FASAKH PERKAWINAN DENGAN ALASAN KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI NAFKAH ISTRI DALAM PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH

MUHAMMAD ARIF WAHYUDI, NIM. 03350126 (2009) FASAKH PERKAWINAN DENGAN ALASAN KETIDAKMAMPUAN SUAMI MEMBERI NAFKAH ISTRI DALAM PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Full text not available from this repository.

Abstract

Hak dan kewajiban suami istri memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah rumah tangga. Apabila masing-masing pihak tidak saling sadar atas hak dan kewajibannya dan tidak dapat saling menjaga dan memeliharanya maka hal ini dapat berimplikasi pada terjadinya kehancuran rumah tangga. Perkara hak dan kewajiban ini banyak menimbulkan masalah di tengah-tengah kehidupan berumah tangga. Salah satu penyebabnya adalah suami tidak sanggup memberi nafkah lahir kepada istrinya, seperti halnya makanan, pakaian, dan tempat kediaman. Masalah ini dapat menimbulkan rasa ketidakterimaan seorang istri, sehingga istri tidak segan-segan mengadukan masalah ini kepada pengadilan untuk menyelesaikan perkaranya dan tidak jarang pula seorang istri meminta supaya perkawinannya diputuskan dengan jalan fasakh. Fasakh merupakan sesuatu hal yang dibolehkan dalam syari'at Islam, akan tetapi boleh atau tidaknya fasakh perkawinan dengan alasan ketidakmampuan suami memberi nafkah pada istri masih diperdebatkan di kalangan fuqaha'. Karena masing-masing dari mereka memiliki dalil dan argumen sendiri-sendiri, maka sikap yang paling baik adalah memberikan toleransi kepada semua pendapat yang berbeda setelah terlebih dahulu mengkaji pendapat-pendapat mereka.Dalam permasalahan ini yang paling mencolok adalah pandangan Imam Abu Hanifah yang berpendapat bahwa suami yang miskin tidak berkewajiban menafkahi istrinya, dalam artian istri yang tidak menerima nafkah dari suaminya, maka ia tidak dapat mengajukan tuntutan fasakh. Dalam hal ini Imam Abu Hanifah berdalil atas firman Allah Q.S. at-Talaq: 7, juga berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim. Di sini penyusun ingin menganalisis istinbat hukum yang digunakan Imam Abu Hanifah dan bagaimana relevansinya dengan hukum perkawinan Islam di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mentelaah istinbat hukum yang digunakan Imam Abu Hanifah untuk memperkuat pandanganya. Penyusun menggunakan pendekatan usul al-Fiqh, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji metode-metode istinbat hukum Islam. Setelah dilakukan analisis, maka kesimpulan akhir dalam pembahasan ini ialah; metode istinbat yang digunakan Imam Abu Hanifah dalam memperkuat pendapatnya ialah mengambil zahir nass dari surat at-Talaq ayat 7, dan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Pendapat Imam Abu Hanifah ini di satu sisi dapat dijadikan alternatif untuk meminimalisir terjadinya perceraian, namun di sisi lain lebih banyak kemadharatan yang akan terjadi, di antaranya hak nafkah istri menjadi hilang, suami menjadi kurang bertanggung jawab atas kewajibannya memberi nafkah istri.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: YASIN BAIDI, M.AG
Uncontrolled Keywords: rumah tangga, suami istri, nafkah lahir, fasakh perkawinan, istinbat hukum, hak nafkah istri
Subjects: Hukum Islam > Fiqih > Pernikahan
Depositing User: Sugeng Hariyanto, SIP (sugeng.hariyanto@uin-suka.ac.id)
Date Deposited: 21 Nov 2017 09:44
Last Modified: 21 Nov 2017 09:47
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1911

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum