RELEVANSI MASLAHAH IZZUDDIN IBNU ABDIS SALAM PADA ASAS MEANINGFUL PARTICIPATION DALAM PASAL 96 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANG

Yani Susilawati, S.H, NIM.: 21203012109 (2023) RELEVANSI MASLAHAH IZZUDDIN IBNU ABDIS SALAM PADA ASAS MEANINGFUL PARTICIPATION DALAM PASAL 96 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANG. Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (RELEVANSI MASLAHAH IZZUDDIN IBNU ABDIS SALAM PADA ASAS MEANINGFUL PARTICIPATION DALAM PASAL 96 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANG)
21203012109_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (3MB) | Preview
[img] Text (RELEVANSI MASLAHAH IZZUDDIN IBNU ABDIS SALAM PADA ASAS MEANINGFUL PARTICIPATION DALAM PASAL 96 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANG)
21203012109_BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (6MB) | Request a copy

Abstract

Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 mengamanatkan asas meaningful participation dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. Partisipasi bermakna memiliki tiga syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 96 yaitu hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered) dan hak untuk dapat mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Rumusan Pasal 96 ini lebih condong mengatur hak masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, padahal perlu juga diatur kewajiban dari pembentuk peraturan perundang-undangan. Seperti pada Pasal 96 ayat (8), frasa “dapat” berpotensi menjadi alasan bagi pembentuk undang-undang untuk tidak selalu memberikan penjelasan atas masukan masyarakat. Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus memenuhi tiga landasan yakni: landasan berlaku secara filosofis, landasan berlaku secara sosiologis dan landasan berlaku secara yuridis. Bahasa yang digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus lugas, jelas, dan kalimat yang dirumuskan tidak menimbulkan multitafsir. Rumusan dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimana urgensi asas meaningful participation pada Pasal 96 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan?, kedua, bagaimana relevansi maslahah pada asas meaningful participation dalam Pasal 96 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta yuridis normative. dan analisis data menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pengaturan asas meaningful participation sangat diperlukan selain sebagai syarat atas amanat Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 juga akan membantu mengurangi judicial review yang mencerminkan ketidaksesuain pembentukan per-UU, asas meaningful participation melalui mekanisme yang telah diatur dalam Pasal 96 UU 13/22 akan membuka partisipasi masyarakat yang luas dan berdampak pada legitimasi yang kuat. karena telah melalui proses pembahasan bersama. Kemudian, landasan filosofis dalam UU Nomor 13 Tahun 2022 sudah terimplementasikan dengan baik namun landasan sosiologis belum berjalan efektif yaitu belum maksimalnya penyebaran informasi proses pembentukan UU dan secara yuridis kejelasan rumusan kata ‘dapat’ Pasal 96 ayat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tersebut tidak relevan dengan maslahah. Hal tersebut dikuatkan dengan alasan frasa “dapat” memiliki kemafsadatan yang besar apabila pembuat undang-undang tidak berkewajiban memberi penjelasan atas masukan masyarakat, sehinggar frasa “dapat” berpotensi memiliki kemafsadatan yang lebih besar dari pada kemaslahatannya.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Pembimbing: Prof. Dr. H. Kamsi., M.A
Uncontrolled Keywords: Undang-Undang, Meaningful Participation, Maslahah
Subjects: Hukum Tata Negara
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Magister Ilmu Syari'ah (S2)
Depositing User: Muh Khabib, SIP.
Date Deposited: 29 Jan 2024 11:16
Last Modified: 29 Jan 2024 11:16
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/63286

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum