HAKIKAT KEBEBASAN BERPIKIR DAN ETIKA (MENGINTIP RUANG BERTEMU DAN RUANG BERPISAH)

MAHSUN MAHFIID, - (2007) HAKIKAT KEBEBASAN BERPIKIR DAN ETIKA (MENGINTIP RUANG BERTEMU DAN RUANG BERPISAH). Jurnal Hermeneia\Vol-6-No-1-2007.

[img]
Preview
Text
MAHSUN MAHFIID HAKIKAT KEBEBASAN BERPIKIR DAN ETIKA (MENGINTIP RUANG BERTEMU DAN RUANG BERPISAH).pdf

Download (14MB) | Preview
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_lightbox)
lightbox.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_preview)
preview.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_medium)
medium.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_small)
small.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_lightbox)
lightbox.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_preview)
preview.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_medium)
medium.jpg

Download (0B)
[img] Other (Thumbnails conversion from text to thumbnail_small)
small.jpg

Download (0B)

Abstract

Berpikir sebagai kegiatan filsafati individual memang tidak ada sangkut-pautnya dengan kehidupan komunal atau sosial, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa implikasi dari hasil sebuah pemikiran akan memasuki pada ranah-ranah kehidupan sosial. Dengan demikian, pertanyaannya adalah mungkinkah manusia berpikir bebas sebebas-bebasnya atau justru kebebasan itu akan membawa manusia kepada ketidakbebasan ketika harus dihadapkan dengan hak kebebasan sesama manusia yang lain dalam ranah kehidupan sosial. Makalah ini mencoba membincangkan apa sesungguhnya makna kebebasan, hakikat berpikir dan hubungannya dengan etika. Untuk memudahkan pembacaan dalam persoalan tersebut dipetakan dalam tiga bilik kategori yaitu berpikir disertai dengan berbuat, berpikir tidak disertai dengan berbuat dan berbuat tidak didasari dengan berpikir. Secara ontologis kebebasan berpikir tidak terikat dengan nilai, tetapi implikasi kebebasan berpikir itu secara aksiologis ketika ada pada ranah sosial dan mewujud dalam bentuk perbuatan, maka dibatasi dengan tanggungjawab dan moral. Dengan kata lain ketika berpikir disertai dengan berbuat maka tidak bebas nilai dan konsekuensinya akan ada sanksi ketika tidak sesuai dengan nilai atau norma yang disepakati. Inilah yang dimaksud dengan "ruang bertemu" antara kebebasan berpikir dan etika. Namun ketika berpikir tidak disertai dengan berbuat, maka bebas sebebas-bebasnya dan tidak mempunyai konsekuensi sanksi. Di - ,- sinilah "ruang berpisah" antara kebebasan berpikir dan etika, masing-masing terlepas dari yang lain. Dan pada ruang inilah ilmu sebagai produk pemikiran berpisah dengan nilai, sehingga "Umu ya ilmu" tidak lagi harus dikontrol oleh etika. Bahkan dalam konteks menemukan kebenaran ilmiah dengan ukuran logika maka berpikir apapun tidak akan ada sanksi. Begitu pula, berbuat yang tidak didasari berpikir tidak akan ada sanksi. Menurut filsafat Islam, di mana dasar pijakannya adalah hikmah dan al~ Qur'an, budaya berpikir dalam implementasinya, sebagaimana dicontohkan oleh nabi, adalah tidak bebas nilai. Begitu pula ilmu sebagai produk berpikir tentu juga tidak bebas nilai. Secara etika, ilmu harus dapat mensejahterakan kehidupan bukan sebaliknya. Dengan demikian ilmu sebagai sarana menemukan kebenaran berimpit "untuk tidak mengatakan lengket" dengan etika pelayanan bagi sesama manusia dan tenggungjawab agama.

Item Type: Article
Uncontrolled Keywords: kebebasan berpikir, etika, individual, sosial
Subjects: Hermeneia Jurnal
Divisions: E-Journal
Depositing User: Edi Prasetya [edi_hoki]
Date Deposited: 02 Jul 2013 22:46
Last Modified: 02 Jul 2013 22:46
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/8507

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum