KRITIK PERILAKU KONSUMTIF PADA QS AL-ARAF 28-31 PENDEKATAN MA’NA CUM MAGZA

M Rizko Ramadani, NIM.: 23205031012 (2025) KRITIK PERILAKU KONSUMTIF PADA QS AL-ARAF 28-31 PENDEKATAN MA’NA CUM MAGZA. Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

Preview	Text (KRITIK PERILAKU KONSUMTIF PADA QS AL-ARAF 28-31 PENDEKATAN MA’NA CUM MAGZA) 23205031012_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version Download (10MB) | Preview
	Text (KRITIK PERILAKU KONSUMTIF PADA QS AL-ARAF 28-31 PENDEKATAN MA’NA CUM MAGZA) 23205031012_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version Restricted to Registered users only Download (22MB) | Request a copy

Abstract

Selama ini QS al-Araf: 31 dipahami sebagai dalil larangan berlebihan dalam pakaian dan makanan. Tak heran jika peneliti sebelumnya hanya berfokus pada ayat 31 sebagai dalil terhadap isu konsumtif berlebihan, hedonis, serta gaya hidup sehat, namun ketika dikaji bersama dengan ayat sebelumnya yakni 28-31 yang menjadi alur sebab cerita pada kesatuan konteks sehingga meniscayakan makna dan pesan lebih dalam dan luas. Oleh karena itu, penelitan ini menelaah keseluruhan ayat 28-31 dengan menyoroti lebih dalam term kunci pada tiap ayatnya dengan pendekatan ma'na cum maghza sebagai teori yang menganalisis teks dan konteks secara objektif dan sistematis, mulai dari linguistik, simbolik hingga bagaimana relevansinya terhadap perilaku konsumtif yang menjadi permasalahan sosial zaman sekarang. Hasil penelitian menunjukan bahwa makna dan pesan larangan berlebihan dalam QS al-Araf: 28-31 tidak hanya mencakup pakaian dan makanan, namun juga menyingkap perilaku masyarakat mekkah yang sarat dengan fanatisme buta pada tradisi nenek moyang dan tokoh berpengaruh sehingga mereka tidak hanya melakukan dan membenarkan perbuatan fahisyah atas dasar itu, namun juga menyakini hal tersebut merupakan perintah Tuhan. Sebab itu, al-Quran menghadirkan kritik melalui pesan al-Qisth dan larangan israf sebagai peringatan terhadap sikap menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal dengan alasan fanatisme semu yang bertentangan dengan kebenaran agama dan akal. Pada signifikansi fenomenal historis, ayat 28 dan 30 menggambarkan sebab-akibat pilihan manusia yang dipengaruhi fanatisme, yakni lebih memilih tradisi nenek moyang dan aturan tokoh meskipun bertentangan dengan kebenaran. Sebaliknya, ayat 29 dan 31 hadir sebagai tawaran Qurani untuk menegakkan keadilan, kejujuran, dan rasionalitas objektif agar manusia tidak larut dalam fanatisme sosial, melainkan mampu membedakan kebaikan dari keburukan secara jernih. Adapun pada signifikansi fenomenal dinamis, fanatisme masa lalu dapat direlevansikan dengan fenomena kontemporer seperti FOMO dan gaya hidup imitatif yang mendorong perilaku konsumtif dapat terjerumus pada fahisyah yakni perbuatan buruk yang dampak buruknya merugikan individu dan orang lain. Simbol syayatina yang dahulu dimaknai sebagai sifat menjauhkan dari kebenaran, kini dapat dikaitkan dengan sesuatu yang memberi pengaruh besar pada individu seperti media sosial, influencer, konten kreator, e-commerce hingga pinjaman online, menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi sekaligus melemahkan kontrol diri individu dalam pengelolaan sumber daya (uang, waktu dan energi). Pada pesan al-Qisth dan israf menjadi sebuah tawaran solusi terhadap permasalahan perilaku konsumtif dengan mengintegrasikan prinsip ekonomi mikro mengenai perilaku ideal konsumen dengan hasil penelitian keseluruhan ayat 28-31 seperti prinsip rasionalitas, prinsip trade off dan opportunity cost, serta prinsip efisiensi keseimbangan dan prinsip keberlanjutan agar tidak menjadi perilaku konsumtif yang dapat menjerumuskan seseorang dalam fahisyah.

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item