KETIDAKADILAN HAK-HAK PEREMPUAN DALAM ISLAM DI INDONESIA, KONFLIK-KONFLIK YANG DITIMBULKAN DAN RESOLUSI KONFLIKNYA (STUDI ATAS PANDANGAN-PANDANGAN SITI MUSDAH MULIA)

Mamba’ul Athiyah, S.S, NIM.: 08.215.528 (2010) KETIDAKADILAN HAK-HAK PEREMPUAN DALAM ISLAM DI INDONESIA, KONFLIK-KONFLIK YANG DITIMBULKAN DAN RESOLUSI KONFLIKNYA (STUDI ATAS PANDANGAN-PANDANGAN SITI MUSDAH MULIA). Masters thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (KETIDAKADILAN HAK-HAK PEREMPUAN DALAM ISLAM DI INDONESIA, KONFLIK-KONFLIK YANG DITIMBULKAN DAN RESOLUSI KONFLIKNYA (STUDI ATAS PANDANGAN-PANDANGAN SITI MUSDAH MULIA))
BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (737kB) | Preview
[img] Text (KETIDAKADILAN HAK-HAK PEREMPUAN DALAM ISLAM DI INDONESIA, KONFLIK-KONFLIK YANG DITIMBULKAN DAN RESOLUSI KONFLIKNYA (STUDI ATAS PANDANGAN-PANDANGAN SITI MUSDAH MULIA))
BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (648kB) | Request a copy

Abstract

Sejak Islam datang ke Indonesia banyak sekali akulturasi budaya yang berlangsung antara budaya Islam dan budaya lokal. Termasuk di antaranya adalah dalam hal pemberlakuan peraturan dan hukum. Islam yang pada awalnya diturunkan di Jazirah Arab juga mengadopsi budaya setempat, contohnya pemisahan antara ruang publik untuk wanita dan laki-laki. Pada zaman sebelum zaman modern protes yang ada dikalangan perempuan hanya sebatas dalam hati. Pada masa Kartini hal tersebut dianggap tabu dan seolah menelanjangi kedigdayaan lelaki. Namun, dengan kegigihannya dan sikap pantang menyerahnya dominasi para lelaki pelan-pelan mulai dikritisi. Banyaknya pertikaian dan persengketaan mengenai sebuah masalah selama ini sering diselesaikan sesuai sistem hukum yang berlaku di masyarakat, tidak terkecuali dalam masyarakat Islam. Dalam menyelesaikan persengketaan tersebut maka diberlakukanlah hukum sesuai Islam. Dalam menetapkan sebuah hukum Islam para pemuka agama dan juga peradilan agama tersebut menggunakan al-Qur’an dan Hadits. Selain itu juga berdasarkan kaidah-kaidah fiqhiyah yang sesuai dengan pemikiran para ahli fiqh. Akibatnya para hakim banyak yang merujuk kepada doktrin fiqh. Hal ini tentunya memungkinkan munculnya pertarungan doktrin dan tidak dijumpainya rujukan hukum positif yang bersifat unikatif. Sehingga, terjadilah putusan-putusan yang berdisparitas tinggi antara satu pengadilan dengan pengadilan yang lain. Tuntutan agar ada piranti hukum yang jelas dalam menjembatani kesenjangan sosial antara hak-hak perempuan dan laki-laki dalam perkawinan dan perceraian ini sering memunculkan wacana dibentuknya kompilasi hukum Islam yang dipelopori oleh para pemerhati hukum Islam sebagai salah satu acuan dalam menetapkan urusan agama Islam berkaitan dengan pernikahan, perceraian, wakaf, hibah dan warisan. Meskipun KHI dianggap sebagai sebuah konsep hukum yang sudah memadai namun, masih banyak pihak yang mengkritiknya. Salah satunya adalah Siti Musdah Mulia dengan Counter Legal Draft-nya. Musdah Mulia mengkritik KHI bukan tanpa alasan. Musdah Mulia mencermati bahwa pasal-pasal yang ada masih banyak yang belum mewadahi terpenuhinya hak- hak keadilan bagi perempuan dan anak-anak. Musdah Mulia sepakat dengan adanya pelegalan dalam masalah perkawinan dan perceraian. Dikarenakan perlunya perlindungan yang legal bagi terpenuhinya hak-hak wanita. Bukan karena takut terjajah atau untuk menyingkirkan dominasi lelaki, namun karena pada faktanya masih banyak kaum perempuan yang menjadi korban dari diskriminasi dan kesewenang-wenangan kaum lelaki dan bagi Musdah Mulia hal ini adalah sebuah konflik yang harus diresolusi. Dengan menggunakan Metode analisis data berupa pendekatan sosio-historis yakni menarik sekian rangkaian sejarah kenapa pemikiran tersebut muncul. Maka pandangan Musdah Mulia dilihat dan dikrititisi dari beberapa sudut dimensi, apakah pemikiran tersebut muncul Terkait dengan perubahan social serta dampak yang akan ditimbulkannya atau tidak. hasilnya adalah sebenarnya Musdah Mulia dan tim sebelasnya pasti sudah membaca sekian dampak dari KHI dimasa depan. Namun, mungkin belum sempat terjadi dialog yang menjembatani kedua pihak sedangkan pressure serta protes dari pihak yang kontra semakin banyak. Sehingga untuk mencegah konflik maka Musdah Mulia dan tim sebelasnya tidak melanjutkan perjuangan counter legal draft-nya tersebut secara formal dalam artian disahkan Undang-Undang, namun tetap berjuang dengan jalur-jalur non-formal yang lain untuk memperjuangkan hak-hak para wanita yang belum terakomodir.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Pembimbing: Dr. Alim Roswantoro, M.Ag
Uncontrolled Keywords: Perubahan Sosial, Sistem Hukum, Hak Asasi Manusia
Subjects: Gender
HAK ASASI MANUSIA
Divisions: Pascasarjana > Thesis > Agama dan Filsafat
Depositing User: Muh Khabib, SIP.
Date Deposited: 23 Feb 2024 14:56
Last Modified: 23 Feb 2024 14:56
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/64020

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum