KONSEP BID’AH TRADISI MEMBERI “SESAJEN” DALAM KITAB TUĤFAH AR-RĀGIBĪN FĪ BAYĀNI ĤAQĪQATI ĪMĀN AL-MU'MINĪN WA MĀ YUFSIDUHU MIN RIDDAH AL-MURTADDĪN KARYA SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI (1122-1227 H/1711-1812 M) (TAĤQĪQ WA DIRĀSAH)

Abdul Basit , NIM: 08.216.590 (2010) KONSEP BID’AH TRADISI MEMBERI “SESAJEN” DALAM KITAB TUĤFAH AR-RĀGIBĪN FĪ BAYĀNI ĤAQĪQATI ĪMĀN AL-MU'MINĪN WA MĀ YUFSIDUHU MIN RIDDAH AL-MURTADDĪN KARYA SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI (1122-1227 H/1711-1812 M) (TAĤQĪQ WA DIRĀSAH). Masters thesis, UIN Sunan Kalijaga.

[img]
Preview
Text (KONSEP BID’AH TRADISI MEMBERI “SESAJEN” DALAM KITAB TUĤFAH AR-RĀGIBĪN FĪ BAYĀNI ĤAQĪQATI ĪMĀN AL-MU'MINĪN WA MĀ YUFSIDUHU MIN RIDDAH AL-MURTADDĪN KARYA SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI (1122-1227 H/1711-1812 M) (TAĤQĪQ WA DIRĀSAH))
BAB I DAN V.pdf - Published Version

Download (7MB) | Preview
[img] Text (KONSEP BID’AH TRADISI MEMBERI “SESAJEN” DALAM KITAB TUĤFAH AR-RĀGIBĪN FĪ BAYĀNI ĤAQĪQATI ĪMĀN AL-MU'MINĪN WA MĀ YUFSIDUHU MIN RIDDAH AL-MURTADDĪN KARYA SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI (1122-1227 H/1711-1812 M) (TAĤQĪQ WA DIRĀSAH))
BAB II, III DAN IV.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (1MB)

