ISLAM DAN PEMBEBASAN (studi terhadap Pemikiran Pembaharuan Islam Asghar Ali Engineer)

ARIF MUJAHIDIN, NIM. 96512226 (2003) ISLAM DAN PEMBEBASAN (studi terhadap Pemikiran Pembaharuan Islam Asghar Ali Engineer). Skripsi thesis, PERPUSTAKAAN UIN SUNAN KALIJAGA.

[img]
Preview
Text
BAB I. V.pdf

Download (1MB) | Preview
[img] Text
BAB II. III. IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

Agama, menurut Althusser, merupakan salah satu alat ideologis negara (ideological state apparatus) yang ampuh untuk menundukkan massa. Tentu saja Althusser sedang menunjuk pada agama yang menjadi pelayan bagi kepentingan kelas berkuasa sehingga kehilangan semangat pembebasannya. Karena semangat pembebasannya ini, agama sesungguhnya juga memiliki kekuatan untuk membebaskan kelas tertindas seperti dicontohkan oleh nabi-nabi dan dikemudian hari dikontekstualisasikan kembali dalam term teologi pembebasan oleh para intelektual. Salah seorang pemikir yang concern dengan penindasan dan pembebasan adalah intelektua1 India Asghar Ali Engineer. Untuk menggali kekuatan pembebas agama (Islam), Asghar kemudian mencoba menafsir ulang berbagai konsep dasar dalam al-Qur' an seperti tauhid, kenabian, dan wahyu yang pada gilirannya digunakan untuk merumuskan sebuah teologi pembebasan yang berdaya. Tauhid bagi Engineer tidak hanya dimaknai sebatas "keesaan Tuhan," tapi juga kesatuan manusia yang tidak dapat dicapai dalam pengertiannya yang paling benar tanpa menciptakan masyarakat tanpa kelas (classles society). Tauhid dalam pengertain yang barn ini berarti melampaui garis-garis keyakinan. Di sinilah pluralisme keagamaan mendapat tempat dalam perspektif teologi pembebasan. Kesatuan bukan saja mengenai perkara akidah, tetapi adalah kesatuan dalam keadilan yang melintasi batas-batas keyakinan. Dalam perspektif teologi pembebasan, persoalan penindasan itu bukaniah persoalan antar pemeluk agama, akan tetapi lebih merupakan persoalan antara "penindas" dan "yang tertindas." Sosok "penindas" dan ''yang ditindas" itu bisa berasal dari agama manapun, ras apapun dan suku manapun. Dengan demikian, tauhid itu tidak banya berdimensi teologis, tapi juga sosiologis. Kata kafir juga dimaknai ulang oleh Engeneer. fa tak hanya berdimensi teologis, tapi juga berdimensi sosial-ekonomi. Kafir tidak hanya mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, tapi juga termasuk mereka yang melawan segala usaba yang sungguh-sungguh untuk menata ulang struktur masyarakat agar Iebih adil dan egaliter, tidak ada konsentrasi kekayaan di segelintir orang, sertatidak ada eksploitasi manusia atas manusia yang lain. Betapapun teologi pembebasan Islam merupakan usaha praksis pembebasan manusia dari segala sistem ketidak-adilan, penindasan dan status quo, dengan berpijak pada al-Qur'an dan sejarah praksis pembebasan kenabian, namun bukan berarti ia tidak sepi dari baju ideologis atau kepentingan, mengingat objek yang menjadi garapannya bersifat multi-dimensional, kadang politis, ekonomis atau bahkan kultural. Belum lagi sudut pandang teoiogi tersebut, baik dalam melihat persoalan maupun dalam memberlakukan (baca: memahami) semangat pembebasan yang terkandung dalam wahyu Allah atau pengalaman praksis kenabian, Metode hermeneutik yang dijadikan pisau analisis dalam teologi pembebasan untuk memahami konteks dan teks atau masa lampu dan masa sekarang sehingga didapatkan pijakan paradigmatis gerakan, tidak merupakan satu-satunya metode yang dapat dimanfaatkan. Hermeneutik merupakan model eksegese ilmiah-krins-historis yang mengutamakan kesesuaian makna antara teks dan konteks. Model pembacaan seperti ini tentu bertentangan. dengan model pembacaan tekstualis yang banyak dipakai oleh kalangan fundamentalis. Setelah proses menafsir ulang ini, Asghar kemudian merumuskan teologi pembebasannya. Berbeda dengan teologi klasik yang cenderung abstrak dan elitis, teologi pembebasan cendenmg lebih konkret dan historis. Tekanannya adalah realitas kekinian, bukan realitas di a1am maya. Baginya, teologi itu tidak hanya bersifat transendentaJ, tapi juga kontekstual, Teologi yang hanya berkutat pada wilayah metafisik akan tercerabut dari akar sosialnya. Baginya, teologi adalah refleksi dari kondisi sosial yang ada, dan dengan demikian suatu teologi adalah dikonstruksi secara sosia1. Tidak ada teologi yang bersifat eternal yang selalu cocok dalam setiap kurun waktu dan sejarah. Dalam pandangan teologi itu juga tidak netral. Ia mempunyai keperbihakan, apakah kepada status quo atau kepada perubahan. Dengan kata lain, teologi itu dapat menjadi instrumen pembebas atau pembelenggn manusia. Semua itu tergantung kepada siapa yang mengkonstruksi dan. menggunakannya. Keperbihakan teolcgi pembebasan sangat jelas, yaitu kepada mereka yang lemah dan tertindas. Ia diproyeksikan untuk perubahan, bukan untuk mengabdi kepada kekuasaan dan status quo. Teologi pembebasan sangat menekankan pada aspek praksis, yaitu kombinasi antara refleksi dan aksi, iman dan amal. Ia merupakan produk pemikiran yang diikuti dengan praksis untuk pembebasan. Teologi pembebasan berupaya untuk menjadikan mereka yang lemah dan tertindas menjadi makhluk yang independen dan aktif. Karena hanya dengan menjadi manusia yang aktif dan merdeka mereka dapat melepaskan diri dati belenggu penindasau.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Uncontrolled Keywords: Pemikiran, islam, studi kasus
Subjects: Aqidah Filsafat
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta > Aqidah Filsafat
Divisions: Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam > Aqidah Filsafat (S1)
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 18 Dec 2013 14:48
Last Modified: 03 Aug 2016 14:58
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/9699

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum