KEDUDUKAN PEREMPUAN PASCA BERCERAI DALAM BUDAYA GAYO

Sutya Dewi, NIM.: 20200011052 (2022) KEDUDUKAN PEREMPUAN PASCA BERCERAI DALAM BUDAYA GAYO. Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (KEDUDUKAN PEREMPUAN PASCA BERCERAI DALAM BUDAYA GAYO)
20200011052_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (2MB) | Preview
[img] Text (KEDUDUKAN PEREMPUAN PASCA BERCERAI DALAM BUDAYA GAYO)
20200011052_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (4MB) | Request a copy

Abstract

Angka perceraian di Kabupaten Bener Meriah dan di Aceh Tengah pada tahun 2021 meningkat pesat. Akibatnya, sebanyak 308 orang wanita menjadi janda di Kabupaten Bener Meriah dan di Aceh Tengah sebanyak 466 orang. Jika secara umum sosok janda memiliki stigma negatif, namun tidak demikian di masyarakat Gayo. Hal ini terbentuk karena adanya aturan adat yang mengatur perilaku masyarakat dalam merespon kasus perceraian yang terjadi di lingkungannya. Oleh karenanya, peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang bagaimana budaya Gayo memandang pernikahan dan perceraian, bagaimana kedudukan janda dalam budaya Gayo dan alasan para janda di sana tidak berstigma. Penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan pendekatan konstruksi sosial Peter L. Berger untuk mendeskripsikan konstruksi sosial masyarakat Gayo Lut mengenai respon masyarakat terhadap perceraian dan kedudukan janda di dalam masyarakat. Pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara, observasi, serta dokumentasi. Sebanyak 12 orang Informan yang terlibat dalam penelitian ini yang terdiri dari dua orang masyarakat umum, sepasang suami istri yang telah bercerai, empat orang dari Majelis Adat Gayo, seorang Reje, seorang Imem, dan dua orang Panitera dari Mahkamah Syar’iyah. Pengolahan dan analisis data diawali dengan menggolongkan sejumlah data yang sesuai dengan kebutuhan, kemudian disajikan ke dalam bagian-bagian yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Setelah itu ditariklah kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) budaya Gayo menerapkan dua jenis perkawinan, yaitu kawin ango atau juelen dan kawin angkap. Adapun istilah lainnya yaitu kawin kuso kini yaitu pilihan bagi pasangan suami-istri untuk menetap dan hidup di lingkungan keluarga suami ataupun istri. Selain itu, masyarakat Gayo mengenal dua jenis perceraian (cere), yaitu cere kasih dan cere banci. 2) Adapun kedudukan janda (banan balu) dalam budaya Gayo ini memiliki status, peran, fungsi, hak, kewajiban dan dampak yang berbeda-beda tergantung pada jenis perkawinan yang dahulu dipilih. Dimana hal tersebut memiliki konsekuensi tersendiri. 3) Perempuan pasca bercerai tidak berstigma dikarenakan telah tertanamnya substansi dari sumang dan resam dalam perilaku masyarakat. Selain itu, adanya persamaan dalam perlakuan antara laki-laki dengan perempuan sesuai dengan jenis perkawinan. Aturan adat ini telah dijalani masyarakat Gayo tanpa menyalahi syari’at Islam yang berlaku di Aceh. Dengan kata lain, budaya Gayo memberlakukan prinsip kesetaraan gender.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Pembimbing: Dr. Nina Mariani Noor, SS., MA
Uncontrolled Keywords: divorce; perkawinan; perceraian; Budaya Gayo
Subjects: Bimbingan dan Konseling Islam
Hukum Islam > Fiqih > Pernikahan
Divisions: Pascasarjana > Thesis > Interdisciplinary Islamic Studies > Bimbingan Konseling Islam
Depositing User: Muchti Nurhidaya [muchti.nurhidaya@uin-suka.ac.id]
Date Deposited: 10 Feb 2023 09:37
Last Modified: 10 Feb 2023 09:37
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56062

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum