2)
Depositing User: S.Sos Sofwan Sofwan
Date Deposited: 10 Oct 2022 13:42
Last Modified: 10 Oct 2022 13:42
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/54027

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum