KONSEP TAJRID DALAM PEMIKIRAN IBNU ‘ATHA’ILLAH AS-SAKANDARI: PERSPEKTIF TEOLOGIS

Zulfahani, NIM.: 18205010072 (2022) KONSEP TAJRID DALAM PEMIKIRAN IBNU ‘ATHA’ILLAH AS-SAKANDARI: PERSPEKTIF TEOLOGIS. Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (KONSEP TAJRĪD DALAM PEMIKIRAN IBNU ‘ATHA’ILLAH AS-SAKANDARI: PERSPEKTIF TEOLOGIS)
18205010072_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview
[img] Text (KONSEP TAJRĪD DALAM PEMIKIRAN IBNU ‘ATHA’ILLAH AS-SAKANDARI: PERSPEKTIF TEOLOGIS)
18205010072_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (8MB) | Request a copy

Abstract

Tindakan melepaskan diri dari hukum kausalitas (tajrīd) yang muncul dalam pemikiran tasawuf Ibnu ‘Atha’illah secara tekstual seringkali dipahami sebagai bentuk fatalisme. Akan tetapi di sisi lain ia juga mengakui keabsahan hukum kausalitas sebagaimana kalangan rasionalis. Sementara bagi sebagian orang Ibnu ‘Atha’illah diklaim sebagai pengikut Asy’ariyah yang menolak keniscayaan relasi sebab dan akibat. Selain itu, Ibnu ‘Atha’illah juga banyak memproduksi kritik bagi beberapa perilaku kaum sufi yang menurutnya berlawanan dengan rasionalitas dan nilai-nilai humanisme. Berlandaskan kritiknya tersebut ia kemudian membangun sebuah konsep teologi baru yang bukan hanya sekedar memberi jalan tengah bagi perselisihan teologis yang berkaitan dengan konsep tajrīd, namun juga mengakomodir pandangan dari berbagai kelompok teologi Islam. Dari latar belakang tersebut peneliti merumuskan beberapa masalah, yaitu: Bagaimana tipologi pemikiran Ibnu ‘Atha’illah dalam konsep tajrīd? Bagaimana kritik Ibnu ‘Atha’illah terhadap konsep tajrīd yang dianut oleh para sufi? Apa tawaran Ibnu ‘Atha’illah dalam konsep tajrīd bagi problem teologi Islam? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan cara analitis-deskriptif berdasarkan sumber-sumber pustaka (library research). Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah karya-karya Ibnu ‘Atha’illah terutama yang berjudul al-Hikam, at-Tanwīr fī isqāth at-Tadbīr, dan Lathā`if al-Minan. Guna menjawab rumusan masalah di atas, peneliti menggunakan teori Dialektika Hegel. Teori ini bertumpu pada gagasan bahwa kenyataan adalah sebuah "proses dialektis", di mana jika ada sebuah pendapat yang diungkapkan, maka pendapat tersebut akan ditentang oleh pendapat lainnya. Oposisi ini pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpuasan. Dari ketidakpuasaan tersebut lahirlah usaha mendamaikan dua oposisi tersebut menjadi kesatuan kontradiksi. Pendapat yang muncul pertama disebut tesis, pendapat yang menentangnya disebut antitesis, dan hasil dari usaha penyatuan kontradiksi ini disebut sintesis. Dalam penelitian ini, pandangan teologis para sufi yang melatar belakangi munculnya konsep tajrid diletakkan sebagai tesis, pengingkaran Ibnu ‘Atha’illah terhadap pandangan teologis para sufi tersebut diletakkan sebagai antitesis, dan tawaran-tawaran pemikiran teologis baru untuk membentuk konsep tajrid yang baru dari Ibnu ‘Atha’illah diletakkan sebagai sintesis. Dengan menggunakan teori dialektika tersebut, peneliti menemukan jawaban-jawaban dari rumusan masalah, yaitu: Tipologi pemikiran Ibnu ‘Atha’illah dalam konsep tajrid bukanlah tipikal pemikiran fatalisme sebagaimana yang diusung Jabariyah dan sebagian Asy’ariyah. Akan tetapi, Ibnu ‘Atha’illah juga tidak vi menganut aliran rasionalis seperti Mu’tazilah dan Qadariyah. Ibnu ‘Atha’illah memiliki corak pemikirannya sendiri yang di dalamnya ada paradigma baru tentang konsep tajrid. Dalam menanggapi pemikiran teologis kaum sufi dalam konsep tajrīd, Ibnu ‘Atha’illah melemparkan kritiknya dalam bentuk antitesis dari pemikiran kaum sufi tersebut. Ada lima poin utama kritik Ibnu ‘Atha’illah tersebut. Pertama, manusia tetap memiliki kebebasan meskipun ia juga tunduk pada takdir. Kedua, kehendak manusia itu mempengaruhi secara efekti perbuatannya. Ketiga, hukum kausalitas itu ada dan memberikan pengaruh bagi kehidupan manusia. Menyangkal sepenuhnya terhadap efektifitas hukum kausalitas merupakan tindakan bodoh. Keempat, manusia memiliki peran dalam perbuatannya. Kelima asketisme yang ekstrim tidak sejalan dengan nilai-nilain tasawuf karena mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Ibnu ‘Atha’illah memberika tawaran paradigma baru dalam problematika teologi yang mengitari konsep tajrid. Tawaran tersebut adalah: konsep kebebasan di dalam batas takdir, koherensi kehendak manusia dan Tuhan, kontekstualitas hukum kausalitas, manusia berperan dalam menentukan jenis dan nilai perbuatannya, dan tasawuf yang tetap menjaga nilai-nilai kemanusiaan (tasawuf humanistik).

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Pembimbing: Dr. Shofiyullah Muzammil S.Ag., M.Ag
Uncontrolled Keywords: Kaum Sufi, Ibnu ‘Atha’illah, Pemikiran Teologis
Subjects: Islam dan Pemikiran
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Aqidah dan Filsafat Islam (S2)
Depositing User: Muh Khabib, SIP.
Date Deposited: 24 Feb 2023 14:22
Last Modified: 24 Feb 2023 14:22
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/56576

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum