INTERPRETASI QS. AN-NAML: 22-44 PERSPEKTIF MA’NA-CUM-MAGHZA

Fikru Jayyid Husain, NIM.: 21205031055 (2023) INTERPRETASI QS. AN-NAML: 22-44 PERSPEKTIF MA’NA-CUM-MAGHZA. Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (INTERPRETASI QS. AN-NAML: 22-44 PERSPEKTIF MA’NA-CUM-MAGHZA)
21205031055_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (4MB) | Preview
[img] Text (INTERPRETASI QS. AN-NAML: 22-44 PERSPEKTIF MA’NA-CUM-MAGHZA)
21205031055_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf
Restricted to Registered users only

Download (12MB) | Request a copy

Abstract

Interpretasi QS. an-Naml: 22-44 oleh mayoritas mufasir dibingkai dalam kisah pertemuan Nabi Sulaiman dan Ratu Saba. Interpretasi mereka lebih banyak berfokus pada narasi kisah tanpa memedulikan konteks diwahyukannya. Misal, QS. an-Naml: 29-31, ketika Ratu Saba menerima surat Sulaiman dan membacanya. Para mufasir klasik hingga modern tidak memberi interpretasi signifikan terkait kesesuaian logis dan faktual rangkaian ayat denga konteks kehidupan Nabi Muhammad dan perjalanan dakwahnya. Interpretasi dinamis dipaparkan oleh mufasir pertengahan dan modern yang menjadikan rangkaian ayat ini sebagai etika penulisan surat dan nasihat. Namun, mereka tidak memberikan bagaimana rangkaian ayat tersebut dengan konteks kehidupan maupun dakwah Nabi Muhammad. Sedangkan sarjanawan Al-Qur’an modern mengemukakan bahwa interpretasi Al-Qur’an mestinya tidak meninggalkan pemahaman terhadap konteks historis turunnya Al-Qur’an. Lebih lanjut, ketika Al-Jabiri menjelaskan relasi Al-Qur’an dan konteks kehidupan Nabi Muhammad, ada segmen khusus yang menyebutkan kewajiban mengaitkan Al-Qur’an dengan sirah Nabi Muhammad. Pada segmen tersebut, Al-Jabiri menyatakan keharusan menempatkan pemahaman surah-surah Al-Qur’an dalam sejarah dakwah Nabi Muhammad. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kisah Al-Qur’an – termasuk kisah pertemuan Nabi Sulaiman dengan Ratu Saba pada QS. an-Naml: 22-44 – juga berkaitan dengan perjalanan dakwah Nabi Muhammad. Hasil perelasian kisah ini dengan perjalanan dakwah Nabi diharapkan bisa memberi pandangan baru maupun tinjauan ulang terkait paradigma dakwah kontemporer. Penelitian ini berargumen bahwa pemahaman ideal kisah Al-Qur’an harus mempertimbangkan sejarah dakwah dan konteks historis kehidupan Nabi Muhammad. Sebab, minimnya dinamika pemahaman ayat kisah adalah implikasi dari tidak dipertimbangkannya konteks historis, yang di dalamnya termasuk sejarah dakwah Nabi. Maka usaha reinterprertasi QS. an-Naml: 22-44 membutuhkan perangkat interpretasi yang juga mempertimbangkan konteks tersebut. Tesis ini adalah penelitian pustaka (library research) yang menggunakan perangkat analisis dengan metode interpretasi Ma’na-cum-Maghza. Metode interpretasi Ma’na-cum-Maghza berfokus pada uraian terhadap tiga hal dari ayat yang dikaji: 1) makna historis (al-ma’na at-tarikhi); 2) signifikansi fenomenal historis (al-maghza at-tarikhi); 3) signifikansi fenomenal dinamis kontemporer (al-maghza al-mutaharrik al-mu’asir). Tesis ini sekaligus berfokus pada elaborasi kandungan QS. an-Naml: 22-44 melalui tiga proses yang dijelaskan tadi. Melalui metode interpretasi Ma’na-cum-Maghza, ditemukan bahwa QS. an-Naml: 22-44 memang erat kaitannya dengan perjalanan dakwah Nabi Muhammad. Berikut uraian detailnya berdasarkan tiga aspek penting yang diurai dalam analisis Ma’na-cum-Maghza>. Pertama, makna historis yang diurai menjadi empat poin: 1) penegasan tauhid dan batilnya kesyirikan yang dilakukan kaum kafir Makkah; 2) anjuran untuk mendakwahkan Islam ke luar Hijaz; 3) anjuran untuk menulis basmalah dalam permulaan surat; 4) anjuran untuk melakukan musyawarah. Kedua, signifikansi fenomenal historis yang diurai menjadi empat poin: 1) penegasan tauhid dan celaan terhadap sesembahan selainNya; 2) anjuran berdakwah dengan tulisan bagi yang objek dakwahnya jauh; 3) dakwah dengan memanfaatkan kekuasaan pemerintahan atau kekuatan sosial; 4) bermusyawarah dalam pemutusan perkara yang signifikan dan hasilnya ke publik. Ketiga, signifikansi fenomenal dinamis kontemporer yang diurai menjadi dua poin: 1) universalitas dakwah Islam. Poin khusus yang diperoleh dari QS. an-Naml: 44 terkait dakwah adalah tidak dikehendakinya hierarki antara dai dan mad’u; 2) dinamisasi model dakwah. Ada dua dakwah yang dicontohkan dalam QS. an-Naml: 22-44, yaitu dakwah struktural dan dakwah tulisan. Nilai khusus yang ditekankan adalah dakwah struktrual harus mengedepankan integritas dan tidak boleh menerima suap. Sedangkan bagi dai yang berdakwah dengan tulisan harus memiliki kemampuan menulis yang baik dan indah serta menghasilkan tulisan yang relevan dengan pembacanya. Signifikansi ini memberi pemahaman alternatif terkait konsep dakwah yang seringkali dipahami secara dangkal, sehingga dakwah mestinya tidak lagi dibatasi dalam pengertian transformasi pengetahuan islami melalui ceramah, tetapi dakwah sebagai transformasi sosial yang demokratis dengan aktivitas yang dinamis.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Pembimbing: Prof. Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A.
Uncontrolled Keywords: Kitab Tafsir Klasik; kisah pertemuan Nabi Sulaiman dan Ratu Saba, dakwah Islam; dinamisasi model dakwah
Subjects: DAKWAH ISLAM
Ilmu Alqur’an dan Tafsir
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Ilmu Alqur'an dan Tafsir (S2)
Depositing User: Muchti Nurhidaya [muchti.nurhidaya@uin-suka.ac.id]
Date Deposited: 12 Feb 2024 11:20
Last Modified: 12 Feb 2024 11:20
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/63623

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum