ZAKAT PROFESI DALAM PERSPEKTIF DIDIN HAFIDHUDDIN DAN JALALUDDIN RAKHMAT

Maskhun Aulia Rohman, NIM.: 03360167 (2008) ZAKAT PROFESI DALAM PERSPEKTIF DIDIN HAFIDHUDDIN DAN JALALUDDIN RAKHMAT. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

[img]
Preview
Text (ZAKAT PROFESI DALAM PERSPEKTIF DIDIN HAFIDHUDDIN DAN JALALUDDIN RAKHMAT)
BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf - Published Version

Download (7MB) | Preview
[img] Text (ZAKAT PROFESI DALAM PERSPEKTIF DIDIN HAFIDHUDDIN DAN JALALUDDIN RAKHMAT)
BAB-II_sampai_SEBELUM-BAB-TERAKHIR.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download (10MB) | Request a copy

Abstract

Jalaluddin Rakhmat menelaah ada atau tidaknya kewajiban mengeluarkan zakat atas profesi-profesi tertentu. Ia mendefinisikan profesi sebagai jenis pekerjaan yang tidak dikenai kewajiban zakat dalam sistem zakat konvensional. Untuk menjawab persoalan hukum ini, Jalaluddin menawarkan pendekatan istidlal dengan merujuk pada al-Qur’an dan Sunnah Rasul, serta menolak penggunaan qiyas terhadap profesi kepada al-amwāl az-zakawiyah. Menurutnya, zakat merupakan bagian dari wilayah ta‘abbudi (ibadah ritual), sehingga tidak dapat dikenai qiyas. Hal ini sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan bahwa dalam perkara ta‘abbudi, tidak berlaku analogi hukum. Berdasarkan pendekatan tersebut, Jalaluddin menyimpulkan bahwa profesi dapat dikenai zakat melalui sistem khumus (seperlima), tanpa menggunakan ketentuan nisab dan haul, serta dikeluarkan secara langsung saat menerima penghasilan. Berbeda dengan Jalaluddin, ulama lain seperti Didin Hafidhuddin mendefinisikan profesi sebagai setiap pekerjaan atau keahlian yang halal, baik dilakukan secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain, seperti pegawai atau karyawan. Dalam menetapkan hukum zakat profesi, Didin merujuk pada teks al-Qur’an serta menggunakan metode qiyas, khususnya qiyās syibhī. Dalam hal ini, profesi dikiaskan pada dua objek zakat, yaitu zakat pertanian dan zakat emas-perak (nuqūd), dengan menitikberatkan pada objek yang paling banyak kesamaannya. Dengan demikian, zakat profesi menurut Didin mengikuti ketentuan zakat pertanian, yakni tidak mensyaratkan haul, dan zakatnya dikeluarkan saat penghasilan diterima. Adapun kadar zakatnya dianalogikan dengan zakat uang (nuqūd), yaitu sebesar 2,5%. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, penulis melakukan analisis komparatif terhadap metode istinbat hukum yang digunakan masing-masing tokoh. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam pengertian profesi, kadar zakat, nisab, serta metode penetapan hukum yang digunakan. Jalaluddin menggunakan metode at-thuruq al-lughawiyah (pendekatan kebahasaan), sementara Didin menggunakan metode at-thuruq al-ma‘nawiyah (pendekatan maknawi atau substantif). Namun demikian, keduanya memiliki kesamaan pandangan bahwa zakat profesi tidak disyaratkan haul dan harus dikeluarkan langsung saat penghasilan diterima.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information / Supervisor: H. Wawan Gunawan, S.Ag.,M.Ag
Uncontrolled Keywords: Zakat, Profesi, Ta'abbudi, Sistem Khumus, Nisab, Haul
Subjects: 200 Agama > 297 Agama Islam > 297.413 Perbandingan Mazhab
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzab (S1)
Depositing User: Muh Khabib, SIP.
Date Deposited: 15 Apr 2025 14:36
Last Modified: 15 Apr 2025 14:38
URI: http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/2111

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

View Item View Item
Chat Kak Imum