PENERAPAN PASAL 73 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA PERSPEKTIF ASY-SYATIBI

HABIB AKBAR MUBAROK - NIM. 05350032, (2010) PENERAPAN PASAL 73 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA PERSPEKTIF ASY-SYATIBI. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

[img]
Preview
Text (PENERAPAN PASAL 73 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA PERSPEKTIF ASY-SYATIBI)
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (1MB) | Preview
[img] Text (PENERAPAN PASAL 73 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA PERSPEKTIF ASY-SYATIBI)
BAB II, III.IV pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (192kB)

Abstract

Pelaksanaan perceraian bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam dilaksanakan di Pengadilan Agama. Prosedur beracara di Pengadilan Agama menggunakan hukum acara perdata pada Pengadilan Negeri. Dalam perkara gugatan (contentiosa) dikenal adanya kompetensi relatif pengadilan yang menggunakan asas actor secuitur forum rei yang mewajibkan penggugat datang ke pengadilan wilayah tergugat. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi tergugat. Namun, demi melindungi isteri, Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah mewajibkan tergugat yaitu suami untuk datang ke tempat isteri, yang dalam perkara gugat cerai berstatus sebagai penggugat, sedangkan dalam perkara permohonan talak, suami sebagai seorang penggugat juga diwajibkan datang ke tempat isteri. Dengan demikian apapun status isteri, baik sebagai tergugat dalam perkara permohonan talak maupun sebagai penggugat dalam ,perkara gugatan cerai, dia diberi hak oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 untuk beracara di pengadilan yang membawahi wilayahnya sendiri. Sebagai orang yang lebih mempunyai harapan akan terjadinya perceraian dalam kasus ,gugat cerai, menurut asy-Syatibi, isteri adalah orang yang lebih mampu, mengemban kewajiban tersebut. Penelitian ini adalah penelitian pustaka. Pengumpulan data dilakukan, dengan mencari literatur berupa karya-karya asy-Syatibi yang membahas tentang konsep kemampuan seorang mukallaf menjalankan sebuah kewajiban hukum. Untuk menganalisis pemberlakuan pasal tersebut, penyusun menggunakan pendekatan usul fiqh, yaitu filsafat hukum asy-Syatibi mengenai prosedur pelimpahan kewajiban hukum kepada selain subyek hukum atau mukallaf. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teori asy-Syatibi tentang prosedur pelimpahan kewajiban kepada selain subyek hukum, maka dapat disimpulkan bahwa pelimpahan kewajiban untuk datang ke tempat tergugat yang seharusnya dibebankan kepada isteri, dalam pandangan asy-Syatibi tidak bisa dibebankan kepada suami. Dalam pandangan asy-Syatibi seseorang yang oleh Syari' diberikan hak tidak bisa dibalik justeru menjadi orang yang berkewajiban. Kalau orang yang dikenai kewajiban tidak mampu memenuhi hak, maka hal itu dibebankan kepada kaum muslimin, dalam konteks sekarang adalah negara. Kalau pemberlakuan pasal tersebut dipandang maslahah, menurut asy-Syatibi harus ada validasi dari nas}. Sedangkan pemberlakuan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tidak didukung oleh nas}.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing: 1. Drs. H. KAMSI, M.A. 2. Drs. MALIK IBRAHIM, M.Ag.
Uncontrolled Keywords: Pasal 73 ayat (1) UU No7 Th.1989, gugatan cerai, hukum asy-Syatibi
Subjects: Hukum Islam
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah (S1)
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 21 Aug 2013 10:13
Last Modified: 08 Apr 2016 14:24
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/4423

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum