Nur Athifah Mubarokah, NIM.: 21103060030 (2025) RADA’AH SEBAGAI SEBAB KEHARAMAN MENIKAH PERSPEKTIF IBNU HAZM AZ-ZAHIRI DAN IBNU YUNUS AL-BAHUTI. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.
|
Text (RADA’AH SEBAGAI SEBAB KEHARAMAN MENIKAH PERSPEKTIF IBNU HAZM AZ-ZAHIRI DAN IBNU YUNUS AL-BAHUTI)
21103060030_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version Download (2MB) | Preview |
|
|
Text (RADA’AH SEBAGAI SEBAB KEHARAMAN MENIKAH PERSPEKTIF IBNU HAZM AZ-ZAHIRI DAN IBNU YUNUS AL-BAHUTI)
21103060030_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version Restricted to Registered users only Download (3MB) | Request a copy |
Abstract
Rada’ah (persusuan) merupakan salah satu sebab keharaman menikah dalam hukum Islam, selain nasab dan musāharah. Rada’ah menjadi isu yang penting karena berkaitan langsung dengan kehidupan sosial, yaitu dalam hubungan kekerabatan. Kajian tentang hukum rada’ah diperlukan agar hubungan mahram terjaga, mengingat saat ini banyak fenomena pendonoran ASI. Para ulama sepakat bahwa rada’ah (persusuan) dapat menimbulkan hubungan mahram, akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai syarat-syaratnya. Penelitian ini mengangkat kajian perbandingan antara pendapat dua ulama dari mazhab yang berbeda, yaitu Ibnu Hazm az-Ẓāhirī dari Mazhab Zahiri dan Ibnu Yūnus al-Bahuti dari mazhab Ḥanbali, serta menganalisis penyebab terjadinya perbedaan pendapat diantara keduanya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif uṣul fiqh). Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan sifat deskriptif, analitis, dan komparatif. Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah ikhtilaf fī fahm al-naṣ wa tafsirihi (perbedaan dalam memahami dan menafsirkan teks), yang digunakan untuk menjelaskan alasan-alasan perbedaan pendapat di antara para ulama yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Ibnu Hazm dan Ibnu Yunus memiliki pendapat yang sama dalam hal syarat jumlah minimal lima kali penyusuan yang terpisah dan tidak mensyaratkan ibu susuan harus dalam keadaan hidup, keduanya berselisih pendapat dalam menetapkan batas usia maksimal anak yang disusui, cara penyusuan, dan pandangan terhadap labanul fahl. Ibnu Hazm tidak membatasi usia dan mensyaratkan penyusuan langsung dari payudara, sedangakn Ibnu Yunus membatasi hingga usia dua tahun dan membolehkan penyusuan melalui media lain seperti botol dan sendok. Perbedaan tersebut tidak lepas dari metode istinbāṭ hukum yang mereka gunakan, periwayatan hadis yang diambil sebagai dasar, dan latar belakang sosial budaya masing-masing, terutama pendekatan literalistik Ibnu Hazm yang berbeda dengan pendekatan kontekstual Ibnu Yūnus. Kata Kunci: Rada’ah, Persusuan, Ibnu Hazm, Ibnu Yunus.
| Item Type: | Thesis (Skripsi) |
|---|---|
| Additional Information / Supervisor: | Drs. Abd. Halim, M.Hum. |
| Uncontrolled Keywords: | Rada’ah, Persusuan, Ibnu Hazm, Ibnu Yunus |
| Subjects: | 200 Agama > 297 Agama Islam > 297.413 Perbandingan Mazhab |
| Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzab (S1) |
| Depositing User: | S.Sos Sofwan Sofwan |
| Date Deposited: | 18 Dec 2025 15:18 |
| Last Modified: | 18 Dec 2025 15:18 |
| URI: | http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/74689 |
Share this knowledge with your friends :
Actions (login required)
![]() |
View Item |