Abstract

Karya Syekh Muhammad Arsyad yang pertama adalah kitab Tuĥfah ar- Rāgibīn. Kitab yang berisi tentang aqidah tersebut cukup menarik, karena di dalamnya disinggung tentang masalah kepercayaan dan tradisi lokal masyakarat Banjar pada saat itu. Kitab Tuĥfah ar-Rāgibīn banyak menyinggung dan mengkritik tentang tradisi atau upacara menyanggar ( menyelamati banua) dan membuang pasilih (membuang sial) dengan cara mempersembahkan sesajen untuk ruh-ruh dan makhluk halus (orang gaib). Tidak ditemukan karya ulama Nusantara yang membahas persoalan serupa, baik ulama yang satu angkatan dengan al-Banjari, maupun sebelum masa al-Banjari. Menurut penulis, hal tersebut yang menjadikan karya al-Banjari tersebut unik, menarik dan layak untuk diteliti dalam bentuk sebuah tesis. Tesis ini berjudul “Konsep Bid’ah Tradisi Memberi Sesajen Dalam Kitab Tuĥfah Ar-Rāgibīn Fī Bayāni Ĥaqīqati Īmān al-Mu'minīn wa Mā Yufsiduhu Min Riddah al-Murtaddīn Karya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari”. Penelitian ini bertujuan untuk menghadirkan sebuah teks agar sesuai dengan kehendak dan maksud pengarang, sehingga buah pikiran, ajaran, nilainilai dan ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya bisa diterapkan oleh umat Islam. Tujuan lain dari penelitian ini adalah, untuk mengetahui bagaimana konsep dan pemikiran al-Banjari tentang bid’ah dan tradisi masyarakat yang dibahas dalam kitab Tuĥfah ar-Rāgibīn tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu taĥqīq atau filologi dan dirāsah (analisis isi). Pendekatan taĥqīq dilakukan dengan menjalankan langkahlangkah, berupa mencari naskah, inventarisasi naskah, deskripsi naskah dan segala yang berhubungan dengan naskah, serta langkah terakhir yaitu penyuntingan dengan transliterasi dan transkripsi. Sedangkan dalam analisis (dirāsah), penulis melakukan pendekatan historis sosial dan kepercayaan masyarakat Banjar pada masa al-Banjari. Metode Penyuntingan yang digunakan adalah “metode gabungan”, yaitu menggabungkan antara bacaan dari semua naskah yang ada. Hal ini dilakukan karena penulis mempunyai dua naskah, yang keduanya hampir sama kualitasnya. Dua naskah tersebut dapat saling melengkapi dalam proses penyuntingan. Dalam proses penyuntingan didapati kata dan kalimat yang sulit dipahami, baik karena bahasa yang tidak familiar, maupun karena tidak ada tanda baca. Ditemukan juga ayat al-Qur'an yang tidak sesuai dengan teks asli, karena kelebihan huruf atau lafaz atau harakat yang salah. Begitu juga, terdapat hadis yang tidak sama dengan teks aslinya, walaupun tidak mempengaruhi maksud atau pengertian hadis tersebut. Penyuntingan dilakukan dengan cara memperbaiki bacaan yang kurang jelas, memberikan penjelasan terhadap maksud kata atau kalimat yang tidak familiar, mentakhrīj ayat dan hadis Nabi, mencari referensi kitab yang di kutip oleh pengarang dan menjelaskan biografi tokoh yang disebutkan dalam kitab tersebut. Dengan metode dan cara penyutingan tersebut, teks yang disajikan atau disunting merupakan teks baru yang tidak terdapat dalam naskah manapun. Dari hasil analisis (dirāsah) terhadap kitab Tuĥfah ar-Rāgibīn, diketahui bahwa, pengertian bid’ah menurut al-Banjari sama dengan pendapat para ulama Syafi’iyyah, hal tersebut dilihat dari konsep dan pembagian bid’ah yang semuanya dikutip dari kitab-kitab ulama bermazhab Syafi’i. Menurut al-Banjari, bid’ah adalah: Meng-ada-kan dan membaharui sesuatu pekerjaan yang tidak ada dalam agama Nabi Muhammad saw, baik berupa perbuatan atau iktikad. Menurut al- Banjari lagi, jika perbuatan bid’ah itu ada manfaatnya bagi agama, maka bisa jadi wajib atau sunah. Sedangkan jika perbuatan bid’ah itu tidak ada manfaatnya bagi agama, maka bisa haram, makruh atau mubah. Berkaitan dengan pembagian bid’ah, al-Banjari sepakat dengan para ulama Syafi’iyyah yang membagi bid’ah menjadi dua, yaitu, bid’ah yang baik (bid’ah ĥasanah) yang di dalamnya mencakup bid’ah wajib, bid’ah sunah dan mubah, dan juga bid’ah yang buruk (bid’ah qabīĥah) yang terdiri bid’ah haram dan bid’ah makruh. Dari tinjauan sejarah sosial dan kepercayaan masyarakat Banjar, diketahui bahwa, walaupun Islam sudah menyebar di kerajaan Banjar, namun kondisi sosial dan kepercayaan pada masa al-Banjari masih terikat dengan tradisi lama, berupa tradisi dan upacara yang mempersembahkan sesajen untuk makhluk halus (orang gaib), baik di lingkungan istana maupun di masyarakat bubuhan. Menurut Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, upacara tersebut hukumnya bid’ah đalālah (bid’ah yang sesat), karena di dalamnya terdapat perbuatan yang bertentangan dengan Al- Qur’an, hadis, perkataan sahabat dan ijma’ ulama, seperti mubazir atau membuang makanan. Sedangkan orang yang berbuat mubazir tersebut tergolong pengikut dan teman syetan, dan yang lebih berbahaya adalah di dalamnya terdapat unsur syirik. Sehubungan hukum bagi orang yang melaksanakan upacara seperti itu, Syekh Muhammad Arsyad membagi tiga macam hukum: 1). Kafir, bila upacara tersebut diyakini merupakan satu-satunya jalan agar bisa terhindari dari bahaya dan bencana atau penyakit. 2). Bid’ah lagi fasik, bila diyakini bahwa, tertolaknya bahaya adalah karena kekuatan yang diciptakan Allah pada upacara tersebut. 3). Bid’ah saja, jika diyakini bahwa, upacara itu tidak memberi bekas, baik dengan kekuatan yang ada padanya, atau kekuatan yang dijadikan Allah padanya.Tetapi Allah jua yang menolak segala bahaya itu dengan memberlakukan hukum kebiasaan dengan upacara tersebut. Namun jika mereka meyakini bahwa upacara itu halal atau tidak terlarang, maka hukumnya kafir. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu bahan baik untuk penelitian selanjutnya, maupun untuk sumber dan dasar pengajaran bagi masyarakat agar tidak terjerumus ke dalam kebiasaan yang bertentangan dengan aqidah Islam.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: pembimbing: Dr. Alim Roswantoro, M.Ag
Uncontrolled Keywords: KONSEP, BID’AH, TRADISI, SESAJEN, KITAB, TUĤFAH AR-RĀGIBĪN FĪ BAYĀNI ĤAQĪQATI ĪMĀN AL-MU'MINĪN WA MĀ YUFSIDUHU MIN RIDDAH AL-MURTADDĪN, KARYA, SYEKH, MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
Subjects: Aqidah Filsafat
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta > Aqidah Filsafat
Divisions: Pascasarjana > Thesis > Agama dan Filsafat
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 14 Feb 2013 20:56
Last Modified: 15 Apr 2015 11:56
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/7016

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum